Pada sekitar tahun 1657, terjadi peristiwa penting di Selat Muria yang mengubah wajah geografisnya. Akibat endapan sungai yang mengalir ke laut, selat ini mengalami pendangkalan yang signifikan, sehingga menyebabkan hilangnya Selat Muria secara perlahan. Pulau Muria yang terpisah menjadi bersatu dengan Pulau Jawa.Â
Di masa lampau, Pulau Muria memiliki ciri khas bentang alam yang unik, dengan Gunung Muria sebagai fitur sentralnya. Di bagian selatan, terdapat perbukitan Patiayam yang terbentuk dari aktivitas vulkanik Gunung Muria di masa lampau.
Kawasan perbukitan Patiayam juga memiliki nilai paleontologi yang penting, dengan ditemukannya berbagai fosil seperti kerbau purba, banteng, keluarga rusa, babi hutan, gajah, dan fosil-fosil moluska. Di samping itu, Pulau Muria juga menjadi lokasi pusat pemerintahan dan perdagangan di pesisir utara Jawa, termasuk kota-kota penting seperti Jepara, Kudus, dan Pati.Â
Selat Muria merupakan daerah perdagangan yang vital, dengan pelabuhan-pelabuhan yang ramai serta berbagai komoditas perdagangan seperti kain tradisional, garam, terasi, dan beras yang diperdagangkan. Selain itu, industri galangan kapal juga berkembang di kawasan ini, menghasilkan kapal-kapal jukung Jawa yang terkenal.
Namun, akibat konflik politik dan pendangkalan selat yang semakin parah, pusat perdagangan bergeser ke Pelabuhan Sunda Kelapa dan Jepara. Pendangkalan yang terjadi disebabkan oleh endapan fluvial dari sungai-sungai yang bermuara di Selat Muria, seperti Sungai Serang, Sungai Tuntang, dan Sungai Lusi.Â
Upaya untuk menggali endapan tersebut tidak berhasil, dan selat tersebut akhirnya tidak dapat dilalui oleh kapal-kapal besar. Sisa-sisa Selat Muria dapat dilihat dari sungai-sungai seperti Kalilondo dan Sungai Silugunggo, yang merupakan saksi bisu dari masa kejayaan Selat Muria. Daerah yang dulunya Selat Muria ini sering kali dilanda banjir saat musim hujan, menambahkan catatan kesulitan bagi wilayah ini yang pernah menjadi pusat perdagangan yang megah.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Demak terus giat melakukan pemompaan air di wilayah Kecamatan Demak. Upaya ini dilakukan dengan melibatkan bantuan mobil pompa dari BPBD Kota Pekalongan, BPBD Kabupaten Jepara, dan BPBD Kabupaten Pemalang.Â
Tindakan tersebut mencerminkan komitmen pemerintah daerah dalam mengatasi dampak banjir yang melanda, serta upaya preventif untuk mencegah terulangnya bencana serupa di masa yang akan datang. Dalam menghadapi situasi saat ini, para ahli dan pemerintah daerah bekerja keras untuk merumuskan strategi dan tindakan yang efektif dalam mengatasi banjir. Upaya-upaya ini mencakup langkah-langkah teknis seperti pemompaan air, pengaturan aliran sungai, dan peningkatan infrastruktur pengamanan terhadap banjir.Â
Selain itu, juga dilakukan kegiatan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang cara menghadapi bencana banjir dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk meminimalkan dampaknya. Masyarakat diminta untuk tetap waspada dan mematuhi arahan yang diberikan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat.Â
Ini termasuk memperhatikan peringatan dini, menjauhi daerah yang berpotensi terkena banjir, serta siap mengungsi ke tempat yang aman jika diperlukan. Kerjasama antara pemerintah daerah, ahli, dan masyarakat sangatlah penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan bencana banjir, sehingga dapat meminimalkan kerugian dan dampak yang ditimbulkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H