Peristiwa kedatangan Nabi Muhammad SAW ke Madinah menandai perubahan signifikan dalam praktik ibadah puasa. Sebelumnya, puasa tidak secara spesifik terkait dengan bulan Ramadan, dan umat Islam diperbolehkan untuk mengganti puasa dengan membayar fidyah jika mereka tidak mampu menjalankannya. Namun, dengan munculnya ajaran Islam yang lebih terorganisir di Madinah, puasa Ramadan secara bertahap menjadi kewajiban yang ditetapkan bagi umat Islam.
Perkembangan ini tidak terjadi secara instan, tetapi melalui proses yang panjang dan berangsur-angsur. Melalui diskusi dan konsultasi antara Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, serta pemahaman dan interpretasi ulama yang terus berkembang, puasa Ramadan akhirnya dinyatakan sebagai kewajiban bagi umat Islam dengan kesepakatan semua ulama (ijma'). Keputusan ini mengukuhkan puasa Ramadan sebagai salah satu rukun Islam yang tidak bisa diabaikan.Â
Puasa Ramadan bukan hanya sekedar kewajiban ibadah, tetapi juga menjadi salah satu tanda identitas umat Islam dan momentum untuk memperkuat ikatan spiritual dengan Allah SWT. Dengan demikian, penting bagi umat Islam untuk memahami betapa pentingnya menjalankan ibadah puasa Ramadan sesuai dengan ajaran agama yang telah disepakati oleh para ulama secara kolektif.
Penetapan kewajiban puasa Ramadan didasarkan pada rukyatul hilal. Di Indonesia, umat Islam mengikuti keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI) terkait penetapan awal bulan Ramadan 1445 H. Rukyatul hilal adalah proses pengamatan bulan baru yang digunakan untuk menentukan awal bulan Ramadan.Â
Umat Islam mengawasi langit pada malam hari setelah bulan sabit terbenam, mencari tanda-tanda awal bulan baru. Jika bulan baru terlihat, maka bulan Ramadan dimulai dan puasa wajib dilaksanakan mulai hari pertama. Di Indonesia, MUI memiliki peran penting dalam menetapkan awal bulan Ramadan. MUI melakukan pengamatan rukyatul hilal secara sistematis dan mengeluarkan keputusan resmi tentang penetapan awal bulan Ramadan setiap tahunnya.Â
Keputusan ini menjadi acuan bagi umat Islam di seluruh Indonesia untuk memulai ibadah puasa Ramadan sesuai dengan ketetapan yang telah ditetapkan oleh otoritas keagamaan. Pengaturan ini bertujuan untuk memastikan kesatuan dalam pelaksanaan ibadah puasa di seluruh negeri, menghindari perbedaan pendapat yang dapat membingungkan umat Islam, dan memperkuat rasa persatuan dalam menjalankan kewajiban agama.Â
Dengan mengikuti keputusan MUI, umat Islam di Indonesia dapat menjalankan ibadah puasa Ramadan dengan keyakinan bahwa mereka melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama dan praktek yang telah ditetapkan secara resmi oleh otoritas keagamaan yang terkemuka.
Ustadz Muzakka kemudian membahas secara mendalam syarat-syarat wajib puasa bagi individu yang telah mencapai mukallaf (baligh dan berakal). Dengan menariknya, beliau menegaskan pentingnya mencatat tanggal lahir anak dalam kalender Hijriah. Tujuannya adalah untuk mempermudah orang tua dalam menentukan apakah anak tersebut sudah mencapai baligh dan wajib berpuasa.Â
Pencatatan tanggal lahir anak dalam kalender Hijriah menjadi kunci dalam menentukan kewajiban berpuasa. Sebagai umat Islam, penting untuk memiliki pemahaman yang jelas tentang usia anak ketika ia mencapai tahap baligh dan harus mulai menjalankan kewajiban puasa.Â
Dengan mencatat tanggal lahir anak dalam kalender Hijriah, orang tua dapat memantau perkembangan anak mereka secara tepat dan akurat. Melalui pemahaman tentang usia baligh dan kewajiban berpuasa, orang tua dapat memberikan pendampingan yang sesuai dan memastikan bahwa anak-anak mereka memulai ibadah puasa dengan kesadaran dan kesiapan yang tepat.Â
Dengan demikian, pencatatan tanggal lahir dalam kalender Hijriah bukan hanya sekedar tindakan administratif, tetapi juga merupakan bagian integral dari tanggung jawab orang tua dalam membimbing anak-anak mereka dalam menjalankan kewajiban agama.