Mohon tunggu...
Ahmad Faizal Abidin
Ahmad Faizal Abidin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa dan Guru PAUD

Terkadang, saya hanya seorang mahasiswa yang berusaha menulis hal-hal bermanfaat serta menyuarakan isu-isu hangat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Aswaja dan Tantangan Ideologi Trans-Nasional di Era Modern: Menjaga Keseimbangan dalam Dunia yang Kompleks

8 Maret 2024   21:48 Diperbarui: 8 Maret 2024   22:01 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

batamtoday.com
batamtoday.com

Beberapa ideologi transnasional yang menjadi tantangan bagi Aswaja antara lain:

1. Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir adalah dua organisasi yang memiliki orientasi politik yang berbeda dengan Nahdlatul Ulama (NU) dan berpotensi memicu polarisasi di kalangan umat Islam. Ikhwanul Muslimin cenderung memiliki agenda politik yang lebih proaktif, dengan fokus pada partisipasi politik dalam proses demokratisasi dan reformasi sosial. Mereka seringkali terlibat dalam kegiatan politik seperti pembentukan partai politik dan pencalonan kandidat dalam pemilihan umum. 

Di sisi lain, Hizbut Tahrir menekankan pada gagasan khilafah Islam yang bersifat universal. Mereka berupaya untuk mengembangkan pemahaman dan kesadaran akan konsep khilafah Islam sebagai sistem politik yang dianggap sebagai solusi tunggal bagi umat Islam di seluruh dunia. Hizbut Tahrir menolak bentuk-bentuk pemerintahan sekuler dan mendorong penggantian sistem politik yang ada dengan khilafah Islam yang mereka pandang sebagai bentuk pemerintahan yang ideal berdasarkan ajaran Islam.

Perbedaan orientasi politik antara Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir dengan NU menimbulkan dinamika yang kompleks dalam ranah politik Islam. Sementara NU cenderung mengutamakan pendekatan pragmatis dan inklusif dalam partisipasi politik serta menegaskan pentingnya pluralisme politik, kedua organisasi lainnya menampilkan pendekatan yang lebih eksklusif dan militan dalam mempromosikan visi politik mereka. Oleh karena itu, dinamika hubungan antara NU dan organisasi lain ini memerlukan pemahaman yang mendalam serta strategi yang tepat dalam menjaga stabilitas dan keberlangsungan dialog antarumat Islam di Indonesia.

2. Salafi-Wahhabi, aliran keagamaan yang mendasarkan pemahamannya pada pemahaman yang lebih literal terhadap teks-teks agama, seringkali memiliki perbedaan pandangan yang signifikan dengan NU, terutama terkait dengan praktik ibadah (amaliyah) dan sistem kenegaraan. Aliran ini cenderung menentang berbagai bentuk inovasi dalam praktik ibadah dan mempertahankan interpretasi agama yang konservatif serta bersifat tekstual. 

Dalam hal amaliyah, Salafi-Wahhabi menekankan pentingnya mengikuti tuntunan langsung dari teks-teks agama dan menolak segala bentuk penyimpangan atau penambahan dalam praktik ibadah. Mereka seringkali memandang praktik ibadah yang tidak didasarkan langsung pada tuntunan tekstual sebagai bid'ah (inovasi yang tidak disyariatkan) dan berpotensi mengarah pada kesyirikan. 

Sementara itu, dalam hal kenegaraan, Salafi-Wahhabi cenderung mempromosikan konsep kenegaraan yang berbasis pada penerapan syariah Islam secara ketat, seringkali dengan gagasan mendirikan negara yang berdasarkan hukum-hukum agama. 

Mereka menolak sistem kenegaraan yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, seperti sistem demokrasi sekuler. Perbedaan pandangan ini menciptakan dinamika kompleks dalam interaksi antara Salafi-Wahhabi dan NU. NU, sebagai organisasi yang mengusung pendekatan inklusif dan moderat, seringkali menegaskan pentingnya pemahaman agama yang kontekstual dan menolak pendekatan yang terlalu kaku dalam interpretasi teks-teks agama. Oleh karena itu, pemahaman yang mendalam tentang perbedaan pandangan ini sangat penting dalam menjaga stabilitas dan harmoni di antara berbagai aliran keagamaan di Indonesia.

3. Liberalisme dan Sosialisme adalah dua ideologi yang memiliki pandangan berbeda dengan nilai-nilai yang dipegang oleh Aswaja. Liberalisme menekankan kebebasan individu, pasar bebas, dan hak asasi manusia sebagai nilai-nilai utama, yang mungkin tidak selaras dengan prinsip-prinsip yang dijunjung tinggi oleh Aswaja, yang menekankan kesetiaan pada ajaran agama dan keadilan sosial.

Dalam konteks ini, nilai-nilai liberalisme seperti penekanan pada kebebasan individu dan pasar bebas dapat bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan etika yang diwariskan oleh Aswaja, yang mengutamakan ketaatan pada ajaran agama dan kesetiaan pada nilai-nilai keadilan sosial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun