Mohon tunggu...
Ahmad Wansa Al faiz
Ahmad Wansa Al faiz Mohon Tunggu... Lainnya - Pengamat Sosial Fenomena

Pengamat - Peneliti - Data Analis _ Sistem Data Management - Sistem Risk Management -The Goverment Interprestation Of Democrasy Publik Being.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tiga Puisi - Dalam Genesis - Genre Poesis - "Hara Kata" (Mengenang, Ahmad Yulden Erwin).

9 Januari 2025   14:51 Diperbarui: 9 Januari 2025   14:51 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kumpulan Puisi Ahamd Yulden Erwin (Sumber Gambar. Inilampung.com).

Tiga Puisi - Dalam Genesis - Genre Poesis - "Hara Kata" (Mengenang, Ahmad Yulden Erwin).

Oleh : Ahmad Wansa Al-faiz.

Buku "Hara Semua Kata" ini adalah kumpulan puisi terseleksi yang ditulis oleh Ahmad Yulden Erwin dalam kurun dua puluh empat tahun (1989-2012). Kumpulan puisi ini memuat empat puluh tiga puisi yang mengangkat beragam tema, mulai dari pelanggaran hak asasi manusia, politik, seni, spiritualitas, cinta hingga persoalan puisi itu sendiri. (Pengantar Penerbit).

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kata-kata yang kita inginkan sudah seharusnya memupuk, penuturan (rawi, perawi (org) yang merawikan) tentang khabar gembira yang dibawa oleh orang-orang sebelum kita (A.W. Al-faiz).

Hara Kata.

Dan,

: Kata-kataku tercipta

Dari Lendir hormonal 

- tulang belulang dalam massa waktu -

aku timbang detik -aku timbang jam - 

aku timbang pergantian tahun -

siang dan malam

Hara kata :

Dari sumsum yang mengalir
Di antara rongga tulang dan daging
Kata-kataku menetes perlahan
Bagai lendir hormonal yang tak terbendung

Kutimbang setiap detik dalam darah
Yang berdetak mengukur waktu
Dalam sel-sel yang menari
Menciptakan sajak dari rasa

Kutimbang setiap jam yang berlalu
Seperti menimbang hormon yang bergejolak
Dalam tubuh yang terus berubah
Mencari makna dalam perubahan

Siang dan malam kurajut
Dengan benang-benang DNA
Yang mengalir dalam pembuluh waktu
Menciptakan puisi dari eksistensiku

Pergantian tahun adalah ritual
Bagi tulang belulangku yang terus bertumbuh
Mencatat sejarah dalam sel-sel
Yang tak henti berbisik

Kata-kataku adalah saksi
Dari perjalanan molekular ini
Dimana waktu dan hormon berdansa
Dalam balutan tulang dan daging

Aku adalah penimbang waktu
Pengukir kata dalam massa biologis
Yang terus bergerak dan berubah
Menciptakan makna dari keberadaan

Di antara detik yang mengalir
Dan hormon yang bergejolak
Aku menemukan diriku
Dalam kata-kata yang tercipta

BL/09/01/2025.

Fosfor Cinta.

Di antara tulang dan fosfor yang redup
Kutemukan jejak cintamu yang tersimpan
Seperti prasasti yang tak pernah pudar
Dalam puing-puing kenangan yang terpendam

Setiap fosfor yang berpendar lemah
Mengingatkanku pada sinar matamu
Yang dulu memancar penuh harap
Kini tinggal cahaya samar yang merayu

Tulang-belulang ini saksi bisu
Tentang pelukan yang pernah menghangatkan
Tentang sentuhan yang kini membatu
Di bawah reruntuhan waktu yang kejam

Puing-puing sejarah menyimpan rahasia
Tentang kita yang pernah bersatu
Seperti fosfor yang masih setia
Menerangi gelap dengan rindu yang baru

Mungkin cinta kita seperti peradaban
Yang runtuh dimakan usia dan waktu
Tapi dalam setiap serpihan yang tersisa
Masih kurasakan degup jantungmu

Di antara fosfor yang berkilau lemah
Masih kudengar bisikan mesramu
Dalam tulang yang rapuh dan lelah
Masih tersimpan hangat dekapmu

Biar waktu menguburkan semuanya
Dalam lapisan tanah dan debu
Tapi cinta kita akan tetap ada
Bersinar seperti fosfor dalam kegelapku

BL/09/01/2025.

Fosfor & Tulang.

Di antara puing yang meranggas waktu
Fosfor berpendar dalam gelap sepi
Menceritakan kisah yang tak terucap
Dari tulang-belulang yang terbaring sunyi

Reruntuhan berbisik pada angin malam
Tentang peradaban yang pernah berjaya
Setiap serpihan, setiap retakan
Menyimpan memori masa yang telah sirna

Fosfor bersinar seperti lentera
Menerangi jejak-jejak sejarah
Yang tertimbun debu dan lupa
Di bawah lapisan bumi yang merah

Tulang-belulang bersaksi bisu
Tentang kehidupan yang telah berlalu
Menjadi saksi bagi yang mencari tahu
Kisah manusia dalam waktu yang mengalir laju

Di sini kita berdiri
Di antara serpihan memori
Merenungkan jejak peradaban
Yang tersimpan dalam tulang dan fosfor abadi

Sejarah tak pernah mati
Ia hidup dalam setiap sisa yang tertinggal
Dalam fosfor yang masih berpendar
Dalam tulang yang menjadi prasasti

Biarkan waktu mengisahkan
Tentang mereka yang telah mendahului
Dalam fosfor dan tulang yang tersimpan
Ada pelajaran yang tak terlupakan

BL/09/01/2025.

Hara Kata dan Genesis Puisi: Sainstifikasi dan Gejala Sejarah
- Menelusuri Geliat Puisi Ahmad Yulden Erwin dan Para Penyair Lampung Dalam Memori.

Ahmad Yulden Erwin (Sumber Gambar. Tokoh Lampung).
Ahmad Yulden Erwin (Sumber Gambar. Tokoh Lampung).

Dalam lanskap perpuisian Indonesia kontemporer, fenomena sainstifikasi puisi muncul sebagai sebuah gerakan yang menarik untuk dicermati. Terutama di wilayah Lampung, dengan Ahmad Yulden Erwin sebagai salah satu pionirnya, kita menyaksikan bagaimana unsur-unsur sains dan sejarah dirajut menjadi tapestri puitis yang kompleks dan mendalam.


Genesis Puisi dan Pendekatan Saintifik, Serta, Sainstifikasi sebagai Jembatan Realitas, & Gejala Sejarah dan Metamorfosis Puisi.

Ahmad Yulden Erwin menghadirkan pendekatan unik dalam karyanya dengan mengintegrasikan konsep-konsep sains ke dalam metafora puitis. Dalam kumpulan puisinya, kita menemukan istilah-istilah seperti "fosfor", "hormon", dan "DNA" yang tidak sekadar menjadi hiasan, tetapi membentuk struktur makna yang lebih dalam. Pendekatan ini mencerminkan upaya untuk memahami eksistensi manusia melalui lensa saintifik, sambil tetap mempertahankan keindahan puitis.

Fenomena sainstifikasi dalam puisi Lampung tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah dan perkembangan intelektual di wilayah tersebut. Para penyair Lampung, termasuk Ahmad Yulden Erwin, menggunakan pengetahuan sains sebagai jembatan untuk menghubungkan realitas empiris dengan dimensi puitis. Hal ini menciptakan lapisan-lapisan makna yang lebih kompleks dalam karya mereka.

Dalam konteks sejarah perpuisian Lampung, kita menyaksikan metamorfosis yang menarik. Dari puisi-puisi tradisional yang kental dengan unsur lokalitas, berkembang menjadi karya-karya yang mengintegrasikan pemahaman modern tentang sains dan sejarah. Transformasi ini tidak hanya mencerminkan perubahan gaya penulisan, tetapi juga pergeseran cara pandang terhadap realitas dan eksistensi.


Hara Kata: Metabolisme Puitis, Dimensi Temporal dalam Puisi Saintifik Pengaruh dan Resonansi.

Konsep "Hara Kata" yang diusung dalam puisi-puisi kontemporer Lampung bisa dipahami sebagai sebuah metabolisme puitis, di mana kata-kata tidak sekadar menjadi medium ekspresi, tetapi juga menjadi entitas biologis yang hidup dan berkembang. Ini terlihat dari bagaimana para penyair mengolah kata-kata seperti unsur-unsur kimia yang berinteraksi satu sama lain.

Aspek menarik lainnya adalah bagaimana dimensi waktu diolah dalam puisi-puisi saintifik ini. Para penyair Lampung, terutama Ahmad Yulden Erwin, sering menggunakan metafora temporal yang dipadukan dengan konsep-konsep sains. Waktu tidak lagi sekadar konsep linear, tetapi menjadi ruang multidimensi di mana sejarah, sains, dan puisi berinteraksi.

Gerakan sainstifikasi puisi di Lampung telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan puisi Indonesia kontemporer. Para penyair muda mulai mengadopsi pendekatan serupa, menciptakan karya-karya yang mengintegrasikan pemahaman saintifik dengan sensibilitas puitis.

Menelusuri Geliat Puisi Ahmad Yulden Erwin dan Para Penyair Lampung Dalam Memori.

Fenomena sainstifikasi dalam puisi Lampung, yang dipelopori oleh Ahmad Yulden Erwin dan penyair-penyair seangkatannya, merepresentasikan sebuah milestone penting dalam perkembangan puisi Indonesia. Pendekatan ini tidak hanya memperkaya khazanah perpuisian nasional tetapi juga membuka kemungkinan-kemungkinan baru dalam cara kita memahami dan mengekspresikan realitas melalui puisi.

Gerakan ini menunjukkan bahwa puisi tidak hanya bisa menjadi wadah ekspresi emosional, tetapi juga bisa menjadi medium untuk mengeksplorasi pemahaman saintifik dan historis tentang eksistensi manusia. Dalam konteks ini, puisi menjadi jembatan yang menghubungkan berbagai dimensi pemahaman manusia: dari yang empiris hingga yang metafisis, dari yang personal hingga yang universal.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun