Reruntuhan berbisik pada angin malam
Tentang peradaban yang pernah berjaya
Setiap serpihan, setiap retakan
Menyimpan memori masa yang telah sirna
Fosfor bersinar seperti lentera
Menerangi jejak-jejak sejarah
Yang tertimbun debu dan lupa
Di bawah lapisan bumi yang merah
Tulang-belulang bersaksi bisu
Tentang kehidupan yang telah berlalu
Menjadi saksi bagi yang mencari tahu
Kisah manusia dalam waktu yang mengalir laju
Di sini kita berdiri
Di antara serpihan memori
Merenungkan jejak peradaban
Yang tersimpan dalam tulang dan fosfor abadi
Sejarah tak pernah mati
Ia hidup dalam setiap sisa yang tertinggal
Dalam fosfor yang masih berpendar
Dalam tulang yang menjadi prasasti
Biarkan waktu mengisahkan
Tentang mereka yang telah mendahului
Dalam fosfor dan tulang yang tersimpan
Ada pelajaran yang tak terlupakan
BL/09/01/2025.
Hara Kata dan Genesis Puisi: Sainstifikasi dan Gejala Sejarah
- Menelusuri Geliat Puisi Ahmad Yulden Erwin dan Para Penyair Lampung Dalam Memori.
Dalam lanskap perpuisian Indonesia kontemporer, fenomena sainstifikasi puisi muncul sebagai sebuah gerakan yang menarik untuk dicermati. Terutama di wilayah Lampung, dengan Ahmad Yulden Erwin sebagai salah satu pionirnya, kita menyaksikan bagaimana unsur-unsur sains dan sejarah dirajut menjadi tapestri puitis yang kompleks dan mendalam.
Genesis Puisi dan Pendekatan Saintifik, Serta, Sainstifikasi sebagai Jembatan Realitas, & Gejala Sejarah dan Metamorfosis Puisi.
Ahmad Yulden Erwin menghadirkan pendekatan unik dalam karyanya dengan mengintegrasikan konsep-konsep sains ke dalam metafora puitis. Dalam kumpulan puisinya, kita menemukan istilah-istilah seperti "fosfor", "hormon", dan "DNA" yang tidak sekadar menjadi hiasan, tetapi membentuk struktur makna yang lebih dalam. Pendekatan ini mencerminkan upaya untuk memahami eksistensi manusia melalui lensa saintifik, sambil tetap mempertahankan keindahan puitis.
Fenomena sainstifikasi dalam puisi Lampung tidak bisa dilepaskan dari konteks sejarah dan perkembangan intelektual di wilayah tersebut. Para penyair Lampung, termasuk Ahmad Yulden Erwin, menggunakan pengetahuan sains sebagai jembatan untuk menghubungkan realitas empiris dengan dimensi puitis. Hal ini menciptakan lapisan-lapisan makna yang lebih kompleks dalam karya mereka.