Perlahan, Hasan menoleh ke arah jendela. Cahaya bulan yang lembut menerobos masuk, menyinari ruangan dengan kelembutan yang menenangkan. Ia teringat akan malam-malam yang ia habiskan bersama Aminah, duduk di teras rumah mereka, memandangi bulan sambil bertukar cerita dan mimpi.
Suara ketukan lembut di pintu membuyarkan lamunannya. Putri bungsunya, Fatimah, masuk dengan membawa secangkir teh hangat. Aroma melati yang menguar dari cangkir itu mengingatkan Hasan akan kebaikan dan kasih sayang yang selalu ia terima dari keluarganya. Fatimah duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan ayahnya dengan penuh kasih.
"Ayah, bagaimana perasaanmu malam ini?" tanya Fatimah lembut.
Hasan tersenyum, matanya berkaca-kaca. "Nak, ayah merasa sangat damai. Ayah telah hidup dengan penuh cinta, dan kini ayah siap untuk pergi dengan cinta pula."
Fatimah mengangguk, air mata menggenang di pelupuk matanya. Ia paham bahwa ayahnya telah siap untuk meninggalkan dunia ini. Namun, bukan kesedihan yang ia rasakan, melainkan rasa syukur dan kagum atas hidup yang telah dijalani ayahnya dengan penuh makna.
Malam semakin larut, dan Hasan merasakan kantuk mulai menyelimutinya. Ia memejamkan mata, membayangkan wajah Aminah yang tersenyum menyambutnya. Dalam hatinya, ia berbisik, "Ya Allah, aku telah mencintai-Mu, mencintai keluargaku, dan mencintai sesama. Kini, izinkan aku kembali kepada-Mu dalam keadaan cinta."
Keesokan paginya, ketika sinar mentari pertama menyentuh wajahnya, Hasan telah pergi dengan damai. Wajahnya yang tua namun teduh itu dihiasi senyum tipis, seolah ia telah bertemu kembali dengan cintanya di alam sana. Keluarga yang mengelilinginya tidak bisa menahan haru, namun mereka juga merasakan kedamaian yang luar biasa.
Kisah Hasan menjadi pengingat bagi kita semua tentang makna "Mati Dalam Keadaan Cinta". Bukan hanya tentang cinta romantis, tetapi juga cinta kepada Sang Pencipta, keluarga, dan sesama. Hidup yang dijalani dengan penuh cinta akan berujung pada kematian yang damai dan penuh makna. Seperti Hasan, kita pun diajak untuk menjalani setiap detik kehidupan dengan hati yang dipenuhi kasih sayang, agar kelak ketika ajal menjemput, kita dapat pergi dengan tenang dan tanpa penyesalan.
Cinta yang dimaksud di sini bukan hanya terbatas pada cinta romantis antara dua insan, melainkan cinta yang lebih luas dan mendalam. Ia mencakup cinta kepada Sang Pencipta, yang menjadi sumber dari segala kasih sayang. Cinta ini terwujud dalam ketaatan, rasa syukur, dan penyerahan diri yang total kepada-Nya.
Selain itu, cinta kepada keluarga juga memegang peranan penting. Seperti Hasan yang mencintai Aminah dan anak-anaknya, kita pun diingatkan untuk senantiasa menjaga dan merawat ikatan keluarga. Kasih sayang yang tulus antara orang tua dan anak, suami dan istri, serta antar saudara, dapat menjadi sumber kekuatan dan kebahagiaan yang tak terhingga.
Lebih jauh lagi, cinta kepada sesama manusia dan alam sekitar juga tak kalah pentingnya. Sikap empati, kepedulian, dan keinginan untuk berbagi dengan orang lain, serta menjaga kelestarian lingkungan, merupakan manifestasi dari cinta yang universal. Dengan memperluas cakupan cinta kita, hidup menjadi lebih bermakna dan berdampak positif bagi banyak orang.