Mohon tunggu...
Ahmad Sofian
Ahmad Sofian Mohon Tunggu... Dosen -

Ahmad Sofian. senang jalan-jalan, suka makanan tradisional dan ngopi di pinggir jalan :)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Prostitusi Anak Laki-laki Online

4 September 2016   18:53 Diperbarui: 4 September 2016   19:13 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: www.amazon.co.uk

Ditemukan fakta,   media sosial menjadi alat untuk mempromosikan anak-anak kepada konsumen, sejumlah forum online terbentuk dalam rangka mengeksploitasi anak-anak, tukar-menukar gambar dan video yang dilakukan oleh para kelompok sebaya, dan ditemukannya sejumlah jaringan anonymus yang terlibat dalam eksploitasi seks ini, sulit mengakses dan menemukan korban sehingga minim sekali kasus SECO yang dibawa ke ranah penegakan hukum.

Pelaku kejahatan seksual anak online ini tidak melakukan kontak fisik dengan anak, mereka mengeksploitasi gambar dan video anak-anak tersebut dengan memproduksi, menyaksikannya, lalu mendistribusikannya, bahkan menggandakannya. Berbagai saluran digunakan untuk mengeksploitasi gambar dan video anak tersebut, seperti web, social media, networks group. Para pelaku tidak hanya datang dari satu negara tetapi juga dari berbagai negara. Batas-batas negara dalam kejahatan ini tidak terlihat lagi.

Tiga kota yang menjadi target pemetaan menemukan  kasus-kasus SECO yang memiliki karakreristik berbeda. Sebuah NGO lokal di Surabaya dalam kurun waktu 2013 menemukan 6 kasus SECO, anak-anak yang menjadi korban ini dieksploitasi melalui media sosial. Lima orang anak korban SECO di Bandung berhasil diwawancarai. Sebagian dari mereka “dijual” oleh germo melalui sebuah web khusus. Web ini mempromosikan sejumlah gadis belia kepada para pelanggan.

Anak-anak juga “dipasarkan” melalui sejumlah media sosial dan pesan singkat. Sejumlah anak-anak pun secara voluntary mendistribusikan gambar-gambar porno kepada pembeli seks anak dan kepada rekan-rekan sebaya mereka.

Sebuah informasi mengejutkan dari anak, ditemukan pengalaman seorang anak melakukan hubungan seksual online dengan video streaming kepada seorang pelaku kejahatan seksual anak dari negara lain. Sementara itu, di Jakarta sejumlah anonymus networkgroups berkembang, group-group ini mendistribusikan gambar-gambar dan video porno anak. Anggota networksgroup menyebar di seluruh Indonesia.

Evaluasi Penanganan SECO di Indonesia

Indonesia sendiri telah memiliki sejumlah undang-undang yang melindungi anak-anak dari kejahatan seksual online yaitu Undang-Undang Perlindungan Anak (UU No. 23/2002 jo UU No. 35/2014), Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11/2008) dan Undang-Undang Pornografi (UU No. 44/2008). Ketiga undang-undang ini secara substansi memberikan porsi terbatas dalam melindungi anak dari  tindak pidana seksual online.  Undang-undang ini belum dapat mengakomodir SECO secara komprehensif dan  masih bersifat  parsial.

Ketiga undang-undang ini tidak mendefinisikan kejahatan seksual anak online.  Undang-Undang Perlindungan Anak misalnya hanya mengatur tentang sanksi pidana terhadap pelaku kekerasan seksual anak yang meliputi persetubuhan dan pencabulan. Tidak ada aturan khusus tentang kejahatan seksual anak online dalam undang-undang ini. Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008  tidak  menyebutkan permasalahan SECO sebagai bagian dari dari tindak pidana eksploitasi seksual anak  tetapi malah mengkategrikannya sebagai bagian dari  tindak pidana kesusilaan.

Sedangkan Undang-undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi telah mengatur semua hal terkait kejahatan pornografi pada umumnya tetapi penyusun undang-undang tidak mengatur secara khusus tentang tindak pidana pornografi anak termasuk definisi dan unsur-unsur tindak pidana ini.

Dapat dikatakan bahwa pengaturan SECO dalam perundang-undangan di Indonesia masih belum sejalan dengan standard internastional terutama sebagaimana diatur dalam Opsional Protokol tentang Penjualan Anak, Pelacuran Anak dan Pornografi Anak. Pemerintah Indonesia sudah meratifikasi opsional protokol ini melalui Undang-Undang No. 11 Tahun 2012.

Di Indonesia belum tersedia focal point  yang secara khusus menangani soal SECO. Telah terbentuk gugus tugas pencegahan dan penanganan pornografi sebagai konsekuensi disyahkannya undang-undang No. 44/2008.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun