Tempat yang biasanya dipilih adalah sudut-sudut tiang bangunan jermal atau mereka membuangnya langsung ke lautan. Buang air besar dapat dilakukan dengan mencangkong di sela-sela tangga jermal.
Sangat terbukanya fasilitas MCK di jermal dan iklim geografis laut yang panas melahirkan perilaku seksual yang cenderung longgar. Para pekerja anak di jermal jadi terbiasa melihat alat kelamin teman-teman sekerja. Kebiasaan ini menjadi kewajaran bagi mereka.
3. Pemujaan terhadap Lawan Jenis dan Sesama Jenis
Usia pekerja anak jermal berkisar 13-15 tahun. Dalam kajian psikologi, usia tersebut dikategorikan dalam masa puber, masa ketika anak memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, baik secara fisik maupun psikis. Ketertarikan terhadap lawan jenis terlihat dari dialog antara peneliti dengan mereka. Selain lisan, secara tulisan hal itu terungkap dalam coretan dan simbol berupa gambar hati di dinding-dinding jermal atau pahatan di lantai jermal.
Isinya mengutarakan pemujaan mereka terhadap gadis-gadis yang pernah mereka kenal saat berada di darat (di kampung atau di sekolah dulu) atau dengan cara mencoret-coret bagian sensual (bibir, payudara, vagina) dari potret artis yang ditempel di dinding jermal, baik berupa kelender maupun poster yang didapat dari koran dan majalah.
Mulyono (seorang pekerja anak jermal) menunjukkan ketertarikannya pada lawan jenis secara lebih berani. Ia biasa mendatangi rumah prostitusi di darat yang tidak jauh dari lokasi jermal tempat ia bekerja. Ini dilakukannya pada setiap tiga bulan usai penerimaan upah. Ketertarikan terhadap sesama jenis terlihat pada saat pekerja anak jermal saling mengutarakan kekaguman mereka terhadap fisik rekan-rekan sesama pekerja yang dianggap atletis atau berotot, tampan atau memiliki penis yang besar.
Kekerasan Seksual Anak Jermal
Siluet pekerja anak di jermal penuh dengan tindak eksploitatif, penganiayaan, penculikan, serta tingkat bahaya dan risiko alam di lautan, isolasi untuk berkomunikasi. Semua ini sudah barang tentu sulit terpantau pemerintah, masyarakat, dan aparat kepolisian. Masalah pekerja anak jermal bukan sekedar masalah perburuhan. Banyak persoalan yang tersimpan di jermal-jermal itu. Dari investigasi atas kasus-kasus pekerja anak di jermal itu, terdapat fakta bahwa ada anak-anak yang bekerja di luar kebiasaan umum.
Bukan juga hal itu sekedar merupakan pelanggaran hak-hak normatif hukum perburuhan. Kasus tindakan kekerasan, penculikan, penganiayaan, bahkan pembunuhan pekerja anak di jermal merupakan fakta praktek eksploitasi anak yang tidak terbantahkan lagi.
Penyebab terjadinya kekerasan terhadap pekerja anak adalah kesenjangan status sosial antara pekerja anak dan pekerja dewasa, jauhnya lokasi dari pantauan hukum, sistem kerja yang unik, yang tidak bergantung pada ketentuan umum, tetapi bergantung pada potensi ikan.
Hal ini semua menjadi pendorong pekerja anak mendapatkan perlakuan yang tidak adil dan cenderung eksploitatif. Pekerja anak yang jauh dari kontrol hukum menyebabkan orang yang lebih kuat bisa melakukan apa saja terhadap mereka.
Selain faktor pendorong di atas, satu lagi faktor penyebab timbulnya kekerasan seksual terhadap pekerja anak ialah gairah seksual pekerja dewasa yang tidak tersalurkan. Tidak adanya saluran seksual ini lebih disebabkan peraturan kerja yang sangat ketat. Setiap pekerja hanya dibolehkan pulang setiap tiga bulan sekali. Bagi yang telah berkeluarga, peraturan ini menyebabkan mereka tidak bisa berhubungan seks dengan istrinya. Pekerja anak menjadi sasaran mereka.