Mentari masih terang walau panas udara meradang
Aku masuki perlahan kamar kecil itu
Tempat dimana semua rasaku berpadu
Bercerita dalam linangan air mata atau senyum terkulum sendu
Aku mengenalmu dalam hitungan masa , sedikit menghela
Semua yang kau ucapkan berubah jadi gelembung besar
Semakin membesar dan liar di udara yang panas membakar
Aku berfikir tentang kemana gelembung itu akan  terhampar
Kalau boleh aku berkomentar, semua seperti rangkaian dusta
Antara hoax, tipuan, memperdaya waktu dan ketulusan
Kau comot orang-orang besar dan kau akui sebagai kerabat dekat
Kau sanding namamu di deretan para jutawan, aku geli melihatmu terobsesi
Sepanjang waktu ceritamu tentang berapa banyak orang kau tolong
Tapi aku ragukan ihlasmu karena banyak bohong
Berderet kalimat buktikan satu demi satu tipuanmu mulai terkuak
Sampai kau tak mampu buktikan kebenaran di depanku, walau secuil
Apa kau tak percaya aku ? Apa kau jijik padaku?, katamu
Ku biarkan kau meracau bagai mabuk ciu dan anggur ratusan tahun
Kubiarkan angan liarmu menggapai kehebatan semu yang kau sombongkan
Aku percaya, aku tak jijik. Aku hanya ingin kamu ihlas bicara
Tak perlu merasa hebat bila memang belum mendapat
Tak perlu merasa wah bila memang  tak sedang megah
Tak perlu menjadi kaya bila memang belum waktunya
Tak perlu menjadi paling ganteng bila hanya membuatmu tak " anteng"
Tapi tak kau gubris ujaran kebaikanku
Tak kau dengar doa tersembunyiku
Hingga kau berlari kian kemari tak tentu arah menuju
Mencari kesejatian yang harusnya sudah ada di kamu, seusiamu
Aku tak punya tanggung jawab lagi atas semua "polahmu".
Kamu sudah cukup bisa bedakan mana benar dan salahÂ
Kamu mestinya bisa tunjukkan mana boleh mana tidak
Hingga aku tak ingin kau butakan mata dan hati untuk dunia
Jangan kau jadikan harta sebagai tuhanmu
Nikmatilah hidupmu tanpa menciderai orang lain
Bekerjalan dengan nyaman tanpa menyakiti sesama
Jangan kau bingkai kalimat untuk menutup niat hatimu
Suatu saat kau akan tahu, siapa sahabat sejatimu
Yang tunjukkan kamu jalan yang baik, walau tampak terjal
Yang doakan kamu dalam sunyi, walau tak kelihatan
Yang tampar kamu saat kamu keterlaluan
Tak perlu kau citrakan dirimu siapa
Karena Dia Maha Tahu kau dimana
Tak perlu kau buang harta untuk melihat orang kagumimu
Karena yang kau dapat hanya pujian semu
Dunia ini bukan sekedar uang, harta , tahta dan wanita
Dunia adalah ladang kamu kumpulkan amal untuk matimu
Buatlah dunia ini di tanganku dan jangan di hatimu
Segeralah menuju padaNya, bukan mengelabuiNya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H