Mohon tunggu...
Ahlis Qoidah Noor
Ahlis Qoidah Noor Mohon Tunggu... Guru - Educator, Doctor, Author, Writer

trying new thing, loving challenge, finding lively life. My Email : aqhoin@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Antara Sahabat, Kamu, dan Tuhan

29 November 2018   09:57 Diperbarui: 29 November 2018   10:23 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mentari masih terang walau panas udara meradang

Aku masuki perlahan kamar kecil itu

Tempat dimana semua rasaku berpadu

Bercerita dalam linangan air mata atau senyum terkulum sendu

Aku mengenalmu dalam hitungan masa , sedikit menghela

Semua yang kau ucapkan berubah jadi gelembung besar

Semakin membesar dan liar di udara yang panas membakar

Aku berfikir tentang kemana gelembung itu akan  terhampar

Kalau boleh aku berkomentar, semua seperti rangkaian dusta

Antara hoax, tipuan, memperdaya waktu dan ketulusan

Kau comot orang-orang besar dan kau akui sebagai kerabat dekat

Kau sanding namamu di deretan para jutawan, aku geli melihatmu terobsesi

Sepanjang waktu ceritamu tentang berapa banyak orang kau tolong

Tapi aku ragukan ihlasmu karena banyak bohong

Berderet kalimat buktikan satu demi satu tipuanmu mulai terkuak

Sampai kau tak mampu buktikan kebenaran di depanku, walau secuil

Apa kau tak percaya aku ? Apa kau jijik padaku?, katamu

Ku biarkan kau meracau bagai mabuk ciu dan anggur ratusan tahun

Kubiarkan angan liarmu menggapai kehebatan semu yang kau sombongkan

Aku percaya, aku tak jijik. Aku hanya ingin kamu ihlas bicara

Tak perlu merasa hebat bila memang belum mendapat

Tak perlu merasa wah bila memang  tak sedang megah

Tak perlu menjadi kaya bila memang belum waktunya

Tak perlu menjadi paling ganteng bila hanya membuatmu tak " anteng"

Tapi tak kau gubris ujaran kebaikanku

Tak kau dengar doa tersembunyiku

Hingga kau berlari kian kemari tak tentu arah menuju

Mencari kesejatian yang harusnya sudah ada di kamu, seusiamu

Aku tak punya tanggung jawab lagi atas semua "polahmu".

Kamu sudah cukup bisa bedakan mana benar dan salah 

Kamu mestinya bisa tunjukkan mana boleh mana tidak

Hingga aku tak ingin kau butakan mata dan hati untuk dunia

Jangan kau jadikan harta sebagai tuhanmu

Nikmatilah hidupmu tanpa menciderai orang lain

Bekerjalan dengan nyaman tanpa menyakiti sesama

Jangan kau bingkai kalimat untuk menutup niat hatimu

Suatu saat kau akan tahu, siapa sahabat sejatimu

Yang tunjukkan kamu jalan yang baik, walau tampak terjal

Yang doakan kamu dalam sunyi, walau tak kelihatan

Yang tampar kamu saat kamu keterlaluan

Tak perlu kau citrakan dirimu siapa

Karena Dia Maha Tahu kau dimana

Tak perlu kau buang harta untuk melihat orang kagumimu

Karena yang kau dapat hanya pujian semu

Dunia ini bukan sekedar uang, harta , tahta dan wanita

Dunia adalah ladang kamu kumpulkan amal untuk matimu

Buatlah dunia ini di tanganku dan jangan di hatimu

Segeralah menuju padaNya, bukan mengelabuiNya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun