Menemukanmu di suatu masa tak bertahun dan berwaktu
Dalam gelombang angin dan desingan penat padat merayap
Menata mata dan hati agar tak berontak
Atas titah sang nasib yang masih di bawah , belum mengepak
Menemukanmu bagai menahan gelombang dahsyat keingintahuan
Tentang angan dan masa depan semua orang
Menata masa dan berbalur kekhawatiran
Apakah esok kita kan jelang ?
Membaui apa yang ada dalam genggaman nasib
Mencoba merasa, tapi seakan aku tak berkutik
Saat kalimat demi kalimat tajam menukik
Dalam suara lembut , dalam dan penuh tahkik
Sejenak aku berhenti dari berjalan
Saat semua ramai berbincang
Tentang segala hal, tugas dan pertemanan
Dan kutemui dialog panjang merentang
Ah, siapa dia, dari langit mana asalnya
Ah, seperti kutempuh perjalanan panjang sesaat
Menyelamimu yang aku belum tahu, aku takut tersesat
Sekedar menyapa ataukah meminta waktu berhenti mencatat
Sult ku ungkap harus bagaimana
Seakan  aurora datang begitu saja
Cahayanya menembus pekat malam
Dan memaksaku tak bisa terpejam
Sulit kukatakan aku harus bagaimana
Melihatnya dan melukiskan di ujung pena
Ataukah menuliskan puisi di awan
Dan diterbangkan angin semalaman
Itulah dia, pelukis pena , impian orang
Menghitung burung terbang dari jarak hanya sekilan
Menerawang laut dan hutan lepas sepanjang jalan
Melukis asap pesawat dalam hempasan tugas yang terus berjalan
Itulah dia, pelukis kepandaian
Mematut diri dalam dambaan semua orang
Agar lolos segala daya dan usaha serta ujian
Menuju pangkat tertinggi atau yang ditinggikan
Bila engkau lelah, segeralah mengalah untuk secangkir kopi
Bila engkau capek, segeralah menghijaukan pandangan mata kemari
Agar kau sambut lagi semangat hidup untuk berbagi
Agar kau bijakkan semua yang tak terurus dan terus memberi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H