Mohon tunggu...
ahkam jayadi
ahkam jayadi Mohon Tunggu... Dosen - Penulis Masalah Hukum dan Kemasyarakatan Tinggal di Makassar

Laki-laki

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Memahami Kematian

16 Desember 2024   19:56 Diperbarui: 16 Desember 2024   19:56 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

MEMAHAMI KEMATIAN

Oleh: Ahkam Jayadi

Kematian, bagi sebagian orang, masih merupakan misteri yang sulit dicerna oleh akal sehat. Perdebatan mengenai apakah kematian adalah akhir dari kehidupan atau pintu menuju fase kehidupan selanjutnya terus berlanjut. Perasaan takut dan ketidak-pastian ini membuat banyak orang sulit menerima fakta bahwa kematian adalah kepastian yang akan dialami oleh semua makhluk hidup. Bahkan, meskipun kita menyadari kepastian kematian, banyak dari kita yang belum siap menghadapinya.

Pandangan tentang kematian dapat didekati melalui berbagai perspektif, terutama dari dua pendekatan utama, yakni pendekatan ilmu pengetahuan (ilmu kedokteran) dan pendekatan agama. Pendekatan ini menghadirkan perspektif yang berbeda, namun keduanya memberikan kontribusi signifikan dalam upaya manusia memahami fenomena kematian.

Paradigma dan Teori Tentang Kematian

1. Paradigma Ilmiah

Paradigma ilmiah memandang kematian sebagai suatu proses biologis yang dapat dijelaskan secara empiris. Teori "Death as a Biological Process" (Kematian sebagai Proses Biologis) menjelaskan bahwa kematian terjadi akibat kegagalan fungsi organ-organ vital tubuh, seperti jantung, paru-paru, dan otak. Salah satu konsep yang banyak dibahas adalah "brain death" (kematian otak) yang dijadikan standar kedokteran modern dalam menentukan kematian. Menurut Bernat et al. (1981) dalam artikelnya "A Conceptual Justification for Brain Death" di The Hastings Center Report, kematian otak terjadi ketika semua fungsi otak, termasuk batang otak, berhenti secara permanen.

Berdasarkan sudut pandang ini, kematian dipahami sebagai berhentinya seluruh aktivitas biologis dalam tubuh. Para dokter dan ahli biologi menjelaskan bahwa kematian terjadi secara bertahap melalui tiga fase: kematian klinis, kematian biologis, dan kematian seluler. Masing-masing fase memiliki ciri-ciri tertentu. Kematian klinis terjadi saat jantung berhenti berdetak dan pernapasan terhenti, sedangkan kematian biologis ditandai dengan kerusakan organ-organ vital, dan kematian seluler terjadi ketika sel-sel tubuh mati secara bertahap.

2. Paradigma Religius

Berbeda dari paradigma ilmiah, pandangan religius memandang kematian sebagai proses transendental. Dalam Islam (QS. Al-Ankabut: 57), kematian dimaknai sebagai proses berpisahnya ruh dari jasad, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an: "Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kamu dikembalikan".

Konsep ini juga ditemukan dalam agama-agama lain. Dalam tradisi Kristiani, kematian dipandang sebagai "perjalanan pulang ke rumah Bapa", sedangkan dalam Buddhisme, kematian adalah bagian dari siklus kelahiran dan reinkarnasi (samsara) di mana roh akan terlahir kembali dalam kehidupan baru sesuai dengan hukum karma.

Dalam pandangan Islam, Ibn Qayyim Al-Jawziyyah dalam bukunya "Kitab Ar-Ruh" menjelaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari keberadaan manusia, melainkan awal dari fase alam barzakh --- fase kehidupan antara dunia dan akhirat. Menurut beliau, manusia harus siap menghadapi kematian dengan bekal amal saleh, karena kehidupan pasca-kematian akan menjadi ajang pertanggungjawaban atas amal perbuatan di dunia.

Misteri Kematian dan Perspektif Keilmuan

Pendekatan keilmuan memberikan gambaran empiris tentang kematian. Beberapa teori penting dalam ranah ilmu kedokteran adalah:

Teori Tanatologi: Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari kematian dan fenomena yang berkaitan dengan kematian dari perspektif biologis, medis, dan sosial.

Teori Kubler-Ross: Elizabeth Kbler-Ross memperkenalkan "Five Stages of Grief" (lima tahap kesedihan) yang dialami oleh individu yang menghadapi kematian, yaitu: Denial (penyangkalan), Anger (kemarahan), Bargaining (tawar-menawar), Depression (depresi), Acceptance (penerimaan). Teori ini bukan hanya berlaku bagi mereka yang menghadapi kematian, tetapi juga bagi keluarga yang berduka atas kehilangan orang yang dicintai.

Kesiapan menghadapi kematian

Meskipun kematian adalah sesuatu yang pasti, manusia cenderung merasa takut dan belum siap menghadapinya. Sebagian besar manusia akan berkata, "Saya belum siap." Padahal, menurut Imam Al-Ghazali, dalam karyanya "Ihya' Ulumuddin", setiap muslim harus siap menghadapi kematian dengan selalu memperbanyak amal kebaikan dan menghindari perbuatan buruk. Al-Ghazali menegaskan bahwa orang yang bijak adalah orang yang selalu mengingat kematian (dzikrul maut) dan mempersiapkan diri sebelum kematian tiba.

Mengutip pemikiran Martin Heidegger, seorang filsuf eksistensialis, kematian adalah "ultimate possibility" (kemungkinan puncak) yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Menurut Heidegger dalam bukunya "Being and Time", manusia harus "menghadap kematian dengan kesadaran penuh" dan memahami kematian sebagai bagian dari eksistensi manusia. Heidegger menyebut ini sebagai "being-toward-death" (eksistensi menuju kematian).

Refleksi Filosofis Tentang Kematian

Jika kita melihat dari sudut pandang filsafat eksistensialisme, kematian adalah kenyataan yang tidak dapat dihindari dan merupakan bagian dari kefanaan manusia. Jean-Paul Sartre berpendapat bahwa kematian adalah titik di mana manusia kehilangan kebebasan. Dalam konteks ini, Sartre menyatakan bahwa manusia harus menerima kematian sebagai suatu keniscayaan yang memberikan makna pada kehidupan.

Selain itu, Sren Kierkegaard, seorang filsuf Denmark, memandang kematian sebagai momen refleksi eksistensial. Menurut Kierkegaard, kesadaran akan kematian akan mendorong manusia untuk memperbaiki diri dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Pandangan ini sejalan dengan ajaran agama yang mendorong manusia untuk mengingat kematian dan memperbaiki amal perbuatan.

Kesimpulan

Kematian bukan lagi misteri yang tak terpecahkan, melainkan realitas yang pasti terjadi pada semua makhluk hidup. Pendekatan keilmuan, baik dari sudut pandang ilmu kedokteran maupun ilmu keagamaan, memberikan pemahaman bahwa kematian adalah proses biologis sekaligus transendental.

Secara biologis, kematian adalah berhentinya fungsi organ tubuh yang vital. Secara spiritual, kematian dipandang sebagai perpindahan ruh dari dunia ke alam akhirat. Setiap orang, tanpa memandang usia, status sosial, dan profesi, akan menghadapi kematian. Oleh karena itu, pertanyaan terpenting adalah: "Apakah kita sudah siap?"

Bagi para sufi, kematian bukanlah akhir, melainkan "pertemuan dengan Sang Kekasih". Bagi para eksistensialis, kematian adalah momen puncak dari eksistensi manusia. Oleh karena itu, persiapan menghadapi kematian seharusnya tidak dilakukan di detik-detik terakhir kehidupan, melainkan harus dimulai dari sekarang, dengan memperbaiki amal perbuatan dan menjalani hidup dengan penuh kesadaran.

Seperti yang disampaikan oleh Imam Al-Ghazali dalam nasihat terkenalnya: "Manusia yang cerdas adalah mereka yang paling banyak mengingat kematian dan mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian tersebut".

Referensi

1. Bernat, James L., et al. A Conceptual Justification for Brain Death. The Hastings Center Report, 1981.

2. Al-Ghazali. Ihya' Ulumuddin. Dar al-Ma'rifah, Beirut.

3. Kbler-Ross, Elizabeth. On Death and Dying. Scribner, 1969.

4. Heidegger, Martin. Being and Time. Harper & Row, 1962.

5. Ibn Qayyim Al-Jawziyyah. Kitab Ar-Ruh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun