Dalam pandangan Islam, Ibn Qayyim Al-Jawziyyah dalam bukunya "Kitab Ar-Ruh" menjelaskan bahwa kematian bukanlah akhir dari keberadaan manusia, melainkan awal dari fase alam barzakh --- fase kehidupan antara dunia dan akhirat. Menurut beliau, manusia harus siap menghadapi kematian dengan bekal amal saleh, karena kehidupan pasca-kematian akan menjadi ajang pertanggungjawaban atas amal perbuatan di dunia.
Misteri Kematian dan Perspektif Keilmuan
Pendekatan keilmuan memberikan gambaran empiris tentang kematian. Beberapa teori penting dalam ranah ilmu kedokteran adalah:
Teori Tanatologi: Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari kematian dan fenomena yang berkaitan dengan kematian dari perspektif biologis, medis, dan sosial.
Teori Kubler-Ross: Elizabeth Kbler-Ross memperkenalkan "Five Stages of Grief" (lima tahap kesedihan) yang dialami oleh individu yang menghadapi kematian, yaitu: Denial (penyangkalan), Anger (kemarahan), Bargaining (tawar-menawar), Depression (depresi), Acceptance (penerimaan). Teori ini bukan hanya berlaku bagi mereka yang menghadapi kematian, tetapi juga bagi keluarga yang berduka atas kehilangan orang yang dicintai.
Kesiapan menghadapi kematian
Meskipun kematian adalah sesuatu yang pasti, manusia cenderung merasa takut dan belum siap menghadapinya. Sebagian besar manusia akan berkata, "Saya belum siap." Padahal, menurut Imam Al-Ghazali, dalam karyanya "Ihya' Ulumuddin", setiap muslim harus siap menghadapi kematian dengan selalu memperbanyak amal kebaikan dan menghindari perbuatan buruk. Al-Ghazali menegaskan bahwa orang yang bijak adalah orang yang selalu mengingat kematian (dzikrul maut) dan mempersiapkan diri sebelum kematian tiba.
Mengutip pemikiran Martin Heidegger, seorang filsuf eksistensialis, kematian adalah "ultimate possibility" (kemungkinan puncak) yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Menurut Heidegger dalam bukunya "Being and Time", manusia harus "menghadap kematian dengan kesadaran penuh" dan memahami kematian sebagai bagian dari eksistensi manusia. Heidegger menyebut ini sebagai "being-toward-death" (eksistensi menuju kematian).
Refleksi Filosofis Tentang Kematian
Jika kita melihat dari sudut pandang filsafat eksistensialisme, kematian adalah kenyataan yang tidak dapat dihindari dan merupakan bagian dari kefanaan manusia. Jean-Paul Sartre berpendapat bahwa kematian adalah titik di mana manusia kehilangan kebebasan. Dalam konteks ini, Sartre menyatakan bahwa manusia harus menerima kematian sebagai suatu keniscayaan yang memberikan makna pada kehidupan.
Selain itu, Sren Kierkegaard, seorang filsuf Denmark, memandang kematian sebagai momen refleksi eksistensial. Menurut Kierkegaard, kesadaran akan kematian akan mendorong manusia untuk memperbaiki diri dan menjalani kehidupan yang lebih bermakna. Pandangan ini sejalan dengan ajaran agama yang mendorong manusia untuk mengingat kematian dan memperbaiki amal perbuatan.