Mohon tunggu...
Ahda Segati
Ahda Segati Mohon Tunggu... Dosen - Bismillah

Ekonom Robbani

Selanjutnya

Tutup

Money

Model Strategi Pengembangan UMKM dalam Halal Lifestyle di Masa Pandemi Covid-19

30 September 2021   14:33 Diperbarui: 30 September 2021   14:41 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dewasa ini kemajuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta kesesuaian pembangunan akhir-akhir ini telah merambah ke seluruh aspek bidang kehidupan manusia, tidak saja membawa kemudahan melainkan juga membawa beberapa kesulitan dan permasalahan. Keberagaman aktivitas yang dahulu tidak pernah dikenal dan tidak pernah terbayangkan, namun hal itu menjadi kenyataan. Di sisi lain, kesadaran umat Islam di dunia termasuk di Indonesia pada akhir-akhir ini semakin tumbuh dan meningkat. Sebagai konsekuensi logis, setiap timbul permasalahan, umat Islam senantiasa bertanya-tanya, bagaimanakah kedudukan hal tersebut dalam pandangan ajaran Syariat Islam. 

Dimasa pandemi Covid-19 ini pun menjadi problematika bagi seluruh umat manusia, terutama dalam sektor UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dalam meningkatkan penjualannya. Dari sini para pelaku UMKM harus dapat mengubah pola kerjanya sehingga UMKM sendiri dapat berjalan dengan maksimal dengan tidak meninggalkan kepentingan konsumen dalam hal kehalalan dan kehigenisan produk di masa Pandemi Covid-19 ini. Bank Indonesia menyebutkan sebanyak 87,5 persen UMKM terdampak pandemi Covid-19. Dari jumlah ini, sekitar 93,2 persen di antaranya terdampak negatif di sisi penjualan. Menurut survei yang dilakukan bank sentral, pandemi memberi tekanan pada pendapatan, laba, dan arus kas hingga para pemilik usaha memilih untuk wait and see.[1]

 

Kehalalan suatu produk menjadi kebutuhan yang wajib bagi seluruh manusia terutama umat muslim, baik itu pangan, obat-obatan maupun barang-barang konsumsi lainnya. Produk halal ternyata tidak hanya diminati oleh masyarakat muslim tetapi juga non muslim, sebab makanan yang halal itu sudah pasti sehat, yang mana pada kondisi Covid-19 inilah seharusnya para produsen dan konsumen berlomba-lomba untuk mencari produk yang halal dan toyyib (baik). Seperti yang telah Allah Firmankan dalam Alqur'an Surat Al-Baqoroh 168 yang artinya:

Artinya: "Wahai Manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya, setan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-Baqoroh 168).[2]

 

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika kamu hanya menyembah kepada-Nya".(Q.S. Al-Baqoroh 172)

Artinya: "Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya". (Q.S. Al-Maidah: 88)

Ayat-ayat diatas menyimpulkan bahwasannya Allah 'Azza Wa Jalla mewajibkan kepada seluruh manusia untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan juga yang toyyib (baik). Kewajiban ini pun semata-mata untuk kepentingan manusia itu sendiri, selain untuk menjalankan syariat Islam, juga untuk kelangsungan hidup manusia. Karena banyaknya produk yang belum bersertifikat halal mengakibatkan seluruh konsumen terutama konsumen muslim sulit untuk mencari produk mana yang benar-benar halal dan dapat dikonsumsi sesuai dengan syariat Islam.

Perkembangan industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia sendiri memiliki peran yang cukup penting untuk Negara Indonesia, mulai dari kontribusinya terhadap pendapatan Nasional, ataupun penyerapan jumlah tenaga kerjanya, penghasil devisa negara, sampai yang mendominasi usaha di Indonesia adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).  Kontribusi UMKM terhadap Produk Domistik Bruto (PDB) bisa mencapai 61% pada tahun 2020 dibanding dengan tahun-tahun selebumnya[3], sedangkan penyerapan UMKM terhadap pekerja Indonesia bisa mencapai 97% atau sebanyak 117 juta pekerja[4], dan UMKM sendiri mendominasi sebagai usaha di Indonesia bisa mencapai 99,99% dari total keseluruhan usaha yang ada di Indonesia dengan pelaku usaha mencapai 6,42 juta pelaku UMKM.[5] Ditambah lagi mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, yang mana secara tidak langsung pelaku UMKM sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang memerlukan produk-produk yang halal. 

 

Indonesia sendiri juga memiliki potensi untuk bisa mengembangkan UMKM dalam halal lifestyle, melihat ada beberapa potensi yang terdapat di Indonesia yaitu, pertama banyaknya permintaan dari masyarakat terkait dengan produk halal yang harus di hasilkan oleh para UMKM, kedua, banyaknya penawaran yang disediakan pelaku UMKM terkait produk-produk halal, ketiga, adanya jaminan hukum/payung hukum yang melindungi bagi para produsen dan konsumen, keempat, banyaknya pelaku usaha yang ada di Indonesia sehingga dapat menciptakan persaingan yang sehat dalam hal produk halal, kelima, adanya pasar ekspor untuk pelaku UMKM dalam negeri untuk bisa lebih mengedepankan ekspor, selain untuk memotivasi Indonesia sendiri untuk lebih mengedepankan ekspor juga untuk menyadarkan manusia bahwasannya halal lifestyle itu penting mengingat jumlah penduduk muslim dunia bisa mencapai kurang lebih 2 milyar jiwa sehingga potensi untuk pasar ekspor lebih terbuka.

 

Akan tetapi selain memiliki potensi yang sangat besar, ternyata beberapa masih ada permasalahan secara keseluruhan terkait dengan Industri Halal seperti contoh, pertama, banyaknya produsen dan konsumen yang kurang bahkan tidak memperhatikan tentang produk halal, kedua, sebagian besar pelaku UMKM belum memiliki sertifikasi halal, dalam dinamika pengembangan industri halal, kurang   dari   10% UMKM   yang   memiliki sertifikat halal, jauh dibandingkan industri besar yang lebih dari 60 persen ketiga, kurangnya sosialisasi, terdiri dari kurangnya kampanye halal lifestyle dan kurangnya edukasi dan informasi mengenai produk halal. Ditambah lagi dengan adanya undang-undang dasar yang tidak relevan terhadap kewajiban dalam UU No. 20/2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah untuk memberikan akses pasar seluas-luasnya pada pelaku usaha terhadap UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) dengan mewajibkan seluruh produk yang beredar, yang diperdagangkan di Indonesia wajib bersertifikat halal, jangan sampai dengan adanya UU No. 33/2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) ini akan menghambat atau membatasi keleluasaan UMKM untuk bisa mengakses pasar seluas-luasnya.

Landasan Teori

Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang kemudian dikuatkan oleh Ketetapan MPR atau TAP MPR NO.XVI/MPR-RI/1998 mengenai Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi Ekonomi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah perlu dikembangkan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran, dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang, dan berkeadilan. Selanjutnya dibentuklah pengertian UMKM melalui UU No 9 Tahun 1999 dan karena keadaan perkembangan zaman kemudian dirubah ke Undang-Undang No 20 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah maka pengertian UMKM adalah sebagai berikut:[1]

 

Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

 

Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang.

 

Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.

 

Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah, dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

 

Kriteria UMKM berdasarkan jumlah asset dan omzet adalah sebagai berikut:[2]

  •  Jenis UsahaAssetOmzetUsaha MikroMax 50 jutaMax 300 Juta

    Usaha KecilBesar dari 50 juta-500 jutaBesar dari 300 juta - 3 Milyar

    Usaha MenengahBesar dari 500 juta-10 MilyarBesar dari 2,5 M -- 50 Milyar 

Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

 

Usaha mikro dan kecil bertujuan untuk mengembangkan usahanya dalam rangka membentuk dan membangun perekonomian nasional berlandaskan demokrasi ekonomi yang berkeadilan.[3] Dapat dikatakan UMKM ini sendiri memiliki peran dalam pembangunan perekonomian nasional melalui kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) yang mencapai 61% pada tahun 2020[4] dan menjadi kontribusi terbesar dari UMKM terhadap PDB Indonesia, UMKM sendiri mendominasi sebagai usaha di Indonesia bisa mencapai 99,99% dari total keseluruhan usaha yang ada di Indonesia dengan pelaku usaha mencapai 6,42 juta pelaku UMKM sehingga UMKM lebih banyak menciptakan lapangan pekerjaan yang ada di Indonesia[5], dan penyerapan tenaga kerja, penyerapan UMKM terhadap pekerja Indonesia bisa mencapai 97% atau sebanyak 117 juta pekerja.[6]

 

Pengertian Halal Lifestyle

 

Halal 

 

Untuk pengertian halal sendiri tentu dapat merujuk pada dalil nash yang  ada didalam Al-Qur'an, halal artinya dibenarkan dan disahkan secara syariat Islam. Menurut KBBI Halal adalah diizinkan (tidak dilarang oleh syarak).[7] Lawan dari halal adalah haram artinya dilarang, atau tidak dibenarkan menurut syariat Islam. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an Surat AL-Baqoroh 168 yang artinya:

 

"Wahai Manusia! Makanlah dari (makanan) yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya, setan itu musuh yang nyata bagimu." (Q.S. Al-baqoroh 168).

 

Lifestyle

 

Menurut Kotler dan Keller "Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Gaya hidup menggambarkan seluruh pola seseorang dalam beraksi dan berinteraksi di dunia".[8]

 

Jadi dapat diambil kesimpulan Halal Lifestyle adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, hobi dan opininya yang dibenarkan dan disahkan (tidak dilarang) secara syariat Islam.

 

UMKM Halal

 

UMKM halal merupakan industri UMKM yang secara proses telah melalui tahapan teknis yang tidak melanggar kaidah/syariah islam untuk menghasilkan produk halal. Untuk memperkuat produk halal, maka diberikan label/sertifikasi halal oleh lembaga yang berwenang. Sejak berdirinya Organisasi Konferensi Islam (OKI) pada awal tahun 1970-an, industri halal pun berkembang secara signifikan di setiap negara muslim, bahkan di negara nonmuslim sekalipun. Masyarakat nonmuslim juga mulai menyadari manfaat dari produk-produk halal mulai dari kebersihan, keamanan, kandungan gizi, dan sebagainya. Gaya hidup halal (halal lifestyle) ini berdampak langsung pada meningkatkan permintaan akan produk halal. Kesadaran akan produk halal (halal awareness) tidak hanya berlaku bagi konsumen selaku pengguna produk, namun juga bagi pelaku usaha, produsen, atau penyedia layanan. Fakta bahwa halal lifestyle telah menjadi tren kekinian menunjukkan bahwa halal awareness konsumen semakin banyak bermunculan. Perkembangan halal lifestyle dan halal awareness mengharuskan pelaku UMKM memiliki sertifikat produk halal. Oleh sebab itu, UMKM harus meningkatkan branding position, membumikan dan menyebarkan halal awareness dan halal life style, berhati-hati dalam setiap tahapan proses produksi, menjamin keamanan dan kehigienisan produk, dan meningkatkan daya saing produk untuk diekspor ke negara yang sangat perhatian terhadap produk halal.[9]

 

Metode Penelitian

 

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif. Analisis deskriptif kualitatif dalam penelitian ini akan memberikan gambaran bagaimana model strategi yang dapat mengembangkan UMKM dalam Halal Lifestyle di Indonesia. Sumber data berasal dari berbagai literatur baik dari buku, jurnal ilmiah dan informasi dari internet, dan sumber data juga berasal dari  pengamatan penulis terhadap kondisi yang terjadi di lingkungan sekitar.

 

Hasil dan Pembahasan

 

Model Strategi Pengembangan UMKM Dalam Halal Lifestyle

 

  

  

  

  

  

  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kampanye Halal Lifestyle

Dalam mengkampanyekan halal lifestyle ini justru harus banyak pihak yang harus terlibat untuk menyebarluaskan halal lifestyle seperti contoh: Pemerintah, Lembaga Pendidikan / Perguruan Tinggi, Lembaga Keuangan Syariah, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Kementrian Agama, Menteri Perindustrian, Menteri Pariwisata, Menteri Perdagangan terkait Halal, bahkan UMKM itu sendiri. Pemerintah sebagai regulator dan pengawas beserta instansi terkait diharapkan menjadi lembaga tertinggi yang menjamin dan selalu mengawasi terwujudnya UMKM halal beserta pengembangannya. Selanjutnya Lembaga Pendidikan / Perguruan Tinggi sebagai akademisi yang selalu melakukan penelitian  memberikan  masukan  terkait dengan produk halal, mulai dari proses sampai ke pasar dan keberlanjutannya  dalam  menghadapi persaingan global. Kemudian MUI bisa membantu mengkampanyekan halal lifestyle dengan cara memberikan nasihat dan fatwa mengenai masalah keagamaan dan kemasyarakatan kepada Pemerintah dan masyarakat, meningkatkan kegiatan bagi terwujudnya hubungan keislaman dan kerukunan antar-umat beragama dalam memantapkan persatuan dan kesatuan bangsa, menjadi penghubung antara ulama dan pemerintah dan penerjemah timbal balik antara umat dan pemerintah guna menyukseskan pembangunan nasional, meningkatkan hubungan serta kerjasama antar organisasi, lembaga Islam dan cendekiawan muslimin dalam memberikan bimbingan dan tuntunan kepada masyarakat khususnya umat Islam dengan mengadakan konsultasi dan informasi secara timbal balik. Kemudian dari kementerian kementerian terkait seperti Menteri Perindustrian, Menteri Pariwisata, Menteri Perdagangan terkait Halal dapat mengkampanyekan halal lifestyle dengan membuat peraturan-peraturan yang memang mendukung terlaksananya gaya jidup halal, seperti membuka sebesar besarnya pariwisata halal, menyetop produk produk impor yang tidak halal, memberikan kemudahan izin bagi UMKM yang memiliki produk halal yang ingin memiliki sertifikasi halal dan lain lain.

Kolaburasi Sebagai Penguatan UMKM

Kolaburasi ini selain sebagai penguatan UMKM, ternyata Kolaburasi atau kerjasama ini juga sudah di perintah oleh Rasulullah Shallahu 'Alaihi wa Sallam yang sering kita dengar dalam hadisnya "Alaykum Bil Jama'ah, Fainna Yadallahi Fauqo Al-Jama'ah". Walaupun mengambil dari keumuman hadis ini yang sebenarnya hadis ini ditujukan agar umat Muslim tidak terpecah belah. Akantetapi secara umum hadis ini memerintahkan untuk selalu menerapkan yang namanya teamwork dalam menguatkan UMKM. Kolaborasi UMKM terhadap pemerintah, swasta, dan akademisi maupun ormas sangat dibutuhkan untuk menciptakan terobosan solusi terbaik dalam mengakselerasi pengembangan produk halal dan transformasi digital di Indonesia.

Kolaburasi ini bisa dilakukan dengan cara, menciptakan rantai distribusi halal, ataupun juga memperbanyak link atau kolaburasi dengan UMKM halal yang sudah besar, ataupun juga bisa dengan menciptakan Lembaga/Asosiasi/Koperasi dengan bekerja sama oleh pemerintah ataupun swasta dalam pengadaan distributor pusat yang halal, sehingga mempermudah UMKM untuk mendapatkan bahan mentah yang dijamin 100% kehalalannya. Sehingga walaupun banyak UMKM yang tidak dan belum memiliki sertifikasi halal, akan tetapi para pelaku UMKM merasakan dampak dari sertifikasi hahal tersebut. Seperti mendapatkan kepercayaan dari para konsumen terhadap produk yang dikeluarkan oleh pelaku UMKM. Lembaga/Asosiasi/Koperasi ini juga bisa memberikan keuntungan bagi para petani dan peternak, selain merekapun mendapatkan tempat untuk mensupply barangnya, mereka juga mendapatkan harga yang tinggi.

Lembaga Keuangan Syariah (Supporting System)

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) khususnya bank memiliki tugas dan fungsi utama yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kepada masyarakat dengan akad-akad yang sesuai dengan syariah Islam. Mengingat fungsi bank adalah menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat, tentu tidak terlepas sasaran bank syariah adalah para pelaku UMKM untuk keperluan usaha yang dijalankan. Maka dari itu LKS dapat mendukung dan membantu penyebaran rantai industri halal melalui mekanisme keuangan dan pembiayaan.

Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dapat  mendukung melalui pembiayaan dan pendampingan teknis dalam pengembangan daya saing UMKM halal. LKS juga diharapkan mampu membantu pengembangan UMKM halal karena memiliki berbagai produk keuangan yang lebih fleksibel, cakupan jenis produk atau akad luas, dan adil melalui sistem kerjasama (partnership) melalui bagi hasil. Lembaga Keuangan Syariah juga dapat membuat sosialisasi melalui event-event yang kepada para pelaku industri halal.

Halal Awareness Bagi Pelaku UMKM 

Halal awareness atau kesadaran akan kehalalan tidak hanya berlaku bagi konsumen selaku pengguna produk, namun juga bagi pelaku usaha, produsen, atau penyedia layanan. Fakta bahwa halal lifestyle telah menjadi tren kekinian menunjukkan bahwa halal awareness konsumen semakin banyak bermunculan. Faktor-faktor yang mempegaruhi kesadaran akan kehalalan produk bagi pelaku usaha UMKM dalam kepemilikan Sertifikat Halal yaitu tingkat pendidikan pelaku usaha dan akses informasi, upaya yang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UKM hanya sebatas upaya preventif. Upaya preventif yang dilakukan adalah memasang spanduk mengenai Sertifikat Halal dan mengadakan penyuluhan. Pelaku usaha UMKM wajib mendafarkan produk yang di perdagangkan agar memiliki Sertifikat Halal. Dan untuk dinas terkait dapat mengawasi dan memberikan pembinaan kepada pelaku usaha UMKM yang belum memiliki Sertifikat Halal. Sertifikasi halal merupakan implikasi dari ada halal awareness pelaku usaha. Artinya, pelaku usaha sadar bahwa kehalalan produk dari hulu hingga hilir adalah penting bagi dirinya dan konsumennya. Sertifikasi halal dilakukan untuk penjaminan bahwa produk makanan dan minuman yang diproduksi telah mencapai standar halal dan dapat dikonsumsi secara aman.

Edukasi Pelaku UMKM Melalui Kebijakan/Regulasi Pemerintah Terkait dengan Halal Lifestyle

Pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan dan pengawasan Jaminan Produk Halal (JPH) untuk meciptakan ketentraman dan kenyamanan bagi masyarakat dalam mengonsumsi atau menggunakan produk halal. Syariah Islam, memerintahkan umatnya agar dari segi barang dan jasa agar memakan atau menggunakan bahan-bahan yang halal, baik, suci, dan bersih. Oleh karena itu umat Islam perlu mengetahui informasi yang jelas tentang halal dan haram mengenai makanan, minuman, obat, kosmetika, produk kimia biologis dan rekayasa genetik. Maka dari itu pemerintah banyak mengelurkan regulasi untuk perlindungan konsumen dan produsen upaya dalam pengendalian keterjaminan kehalalan produk yang beredar dan dan dikonsumsi atau digunakan oleh masyarakat, juga meningkatkan pertumbuhan dan pengembangan industri produk halal yang signifikan mempengaruhi ketentraman dan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

 

Daftar Pustaka

 

Al-Qur'an

 

Arif Pujiono dkk, "Strategi Pengembangan Umkm Halal Di Jawa Tengah Dalam Menghadapi Persaingan Global" Jurnal Indonesian Journal Of Halal, ISSN 2623-162x

 

Bank Indonesia, 2016

 

Data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah 2018 & 2020

 

Dany Saputra dan Annisa Margrit. Artikel di Bisnis.com dengan judul "Survei BI : 87,5 Persen UMKM Indonesia Terdampak Pandemi Covid-19", Klik selengkapnya di sini: https://ekonomi.bisnis.com/read/20210319/9/1370022/survei-bi-875-persen-umkm-indonesia-terdampak-pandemi-covid-19. Diakses pada tanggal 2 Agustus 2021

KBBI online / https://kbbi.web.id/halal

Kotler, P., & Keller, K. L. 2012. Manajemen Pemasaran  Edisi  13  Jilid  I.Jakarta: Erlangga.

Mariana Kristianti dkk, "Website sebagai Media Pemasaran Produk-Produk Unggulan UMKM di Kota Semarang" Jurnal Aplikasi Managemen  (JAM) Vol 13 No 2, 2015 Terindeks dalam Google Scholar

Undang-Undang No.20 Pasal 1 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun