Belajar sepanjang hayat itu sama dengan aktivitas mencuci piring dan perabotan dapur di saat pagi atau malam hari. Sabar satu per satu diasah dan dibilas.
Sedangkan merdeka berarti mendapatkan hak untuk bebas mengatur diri sendiri dengan bertanggung - jawab.
Jika boleh beropini, saya ingin memerdekakan diri dulu dalam menulis. Membiarkan diri bebas menyajikan karya, asalkan itu jujur dari sebuah pengalaman. Asal itu benar dari berita benar.
Dengan kemerdekaan yang saya peroleh, saya berharap termotivasi untuk belajar sepanjang hayat.
Saat tulisan ini sedang dirangkai, saya baru mulai belajar dari orang benar yang bermurah hati. "Kelemahan artikel bapak terletak di penulisan teras", katanya.
Belajar sepanjang hayat juga saya dedikasikan untuk menginspirasi putri kami yang gemar menulis, namun tidak mau dipublikasi.
Setelah merdeka dan belajar sepanjang hayat, semoga harapan menyajikan artikel yang berkualitas dapat tercapai. Begitulah kira - kira jalan pikiran saya sebagai penulis pemula.
Makna Seorang Penulis
Meminjam skemata pengetahuan tentang efek fotolistrik Einstein, bagi saya, seorang penulis dan karyanya dapat dianalogikan sebagai “gelombang” dan “partikel”.
Sebagai gelombang, ia dipantulkan, dibiaskan, didifraksikan, dipolarisasikan, dan diinterferensikan agar melahirkan optika keindahan. Contohnya fenomena fatamorgana, pelangi, dan jejak spektrum pancar atau serap yang khas pada masing – masing jenis ‘materi’.
Ketika sampai kepada titik berarti sebagai ‘kuanta’, ia telah mencapai keberhasilan sebagai pemecah misteri radiasi.
Dengan melampaui frekuensi ambang, paket – paket energi ‘kuanta’ “menginspirasi” elektron yang bermuatan negatif untuk ‘lepas’ dan ‘bergerak’ dari elektroda negatif ke arah elektroda positif.