"Kau memang tidak tahu apa maksudnya sekarang. Tapi suatu saat nanti kau akan mengerti di balik semua itu. kami berikan kau sebotol minyak wangi. Suatu saat, kau akan membutuhkan botol ini. Ambillah Nayla anakku sayang". Peri hutan memberinya botol indah. Nayla menerimanya sambil menangis. Ternyata peri hutan tak bisa membantunya. Ia hanya memberikan sebotol minyak wangi yang Nayla tidak tahu apa gunanya minyak wangi tersebut.
Nayla yang kecewa kembali ke pantai. Setibanya disana. Ia teringat sesuatu. Sesuatu yang biasanya bersenandung di pantai setiap pagi. iya, Putri duyung. Itulah yang ada di fikiran Nayla saat itu. mungkin mereka bisa membantu Nayla.
Nayla membuat rakit dari pohon bambu. Hanya demi untuk menemui putri duyung itu. Berhari-hari, Nayla terus mengikat bambu satu persatu. Tangannya yang kurus dan lemah dipakai bekerja. Berdarah-darah. Hingga seminggu berlalu. Rakit yang amat buruk bentuknya itu selesai. Malam itu juga Nayla menaikinya, mangayuhnya menuju gugusan karang yang begitu tajam. Mencari putri duyung.
Seminggu lebih rakit Nayla terombang-ambing di atas laut samudera. Tali rakit yang dinaiki Nayla merapuh. Mulai lepas satu persatu. Tapi ia tetap tidak bertemu dengan putri duyung. Hanya senandung lagunya yang terdengar semakin dekat. Namun sosoknya tak pernah terlihat.
Pada suatu malam. Waktu Nayla masih terombang-ambing di atas samudera. Hujan badai menggempurnya. Rakit Nayla hancur berantakan. Nayla berpegangan pada sepotong bambu dari beraian rakitnya. Berharap sebelum kematiannya datang penjelasan di mana ayah ibunya berada. Maka, entah bagaimana caranya. Lima ekor putri duyung mengelilingi tubuh Nayla yang hampir tak sadarkan diri.
"Wahai anakku yang malang. Ada apa kau jauh-jauh datang kesini?". Salah satu putri duyung bertanya prihatin. Nayla membuka matanya. Mendesah. Lalu berkata.
"Ayah, Ibu. Dimana mereka. Tolong kembalikan mereka padaku". Putri duyung tersenyum, seolah memamerkan gigi taringnya yang indah sambil mengelus-ngelus rambut Nayla yang basah. Ia memberi tahu kalau kepergian mereka hanya untuk menjemput kebahagiaan Nayla. Nayla yang masih terapung di tengah badai. Berteriak marah.
"Inikah yang dinamakan kebahagiaan?". Â Putri duyung menghela napas. Tidak tega melihat tubuh Nayla yang kurus kering. Wajah pucat pasi. Lantas putri membisiki sesuatu ketelinganya yang diikuti dengan suguhan satu botol yang berisi air kehidupan di dalamnya.
"Ambillah, gunakanlah dengan baik".
Nayla jatuh pingsan. Dan putri duyung mengantarnya ke tepi pantai.
Pagi itu. dimana mentari menampakkan keelokannya. Gelombang ombak lautan yang indah menerpa pasir pantai. Air laut menyentuh ujung-ujung kaki Nayla. Ternyata putri duyung jugak tidak tahu kemana ayah ibu Nayla pergi. Nayla kembali menangis di atas gundukan pasir. Menatap luasnya laut. Luasnya alam. Ia bertanya padanya.
"Kemana lagi aku harus mencari tahu".
Setelah kesana-kemari Nayla mencari bantuan untuk mencari ayah ibunya. Namun semuanya sia-sia. Ia memutuskan untuk menulis pesan. Nayla mencari kertas dan botol di hutan. Lalu ia menulis pesan pendek didalamnya.
"Ayah, Ibu. Nayla rindu. Nayla amat rindu"
Lantas Nayla melemparkan botol yang berisi surat itu sekeras tenaga ke lautan samudera. Ia berharap. Semoga ayah ibunya membalas surat Nayla. Itulah yang dilakukan Nayla sejak hari itu.