Mohon tunggu...
Ali Al Harkan
Ali Al Harkan Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa, aktualisasi, mengejar impian besar. | www.batiksastra.blogspot.com | | www.facebook.com/aharkan | | www.twitter.com/@aharkan |

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hidup di Sekolah, Tapi Tidak Hidup di Kehidupan

5 Februari 2012   00:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:03 630
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Atau marah

Atau sedih

Atau takjub, mendengar kisah bapak/ibu tua bijaksana yang mendongeng tentang petualangan hidupnya sepanjang mesin kereta api menderu: ada kisah sejarah purnawirawan yang telah menempuh separo dunia, hingga kemalangan seorang ibu yang tak mempunyai famili

Tapi ada juga cerita-cerita dari anak muda: dari yang pemalu hingga 'berandalan', sempat diserbu gerombolan anak 'Punk' atau juga obrolan memusingkan tentang mata kuliah oleh anak-anak kuliahan yang sama-sama pulang/balik kampung

Atau perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan ketikan digital

Memang itulah yang saya maksudkan bahwa kereta api menimpan banyak kisah

Saya boleh memulainya dengan kisah pertama?

-sebelumnya mungkin cerita ini tidak indah dinilai dari segi sastra sebab saya tidak menawarkan konflik tinggi dan resolusi tak terduga yang membuat orang lain terbawa, sebab cerita saya bukanlah cerita yang menarik bagi kebanyakan orang. Ini menjadi 'cerita' bagi saya sebab kenangannya lah yang menjadikannya 'cerita'. Toh ini memang tidak saya desain untuk menjadi sebuah buku cerita.

-Dan sebenarnya ini memang bukan cerita

Minggu, 20 November 2011 saya berangkat dari stasiun Kota Baru Malang. 'Beruntung', di Malang usai diadakan konser besar di lapangan Rampal yang mengundang band-band ibukota. Dan penontonnya adalah sekumpulan -ribuan- anak Punk dari berbagai daerah di Jawa Timur. Minggu pagi adalah waktu mereka kembali ke daerah asal masing-masing. Iya sekali!

Saya bertiket bernomor tempat duduk. Dan saya duduk di kursi di gerbong yang tepat. Namun saya sepertinya 5 dari 6 menjadi kursi kosong sebab orang-orang tidak menghiraukan nomor kursi yang menurut mereka menyusahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun