Mohon tunggu...
Mohamad Agus Yaman
Mohamad Agus Yaman Mohon Tunggu... Freelancer - Seniman

kreator Prov. Kep. Bangka Belitung

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seniman suka memotivasi dirinya sendiri

5 November 2020   11:06 Diperbarui: 6 November 2020   13:57 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penata tari (koreografer) dikenal seniman bidang seni tari. Secara psikologis, mereka mempelajari seni tari tradisional, modern dan kontemporer. selain itu mereka juga harus menekankan prilaku yang baik-baik pada anak didiknya, dan menetralisir pada proses mental yang akan atau yang terjadi pada anak didiknya, selalu berusaha memberi suasana senang, bahagia dan menciptakan sikap kekeluargaan, agar anak didiknya merasa betah dan senang dalam pembelajarannya.

Kebanyakan penata tari memiliki kecerdasan di atas rata-rata, demikian juga dengan komposer, penata busana dan penata artistik, mereka memiliki ingatan yang kuat dan juga thingking yang hebat karena mereka harus selalu memutar otak pada saat tenang maupun saat keadaan mendadak lalu mentranfer (memindahkan) yang ada dalam pikirannya kepada anak didiknya, untuk itu koreografer sangat mengharapkan anak didiknya cekatan dalam memanfaatkan waktu yang ada. Apalagi saat menciptakan suatu maha karya, mereka mesti berpikir keras bagaimana cara menyatukan seni tradisional dengan seni modern ke dalam seni pertunjukan pada jaman ini, agar disukai penonton.

Mereka harus selalu belajar (learning). Setiap saat koreografer harus selalu belajar, belajar dan belajar baik saat sebelum tidur, saat makan, saat duduk dan sebagainya, baik belajar dari media sosial, dari anak didiknya, khayalan, dari buku dan cerita-cerita seniman/budayawan lain agar kemampuannya semakin meningkat dalam menggarap seni pertunjukan. 

Mereka harus memiliki logika yang kuat selain menggunakan instingnya. Kepribadian seniman ini sulit untuk diprediksi, karakternya kadang melebihi orang biasa, artinya memiliki karakter yang kuat atau tegas, karena tarian yang ia ciptakan harus memiliki karakter yang kuat sebagai identitas dirinya. Tiap gerakan, tiap adegan harus tegas agar terlihat maksimal.

Mereka juga selalu bereksperimen dalam membuat gerakannya apalagi gerakan yang di angkat dari gerak tari tradisional lalu membuat gerakan tari versi baru. 

Loyalitas mereka juga tinggi terhadap anak didiknya, dan kehendak serta keinginannya untuk menciptakan maha karya sangat kuat, apalagi jika sudah menemukan ide yang menurutnya bagus. Mereka selalu optimis untuk mendapatkan penghargaan terhadap karya tarinya, bukan hanya berupa materi tapi juga pengakuan. 

Kekuatan yang ada pada diri seniman itu ada pada motivasinya, mereka selalu memotivasi diri sendiri untuk membuat karya yang bagus, meneliti sedetail-detailnya dalam mengerjakan karya seninya, karena mereka tahu ada hubungan timbal balik antara apa yang akan mereka dapatkan dari karyanya dan apa yang dihasilkan dari hasil karyanya. 

Mereka tahu kesempatan besar akan datang jika mereka menciptakan mahakarya yang indah. Untuk itu merupakan cita-cita para seniman tari bisa menciptakan tari pada pembukaan-pembukaan acara besar seperti; pembukaan PON, Olimpiade, dan pembukaan lainnya.

Mereka juga mengerti jika hasil karya yang mereka buat adalah menggambarkan perilaku mereka dan menggambarkan kedaerahannya. Indah atau tidaknya karya tari mereka berdasarkan dari hasil sikap, sifat, martabat (daya/nilai motivasi), serta komunikasi kepada anak didiknya. 

Semua itu dapat dilihat dari karyanya, karena imej karyanya langsung bersangkutan dengan dirinya dan menggambarkan karakter dan disiplin yang ada dalam dirinya dan anak didiknya. Namun mendapat hasil yang memuaskan sudah pasti harus sesuai dengan karya ciptanya.

Mereka selalu berusaha untuk mempertahankan rasa optimis saat menggarap tarian, karena itu merupakan salah satu penggerak yang mendasar bagi seniman untuk melakukan suatu karya yang luarbiasa. 

Dengan adanya usaha yang keras, maka hasil yang di dapat akan sesuai dengan tujuannya. Mereka mempunyai keinginan untuk selalu memiliki ide-ide baru, baik pada waktu yang diinginkan atau tanpa waktu yang ditentukan, oleh karena itu kadang mereka akan bilang, "sedang tidak ada ide." 

Kadang berkata di waktu tertentu, "aku ada ide." Jadi ide itu muncul tergantung pada situasi ataupun suasana pikiran dan hati mereka, pada saat melihat sesuatu yang menarik.

Tujuan mereka tentang nilai jual karyanya adalah penentu prestasinya (nilai jual disini bukan berupa harga tapi penilaian dari masyarakat dan penikmat seni) dan sebagai alat untuk mencapai tujuannya nanti, dianggap sebagai koreografer profesional. Mereka juga tak segan mengeluarkan imajinasinya apabila di minta orang lain untuk membantu membuat karya tari. 

Imajinasi yang dikeluarkannya akan disesuaikan dengan tema yang diinginkan, dan tempat pementasan dan juga siapa penontonnya, apakah para pejabat, perusahaan swasta atau masyarakat umum. Mereka berimajinasi menggunakan properti apa, busana apa, musik bagaimana dan sebagainya. 

Dengan sendirinya seni pertunjukan yang dikehendaki itu akan keluar dari pikirannya dan ia dapat menjelaskan dengan rinci, walau yang akan terjadi dilapangan akan berbeda, namun berdasarkan pengalaman mereka akan bisa meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan, kecuali kejadian/musibah alam. 

Apabila perbuatan/pemikiran ini mereka lakukan berulang-ulang, maka pada suatu waktu dengan hanya membaca/mendengar singkat keinginan panitia saja maka ide-idenya akan keluar seketika, dengan mengkait-kaitkan pengalaman dan karya yang sudah pernah ia buat maka akan semakin mudah baginya membuat karya tari baru.

Kesulitan atau tantangan bagi mereka adalah apabila di minta membuat tari massal atau tari kolosal yang membutuhkan ratusan hingga ribuan penari dengan menggunakan properti yang megah. Apalagi bagi koreografer di daerah-daerah, mereka akan kekurangan penari handal/profesional. 

Jadi biasanya mereka mempergunakan anak-anak sekolah yang sama sekali tidak pernah menari, mental dalam panggung pentas pun tidak ada sama sekali, jadi pengharapan terakhirnya adalah kecerdasan anak-anak tersebur. 

Kadang dalam proses memberi pembelajaran kepada anak didiknya, mereka harus dimarahi sebagai uji mental apabila nanti mendapat kritikan dari masyarakat, mereka harus latihan rutin, disiplin agar pementasan nanti maksimal. 

Hampir setiap saat anak didiknya menjadi gugup apabila koreografer mulai meninggikan suara, karena keteledoran/kelalaian mereka. Namun percayalah, lambat laun mereka akan terbiasa, dan mental mereka pun akan semakin kuat disertai sikap disiplin yang patut diancungi jempol. 

Inilah respon atau reaksi dari apa yang diajarkan koreografer terhadap mereka yang tidak mengerti apa-apa tentang pementasan menjadi mengerti. Biasanya respon anak didik akan semakin positif, demikian itulah pentingnya latihan rutin agar menjadi pembiasaan diri mereka sendiri. Muncullah perilaku positif yang semakin kuat.

Koreografer biasanya melihat tingkah laku anak didiknya, karena dalam proses mengajar ia harus tahu apa kekurangan pada diri anak didiknya dan ini berdasarkan pengalamannya dalam mendidik. 

Jadi koreografer lebih menitikberatkan pada tingkah laku anak didiknya, membentuk tingkah laku mereka menjadi poitif agar mudah beradaptasi pada lingkungannya dan mudah menguasai gerak-gerak tari garapannya. Kemajuan anak didik adalah harapan mereka.

Koreografer juga seringkali memberikan hadiah, pujian, penghargaan, dll kepada rekan kerja dan anak didiknya agar sikap kekeluargaan semakin kuat. 

Contohnya pada saat ada yang berulang tahun, maka mereka akan di beri kejutan oleh koreogrfer bersama-sama dengan anak didiknya yang lain. Contoh lainnya seperti saat mereka mendapat juara pada festival ataupun parade tari, mereka akan mendapat hadiah/bonus, dapat berupa uang, barang, makan bersama atau jalan-jalan. 

Walau nilainya tidak besar namun kegembiraan (respon) akan sangat membahagiakan. Akhirnya, mereka akan menjadi lebih termotivasi dan semakin bersemangat untuk di kemudian hari, dan seterusnya mereka akan lebih giat lagi untuk lebih maju dan hebat.

Menjadi seorang koreografer tidak bisa menjadi begitu saja, ada tahapan-tahapan atau proses yang harus mereka lalui, walau mereka bukan berasal dari pendidikan formal, seorang penari/koreografer otodidak (orang yang mendapat keahlian dengan belajar sendiri) pun dapat menjadi koreografer. Adapun menurut pandangan dan pengalaman saya menjadi seorang koreografer harus melewati beberapa tahapan, seperti:

1. Tahapan/proses fisik.

Disini, seorang koreografer harus menjadi penari dahulu, mulai dari belajar menari, mengolah tubuh, belajar seni tradisional daerahnya dan kemudian belajar/mengenal seni tradisional daerah-daerah lain. 

Ia seperti diharuskan menguasai seni tradisional daerahnya sendiri, baik itu tarian, musik, busana, properti dan sebagainya, karena ini penting untuk memperkuat jati dirinya sendiri, memperkuat kreativitasnya dan memperkuat akar tariannya. 

Namun jika ia ingin menjadi koreografer kontemporer maka ia bebas untuk tidak menguasai seni tradisional tersebut. Tapi saya sarankan untuk tetap menguasainya karena seni tradisional itu penting adanya.

2. Tahapan panca indera.

Proses ini alamiah tergantung dari individu masing-masing, namun disini ia harus mengolah pikiran dan hati/rasa. Rasa mencintai seni pertunjukan, optimis untuk bisa, dan juga pikirannya harus mengolah seni tradisional menjadi pertunjukan modern (mengikuti perkembangan masyarakat/jaman). Seniman biasanya memiliki kepekaan yang tinggi untuk mencapai hal tersebut.

3. Tahapan psikologis.

Tahapan/proses disini adalah berasal dalam diri sendiri yang menyangkut sikap/sifat ataupun karakter. Ia harus bisa berbaik hati terhadap seniman/budayawan lain dan harus bisa menjadi terbaik dalam menggarap tariannya, harus mampu menciptakan karya yang baik dan bagus. ini merupakan motivasi bagi dirinya sendiri agar tidak mudah menyerah.

4. Pengalaman.

Pengalaman menentukan ia menjadi koreografer profesional, pengalamannya sejak menjadi penari dan mempelajari cara koreografernya mengajar merupakan pembelajaran baginya. 

Memperhatikan pola-pola lantai yang diajarkan kepada mereka, serta cara mereka mengayomi anak didiknyam menjadikan diri mereka siap untuk membuat karya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun