Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelukan Doa di Tengah Hujan

23 Oktober 2024   11:25 Diperbarui: 23 Oktober 2024   11:49 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com/author/gfxshahed

Kami melangkah keluar masjid, dan di luar, anak-anak yang bermain di genangan air terlihat sangat bahagia. Karim mulai bercerita tentang keluarganya yang baru saja pindah ke desa ini. Dia menjelaskan betapa sulitnya beradaptasi, terutama dengan lingkungan baru.

"Tapi, suara selawat ini selalu mengingatkanku untuk bersyukur," ucapnya, sambil memandang ke arah masjid.

Aku bercerita tentang Ibu, bagaimana beliau selalu mendidikku untuk mengingat nilai-nilai agama dalam setiap langkahku. "Setiap kali ada acara di masjid, Ibu selalu mengajak kami. Dia bilang, di sinilah kita bisa menemukan kedamaian," kataku, merindukan sosoknya.

Karim tersenyum. "Keluarga itu penting. Mereka adalah pilar dalam hidup kita." Dalam kebersamaan kami, aku merasa ikatan yang semakin erat terjalin, seperti benang-benang halus yang tak kasatmata mengikat hati kami.

Saat matahari mulai naik, kami berjalan menyusuri jalanan yang basah, menapaki genangan air yang bersih setelah hujan.

"Kita bisa mengadakan acara berbagi makanan untuk anak-anak di sini," saran Karim. "Kita bisa mengundang mereka dan mengajarkan tentang selawat, agar mereka juga merasakan ketenangan ini."

Ide itu menggetarkan hatiku. Kami sepakat untuk mengumpulkan teman-teman lainnya dan bekerja sama. "Mari kita buat sesuatu yang berarti," kataku bersemangat.

Setiap hari aku dan Karim bertemu, merencanakan acara tersebut. Kegiatan kami menyebar dari satu masjid ke masjid lainnya, mengajak teman-teman dan saudara untuk bergabung. Suasana komunitas yang hangat, penuh harapan, dan kasih sayang tumbuh di antara kami.

Namun, di balik semua itu, ada kabar yang kurang menyenangkan. Pak Ahmad, petani yang selalu berdoa di masjid, mengalami gagal panen. Tanahnya terendam banjir. Tanaman padi yang baru ditanam semuanya hancur. Rasa keprihatinan menyelimuti kami.

Pak Ahmad adalah sosok yang selalu mengajarkan kepada kami arti keteguhan dan keikhlasan. Sekarang, ia terlihat lebih pendiam, seolah kehilangan semangat.

"Karim, kita perlu melakukan sesuatu untuk Pak Ahmad. Kita harus bantu dia," ajakku. "Mungkin kita bisa mengumpulkan donasi dari teman-teman untuk membantu biaya hidupnya sementara ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun