Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Pelukan Doa di Tengah Hujan

23 Oktober 2024   11:25 Diperbarui: 23 Oktober 2024   11:49 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: freepik.com/author/gfxshahed

Belum sepenuhnya nyaman. Genangan itu masih memenuhi jalanan yang berlubang. Sisa hujan deras semalam baru terlihat surut saat kudengar selawat tarhim dari loudspeaker Masjid Al Huda, yang berjarak lima rumah dari rumahku.

Suara merdu itu mengalun lembut, membawa ketenangan di tengah hiruk-pikuk jalan yang licin. Terbayang sosok-sosok tua di masjid, duduk melingkar di karpet berwarna hijau, menunggu giliran untuk mengucapkan selawat dengan penuh khusyuk. Di saat-saat seperti ini, aku merasa terhubung dengan mereka, meskipun hanya dari kejauhan.

Mendengar suara itu, hati ini bergetar. Tak lama setelah itu, teringat pada Ibu. Setiap kali selawat tarhim dibacakan, Ibu akan berkata, "Dengarkan, Nak. Itu adalah panggilan untuk kita semua. Segeralah ke masjid. Pakai pakaian yang sudah Ibu seterika di lemari."

Panggilan yang selalu mampu menggetarkan hatiku, mengingatkan bahwa meskipun dunia luar kadang tak nyaman, ada ketenangan yang bisa kita temukan dalam doa dan cinta kepada Nabi.

***

Aku menatap genangan air di depan rumah. Beberapa anak kecil mulai bermain, menciptakan riak-riak kecil dengan langkah mereka yang ceria. Lantas, tanpa sadar, langkahku mengikuti irama yang lembut. Kaki ini melangkah, tergerak untuk mendekat ke arah masjid, tempat di mana harapan dan doa berkumpul.

Setiap langkah terasa lebih ringan, seakan menghilangkan beban di pundakku. Saat aku sampai di halaman Masjid Al Huda, aroma tanah basah dan segarnya udara pagi menyambutku.

Di dalam masjid, terlihat jemaah sudah berkumpul. Wajah-wajah mereka cerah penuh harapan. Ada Pak Ahmad, seorang petani yang selalu berdoa untuk panen yang baik. Dia yang acap membagi hasil panen pada para tetangga dekatnya.

Juga Bu Endang, perempuan yang sudah lama menjanda dan hidup bersama kucing-kucingnya, yang tak pernah absen hadir, meski kondisi kesehatannya kadang menghalanginya.

Mendengar suara selawat yang terus berkumandang, aku merasa seolah-olah berada di dalam pelukan kasih sayang yang tak terhingga. Rasa damai memenuhi jiwaku. Tanpa ragu, aku melangkahkan kaki memasuki masjid.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun