Hingga kini, kita belum pernah mendapat informasi, apakah Muhammadiyah sudah melakukan studi kelayakan untuk menakar seberapa besar kepuasan konsumen media-media produk Muhammadiyah tersebut.
Kedua, keberadaan media-media produk Muhammadiyah, baik official maupun afiliasi, sekarang masih belum kompetitif dalam melakukan akselerasi perebutan wacana. Kenyataan ini dapat dilihat dari isu-isu penting dan strategis yang  menyentuh Muhammadiyah tidak tersosialisasikan secara baik dan cepat.
Pengejawantahannya juga tidak menyeluruh. Distorsi informasi masih kerap terjadi. Hal ini pada gilirannya memantik ketidakpuasan. Jika hal ini dibiarkan tentu akan melahirkan kekecewaan, khususnya yang dirasakan anggota dan simpatisan Muhammadiyah.
Untuk melihat keberpihakan media massa dalam memberitakan sebuah peristiwa maupun pendapat, dapat diketahui dengan metode analisis wacana (discourse analysis).Â
Untuk yang satu ini kita bisa belajar dari pandangan James Paul Gee dalam buku An Introduction to Discourse Analysis, Theory and Metode, bahwa penggunaannya tidak cukup ciri-ciri kuantitatif dari analisis isi, tapi memusatkan diri pada bagaimana bahasa yang digunakan untuk memerankan kegiatan, pandangan, dan identitas.
Ketiga, kemasan media Muhammadiyah harus benar-benar bisa diterima pembaca yang notabene memiliki banyak pilihan media yang layak dikonsumsi. Dengan demikian, tuntutan membuat media yang menarik simpati pasar, tanpa melepaskan visi dan misi Muhammadiyah, adalah sebuah keharusan.
Dengan bekal manajemen yang baik, tentu akan mendukung proses pengembangan jaringan kerja (networking) dengan elemen lain di luar Muhammadiyah.
Dalam konteks ini, jaringan kerja dipahami sebagai proses aktif membangun dan mengelola hubungan yang produktif, luas, kokoh, baik secara personel maupun organisasi.
Hubungan itu bisa terjalin bila individu-individu di dalamnya memiliki kualitas sumber daya yang relatif baik. Persyaratan ini membawa implikasi logis, bahwa jaringan kerja tercapai bila didasarkan hubungan kesetaraan dan kesejajaran. Sehingga yang dihasilkan akan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme).
Lewat cara ini, diharapkan akan lebih gampang mengurai persoalan-persoalan krusial yang kerap melilit organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah. Di antaranya urusan pendanaan, penyediaan sarana dan sarana, serta pelebaran jaringan kerja.
Kurun waktu terakhir, perkembangan media massa mensyaratkan terjadinya persaingan keras. Di sini, peran media-media Muhammadiyah harus mampu menandingi dan menetralisasi segala kekeliruan informasi yang bisa berdampak buruk bagi umat. (agus wahyudi)