Kedua, pengembangan kawasan wisata sejarah ini harus memberikan dampak ekonomi yang siginifikan kepada masyarakat sekitar. Karena hal itu sangat diharapkan mayoritas masyarakat di sana.
Masyarakat harus diperankan secara aktif. Jangan cuma jadi penonton. Mereka tidak sekadar melihat hadirnya banyak orang di Peneleh, tapi juga bisa mendapatkan hasil dari aktivitas yang mulai padat di Peneleh.
Ketiga, untuk mendukung aktivitas pengembangan kawasan, warga juga harus mendapat edukasi dan transfer pengetahuan yang baik. Tidak bisa dibiarkan tanpa ada panduan dari pemegang kebijakan.
Jika urusan faktor keramahan mungkin tidak jadi masalah, namun menjadikan masyarakat lebih punya mentalitas berusaha, membuka dan menangkap peluang bisnis, dan lainnya itu bukan perkara mudah.
Keempat, untuk menyukseskan program ini harus ada pendampingan dari para stakeholder kota. Bukan hanya para bikrokrat, tapi juga akademisi, pengusaha, praktisi, pegiatan sejarah, dan lainnya.
Euforia masyarakat di Peneleh harus ditangkap sebagai energi baru. Maka, sudah selayaknya pemegang kebijakan bisa menyalurkan kepada hal-hal yang lebih kreatif dan produktif. Setidaknya untuk membangkitkan atmosfer di kawasan Peneleh.
Kelima, tugas yang lebih berat pasca launching pengembangan kawasan Peneleh adalah menjaga keberlanjutannya. Parameternya bukan sebulan atau dua bulan, tapi seterusnya.
Untuk itu, harus ada inovasi dan kerasi jika ingin bertahan dan berkembang. Jangan sampai Peneleh bernasib seperti Kya-Kya Kembang Jepun yang dalam perjalannnya cenderung meredup.
Peneleh punya banyak keunikan dan kelebihan. Bukti nyata, kawasan itu mampu mencuri perhatian banyak orang sebelum ditetapkan sebagai kawasan wisata sejarah.
Sekarang, kita tunggu, seperti apa jadinya Peneleh ke depan. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H