Yang terakhir tentu Makam Belanda Peneleh. Tempat yang legendaris. Sejumlah makam yang masih relatif utuh. Tapi selebihnya sudah rusak. Ada badan makam yang telah berlubang, batu marmer nisan banyak yang hilang, dan lainnya.
Beberapa tokoh penting terkait perkembangan sejarah Surabaya dimakamkan di sini. Ada makam pejabat Dewan Hindia Belanda P.J.B. De Perez dan Gubernur Jendral Hindia Belanda Pieter Merkus.
Wakil Direktur Mahkamah Agung Hindia Belanda Pierre Jean Baptiste de Perez juga dimakamkan di Peneleh. Pun, Van Der Tuuk, seorang penerjemah dan ahli bahasa terkemuka masa itu.
Kawasan Peneleh sebelumnya dianggap kawasan "mati". Kawasan itu terlihat ramai pada pagi hingga sore. Sekira jam 5 sore. Di liuar jam itu tidak banyak kegiatan. Di sana ada beberapa usaha ekspedisi, hotel melati, percetakan, dan toko kelontong.
Tahun 2018, para pegiat sejarah Begandring Soerabaia mulai menyemarakkan aktivitas berbau sejarah di Peneleh. Mereka memperkenalkan banyak objek sejarah yang sangat penting diketahui untuk melihat perkembangan Kota Surabaya.
Lamat tapi pasti, Peneleh mulai "hidup". Banyak orang mulai datang, khususnya pada hari Sabtu dan Minggu. Makam Peneleh mulai banyak dikunjungi wisatawan. Pun dengan kampung-kampung di kawasan Peneleh.
***
Menjadikan Peneleh sebagai pengembangan kawasan wisata bukanlah pekerjaan ringan. Tantangannya cukup berat. Ada beberapa catatan yang musti dicermati.
Pertama, Peneleh bisa dibilang kawasan multikultural. Masyarakat yang hidup di sana berasal dari berbagai macam latar belakang. Itu sebabnya, menciptakan kerukunan, keguyuban, keakraban dan saling menghormati yang dijaga dan dirawat.
Jangan sampai suasana baru yang lahir dari kebijakan pengembangan kawasan wisata tersebut memicu ketegangan di tengah masyarakat. Untuk itu, pilihan untuk merangkul tokoh agama dan tokoh masyarakat disana menjadi sangat penting.