Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Serunya Blusukan di Kampung Peneleh Bareng Pekerja Difabel

2 Januari 2023   22:34 Diperbarui: 3 Januari 2023   15:16 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir hayatnya, sebut Kuncarsono, sungguh misteri. Pilihannya pindah ke Surabaya saat sakit menjadi tanda tanya sampai sekarang. Menurut, Rob van de Ven Renardel, satu ahli waris elite zaman Belanda yang dimakamkan di Peneleh, keputusan Merkus keluar ibu kota, bahkan saat sakit, menimbulkan teka-teki di sejarah Belanda.

Jelajah sejarah berikutnya, para difabel diajak ke Sumur Jobong. Lokasinya di Pandean Gang I, sekitar 75 meter dari Makam Belanda Peneleh. Ini sumur yang fenomenal.

Sumur Jobong adalah peninggalan era Kerajaan Majapahit, sekitar abad 15. Sumur ini berada di bawah permukaan tanah dan masih mengeluarkan air yang jernih dan segar.

Usai dijelaskan oleh pemandu, para difabel tertarik untuk merasakan air Sumur Jobong. Satu per sati dari mereka menuruni dan masuk ke dalam ruang bawah tanah di mana sumur berada.

Para difabel tersebut dibantu Agus Santoso, juru pelihara (jupel) Sumur Jobong. Mereka kemudian mengambil air dengan dengam cebuk mandi, lalu membasuhkan air sumur itu ke mukanya.

Dengan bahasa isyarat, mereka mengaku merasakan kesegaran air sumber di Sumur Jobong itu. Seperti kebiasaan mereka kalau mengambil air wudhu sebelum melaksanakan salat.

Objek terakhir jalan jalan sejarah ini adalah Rumah Lahir Bung Karno di Pandean IV. Kali pertama ditemukan jejak sejarah rumah ini kemudian membalikkan sejarah, jika Soekarno tidak lahir di Blitar, melainkan di Kota Surabaya.

Rumah Lahir Bung Karno ini merefleksikan dimulainya lembar sejarah pergerakan hingga kemerdekaan. Di mana Soekarno kecil, remaja, dan dewasa tinggal lama di Surabaya.

Sayang, saat dikunjungi, Rumah Lahir Bung Karno yang masih dalam proses dimanfaatkan sebagai museum. Jadi tidak bisa melihat seisinya. Para pekerja difabel hanya bisa berfoto di depan dan mengintip dari lubang kunci.

Penjelajahan berakhir. Para difabel benar-benar antusias menikmati jalan-jalan-jalan ini. Mereka kepingin kembali lagi, blusukan lagi. Menikmati cerita-cerita sejarah yang sama sekali belum diketahui. (agus wahyudi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun