Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengintip Kaum Disabilitas Bekerja di Usaha Konveksi

4 November 2022   22:44 Diperbarui: 4 November 2022   23:12 846
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penyandang disabilitas menjahit baju di Arsyadina. foto: abdullah munir

Beberapa hari lalu, saya berkunjung ke Arsyadina, usaha mikro kecil menengah (UMKM) di Surabaya. Ini setelah hampir dua tahun saya tidak bertemu dengan seorang kawan lama, M. Arif Sayfuddin, pemilik usaha tersebut.

Saya surprise melihat banyak perubahan di konveksi yang didirikan sejak 2012. Usaha yang dirintis dari nol dengan perjuangan yang berat, terutama saat masa pandemi covid-19. 

Awalnya, Arif mengontrak rumah di Jalan Simo Tambakan. Sebelum sewanya habis, Arif lantas membeli sebidang tanah yang lokasinya tak jauh dari bekas kontrakannya, yakni di Jalan Simo Sidomulyo.

Tanah yang dibeli Arif tersebut luasnya 8x21 meter persegi. Berada di lokasi lumayan strategis. Dekat dengan Apartemen Gunawangsa Tidar, di belakang Polsek Sawahan, Surabaya.

Dari tanah itu, Arif kemudian membangun workshop. Pembangunan dilakukan tahap demi tahap. Dari satu lantai kemudian bertambah menjadi dua lantai. Awal bulan ini, Arif menyelesaikan pembangunan lantai tiga. Tinggal tahap finishing.

Bukan cuma itu saja. Peralatan untuk menunjang usaha konveksi jumlahnya bertambah. Dari mesin jahit kecepatan tinggi, mesin potong, mesin obras benang, mesin pelubang kancing, setrika uap listrik, dan lain sebagainya. 

Beberapa mesin yang didatangkan tersebut sebagian dibeli dari sejumlah pelaku usaha konveksi yang bangkrut. Mereka yang tidak bisa melanjutkan usaha alias tutup lantaran sepi orderan.

Satu lagi yang membuat saya senang dan terharu. Sebelumnya, Arsyadina merekrut dua tenaga dari kaum disabilitas. Mereka tuna rungu wicara. Keduanya diajari menjahit sampai mahir.  

Tahun ini, Arsyadina merekrut 13 penyandang disabilitas, separo dari total tenaga kerjanya yang berjumlah 26 orang. Jauh melebih ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.

Aturannya, sesuai UU 8/2016 tersebut, perusahaan swasta wajib mempekerjakan paling sedikit 1 persen pekerja dengan disabilitas dari total pekerja. Kalau di Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, dan BUMD wajib mempekerjakan paling sedikit 2 persen.

Pada 1 November 2022, ke-13 penyandang disabilitas itu  menandatangani kontrak kerja di Arsyadina. Selain meneken surat kontrak kerja, para penyandang disabilitas juga menerima buku tabungan Bank BRI. Berikut seperangkat seragam kerja berupa kemeja dan kaus.

Menerima instruksi sebelum bekerja. foto: abdullah munir    
Menerima instruksi sebelum bekerja. foto: abdullah munir    

***

Saya melihat seisi ruangan di konveksi Arsyadina. Cukup rapi untuk ukuran usaha yang bertumbuh. Masing-masing divisi dikelompokkan. Yang terbanyak tentu para penjahitnya. Di antara mereka ini ada beberapa tuna rungu wicara.  

Bagaimana ceritanya Arsyadina bisa merekrut mereka hingga mereka? Arif Sayfuddin mengaku menerima kaum disabilitas dari Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Surabaya. Sebelumnya, disnaker menerima surat lamaran kerja dari kaum disabilitas itu.

Oleh disnaker kemudian disalurkan ke beberapa perusahaan dan pelaku usaha yang membutuhkan, salah satunya Arsyadina. Dari 13 orang penyandang disabilitas tersebut, delapan di antaranya Sekolah Luar Biasa (SLB) Karya Mulia Surabaya, sisaanya berasal dari SLB lain.

Setelah direkrut, para penyandang disabilitas tersebut menjalani masa training atau magang. Dalam proses itu, Arsyadina dibantu dua orang yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan mereka untuk mempermudah dalam menyampaikan instruksi saat bekerja.

"Karena terbukti sudah bisa menjalankan pekerjaan sesuai instruksi, akhirnya kami kontrak mereka selama setahun," tutur pria kelahiran Surabaya, 25 Januari 1989 ini.

Para penyandang disabilitas itu, imbuh Arif, ditempatkan di divisi sesuai ketrampilan yang dimiliki. Ada yang ditempatkan bagian memotong, menjahit, dan cleaning service.

Tidak semua kaum disabilitas yang bekerja tuna rungu dan wicara. Ada satu orang tunagrahita. Dibandingkan penyandang disabilitas lainnya, dia cukup sulit mengikuti irama kerja di Arsyadina. Tugas yang diberikan tidak pernah kelar. Pada akhirnya, dia memilih untuk membantu bersih-bersih kantor saja.  

 Sementara kaum disabiltas lainnya tidak mengalami hambatan besar dalam bekerja. Biasanya, Arif memberikan tugas sehari sebelum mereka bekerja. Kalau butuh cepat juga bisa pada saat itu juga. Mereka juga tak segan bertanya bila kurang memahami tugasnya.  

"Mereka punya semangat besar, kemauannya juga keras untuk bekerja. Apalagi kalau ada hal-hal baru yang sebelumnya belum mereka ketahui," terang Arif.

Yang menyenangkan tentu ketika mereka mendapat pujian jika pekerjaannya dianggap baik. Hal itu benar-benar sangat melegakan buat mereka. Rona mereka pun berubah merona dan penuh keceriaan.

Saya berkunjung ke Arsyadana, Arif mengundang fotografer untuk melakukan pemotretan. Hal itu  dipakai untuk kepentingan company profile, promosi, dan pemasaran Arsyadina.

Sehari sebelumnya, Arif telah memberi tahu kepada semua pekerjanya. Semua pekerjanya menyambut gembira, termasuk para pekerja penyandang disabilitas.

Mereka pun menyiapkan diri dengan berpakaian rapi, dan banyak yang berdandan. Ketika sampai siang, sesi pemotretan belum bisa dimulai. Arif bersama timnya masih mendiskusikan beberapa hal terkait pemotretan tersebut.

Lantaran belum juga dimulai, kaum disabilitas berulang kali bertanya kepada Arif, "Pak, kok belum foto? Arif pun tersenyum, lalu menjawab segera dimulai.

Antusiasme ditunjukkan pekerja penyandang disabilitas saat sesi pemotretan tiba. Mereka bergaya. Raut mukanya terpancar kegembiraan. Mereka pun tertawa bersama.

 

Penyandang disabilitas meneken kontrak kerja. foto: abdullah munir
Penyandang disabilitas meneken kontrak kerja. foto: abdullah munir

***

M. Arif Sayfuddin merintis usaha konveksi ini bersama istrinya, Muta'alliqu Rusydina tahun 2012. Awal merintis usha konveksi, Aris bersama istrinya berkeliling menawarkan jasa ke teman dan kolega.

Butuh waktu beberapa bulan hingga mendapat pesanan. Meski jumlahnya tidak banyak, dia mengerjakan dengan serius. Lamat tapi pasti kliennya terus bertambah. Klien yang datang tahu dari promosi dari mulut ke mulut. 

Akhir 2012, Aris mengajukan pinjaman di bank. Nilainya Rp 100 juta. Uang itu digunakan membeli mesin. Juga peralatan untuk mendukung bisnis konveksinya. Dari dana itu, bisnisnya mengalami peningkatan.

Dulu, Arsyadina memulai bisnis CMT (Cut, Make, and Trim) atau orang biasa menyebut maklun. Hanya memotong bahan hingga siap dijahit. Termasuk pengukuran kain serta pemberian nomor.

Tahun 2013, Arif mendapatkan order mengerjakan produk fashion beberapa brand-brand ternama. Di antaranya Caesar, Benhill, Larusso, dan Jonathan.

 Ketika pandemi covid-19, Arif benar-benar terpukul. Usahanya sempat sempoyongan. Beruntung, beberapa bulan setelah ditetapkan pandemi,  mendapat  order mengerjakan hazmart dan masker pesanan Pemerintah Kota Surabaya dan beberapa perusahaan swasta di Surabaya.

"Jumlahnya cukup banyak. Ribuan per minggunya. Yang jadi tantangan deadline-nya yang mepet-mepet. Alhamdulillah, kami bisa memenuhi. Dan tidak satu pun pegawai kami yang di-PHK," tutur Arif.

Bagi Arif, masa itu dia sudah memekerjakan dua penyandang disabilitas. Makanya, dia merasa tidak kelewat masalah jika sekarang ada 13 penyandang disabilitas yang membantu usahanya.

Bagi dia, perkara skill bisa diasah. Masalah kecepatan bisa dilatih sambil belajar. Mereka juga dibiasakan menerima masukan dan mengamati cara orang bekerja.    

Sebelum pulang, saya sempat melihat para penyandang disabilitas mengerjakan pesanan baju dan seragam dari beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Kota Surabaya. Tidak terlihat canggung. Seperti halnya pekerja yang normal.

Saya sempat melihat seragam yang sudah jadi. Ada pesanan dari Dinas Perdagangan, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata, Dinas Kesehatan dan PDAM Surya Sembada. Juga ada pesanan jaket dari PT Telkom Indonesia.

Jelang maghrib, saya masih melihat beberapa penyandang disabilitas bertahan di workshop. Mereka sengaja pulang setelah salat Isya. Mereka melempar senyum ramah layaknya menyambut tamu ketika saya pamit pulang. (agus wahyudi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun