Butuh waktu beberapa bulan hingga mendapat pesanan. Meski jumlahnya tidak banyak, dia mengerjakan dengan serius. Lamat tapi pasti kliennya terus bertambah. Klien yang datang tahu dari promosi dari mulut ke mulut.Â
Akhir 2012, Aris mengajukan pinjaman di bank. Nilainya Rp 100 juta. Uang itu digunakan membeli mesin. Juga peralatan untuk mendukung bisnis konveksinya. Dari dana itu, bisnisnya mengalami peningkatan.
Dulu, Arsyadina memulai bisnis CMT (Cut, Make, and Trim) atau orang biasa menyebut maklun. Hanya memotong bahan hingga siap dijahit. Termasuk pengukuran kain serta pemberian nomor.
Tahun 2013, Arif mendapatkan order mengerjakan produk fashion beberapa brand-brand ternama. Di antaranya Caesar, Benhill, Larusso, dan Jonathan.
 Ketika pandemi covid-19, Arif benar-benar terpukul. Usahanya sempat sempoyongan. Beruntung, beberapa bulan setelah ditetapkan pandemi,  mendapat  order mengerjakan hazmart dan masker pesanan Pemerintah Kota Surabaya dan beberapa perusahaan swasta di Surabaya.
"Jumlahnya cukup banyak. Ribuan per minggunya. Yang jadi tantangan deadline-nya yang mepet-mepet. Alhamdulillah, kami bisa memenuhi. Dan tidak satu pun pegawai kami yang di-PHK," tutur Arif.
Bagi Arif, masa itu dia sudah memekerjakan dua penyandang disabilitas. Makanya, dia merasa tidak kelewat masalah jika sekarang ada 13 penyandang disabilitas yang membantu usahanya.
Bagi dia, perkara skill bisa diasah. Masalah kecepatan bisa dilatih sambil belajar. Mereka juga dibiasakan menerima masukan dan mengamati cara orang bekerja. Â Â
Sebelum pulang, saya sempat melihat para penyandang disabilitas mengerjakan pesanan baju dan seragam dari beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) di Pemerintah Kota Surabaya. Tidak terlihat canggung. Seperti halnya pekerja yang normal.
Saya sempat melihat seragam yang sudah jadi. Ada pesanan dari Dinas Perdagangan, Dinas Kebudayaan, Kepemudaan, dan Olahraga serta Pariwisata, Dinas Kesehatan dan PDAM Surya Sembada. Juga ada pesanan jaket dari PT Telkom Indonesia.
Jelang maghrib, saya masih melihat beberapa penyandang disabilitas bertahan di workshop. Mereka sengaja pulang setelah salat Isya. Mereka melempar senyum ramah layaknya menyambut tamu ketika saya pamit pulang. (agus wahyudi)