Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bangunan Terakhir

9 Agustus 2022   09:00 Diperbarui: 9 Agustus 2022   09:15 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Taman itu bunga anggrek, petunia, bugenvil, teratai, iris, dan mawar. Plus kolam ikan mungil dengan gemericik air yang syahdu. Setelah sekian tahun, taman itu masih nampak asri nan berseri.

Seakan menggugah masa-masa nostalgik. Ingatan Fajar pun menghangat. Mengenang arti penting taman yang menjadi oase manaka kejenuhan menerpa. Kamu tentu masih ingatkan, ide-ide segar lahir saat ngobrol di taman ini, tutur Rofiqi, sumringah.

"Kita bikin gerakan bersih-bersih masjid di sini. Kita bikin festival musik islami di sini. Kita buka kursus Bahasa Inggris dan Bahasa Arab di sini. Ah, terlalu banyak yang aku ingat."

Fajar hanya tersenyum dan menyimak. Sejak awal, dia sengaja tak ingin bereaksi, selain mendengar penjelasan Rofiqi.

"Apa bedanya, sekarang?"

Itulah, kawan. Taman ini seperti saksi bisu perjuangan kita dulu. Tak ada lagi yang memanfaatkan untuk bercengkerama. Menjaring ide dan gagasan tanpa syak wasangka. Mendiskusikan pandangan-pandangan baru yang mencerahkan. Semua kini berasa rigid, kawan.

Aku merasa masjid ini seperti halte. Jamaah datang beribadah, lalu pergi. Rapat seperti agenda rutin untuk menggugurkan kalender kewajiban. Begitu sedikit usulan muncul karena banyak yang takut ketiban sampur. Maunya hanya ikut menyumbang saja, sekadarnya. Banyak yang menolak mendapat amanah karena takut jadi bahan ghibah.

"Percakapan pemikiran jadi hal yang sensitif. Banyak yang gampang tergores. Terlebih soal pilihan politik. Bukan cuma perdebatan penafsiran, urusan membaca kalimat tauhid dengan jeda saja jadi masalah di sini," beber Rofiqi.

Dulu, aku mengira masalah-masalah itu hanya sesaat, kawan. Tapi nyatanya tidak. Perbedaan-perbedaan itu makin menajam, membuat jamaah terbelah. Morobek-robek jalinan persaudaraan. Banyak di antara mereka kini yang tak saling tegur sapa.

"Entah kapan tanggal pastinya, tiga di blok dari sini ada masjid baru. Bangunannya lebih kecil. Gak sampai seribu meter. Masjid Bani Mukmin, namanya."

"Lahannya dari wakaf seorang saudagar kaya. Orang-orang sering memanggilnya, Haji Romli," ujar Rofiqi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun