Pada saat bersamaan, jamaah nampak menggerak-gerakkan jari-jemarinya, seperti sedang berhitung. Dari atas turun ke bawah, berpindah ke jari satunya, begitu seterusnya. Tanpa menghapal mereka ingat, pada hitungan ke-33 akan berhenti di jari kelingking kanannya.
Mereka berdoa seperti yang diajarkan, mengawali dengan beristighfar. Deretan pengharapan berikutnya dipanjatkannya ampunan untuk keselamatan untuk dirinya, keluarganya, dan orang-orang terdekat, orang-orang yang menyayanginya, dan semua umat Islam di dunia.
Lalu, permohonan dijauhkan dari kecemasan dan kesempitan hidup. Permintaan tidak dipertemukan dengan orang-orang jahil, dan dibebaskan lilitan utang.
Pada ujungnya, memanjatkan doa sapujagat. Memohon kebaikan di dunia, kebaikan di akhirat, dan dijauhkan dari api neraka. Doa pamungkas untuk menutup semua doa-doa yang telah dipanjatkan.
Di bibir masjid, posisi sandal-sandal jamaah sudah berubah, dari yang berserakan menjadi tertata rapi. Dipasangkan dan dijejer memanjang. Ditempatkan sesuai posisi jamaah keluar dari masjid. Pembantu marbot melakukan kegiatan rutin ini usai salat.
"Waalaikum salam, masya Allah," suara serak Ahmad Rofiqi menjawab salam setelah menoleh ke belakang.
Spontan, marbot Masjid Al Furqon itu menjabat tangan kemudian memeluk Fajar Ismawan, teman sepermainan dia.
"Kabarnya baru balik dari Jepang, Fiq?"
"Kamis pagi kemarin. Menemani ibu dulu beberapa hari. Nanti balik ke Bantul, tapi belum tahu tanggal pastinya."
Rofiqi berupaya menahan Fajar. "Kamu tidak keburu pulang, kan?" Diraihnya pundak temannya itu, lalu diajak duduk di selasar masjid.
Kau tidak kangen melihat taman ini? Rofiqi menunjuk ke arah taman yang tak kelewat luas, berukuran 3,6 meter persegi. Bangunan yang paling akhir dibangun di kompleks masjid.