Dahlan bilang ke Mbah Progo kalau buku-buku karya Pram (begitu biasa menyebutnya) sangat bagus. Ceritanya menarik. Datanya kuat. Cara menulisnya juga sangat apik.Â
Dahlan lalu menyodorkan beberapa buku, antara lain Arus Balik, Arok Dedes, dan Bumi Manusia. Pikir Dahlan, masa dari tahun ke tahun hanya belajar Ketuhanan Yang Maha Esa atau mungkin pendidikan kewarganegaraan.
"Sekali-kali baca buku karya orang yang dituding komunis atau mungkin atheis," seloroh Dahlan, lalu tersenyum.
Lalu, apa respons Mbah Progo? Dahlan menceritakan kalau Mbah Progo tak banyak komentar. Hanya terdiam. Dia hanya melihat cover buku, membaca back cover dan beberapa lembar isinya namun hanya sekilas. Buku-buku itu kemudian diletakkan di meja.
Dahlan senyum-senyum saja melihat reaksi Mbah Progo. Dia pun tak melanjutkan membahas buku-buku Pram. Mengalihkan dengan mengajak bicara topik lain.Â
Menanyakan aktivitas keseharian Mbah Progo. Juga membahas masalah-masalah aktual yang terjadi saat itu.Â
Hal itu diyakini Dahlan, jauh lebih menyenangkan hati Mbah Progo. Ketimbang membicarakan buku-buku Pram yang dianggap Dahlan fenomenal tersebut.
Ketika Dahlan pamit pulang. Mbah Progo menahannya. "Sebentar," ucap Mbah Progo, kemudian dia beranjak dari tempat duduknya..
Mbah Progo masuk ke dalam kamarnya. Beberapa saat, dia keluar dengan membawa buku-buku, kemudian diberikan kepada Dahlan. Buku-buku  tentang Pancasila dan berisi doktrin P4 (Pengetahuan Penghayatan Pengamalan Pancasila).
Rupanya, Mbah Progo ingin "membalas" dengan memberi buku-buku tersebut. Tentu saja Dahlan menerimanya dengan tangan terbuka. Membawa pulang pemberian Mbah Progo itu.
Suatu hari, Dahlan berkunjung lagi ke rumah Mbah Progo. Dahlan sengaja membawa buku-buku Pram lagi. Buku-buku itu diberikan Mbah Progo. Reaksi Mbah Progo sama seperti sebelumnya. Diam, dan hanya membolak-balik sekilas isi buku.