Selain tiga buku tersebut, Suparto meyakini masih ada buku-buku tentang Peristiwa 10 Nopember di Surabaya yang ditulis peneliti Belanda. Juga film-film yang dibuat warga Belanda dengan setting Peristiwa 10 Nopember 1945.
Suparto merasakan, berbagai peringatan momen bersejarah di Surabaya juga berasa hanya seremonial. Tak ada getaran. Seperti meniup lilin saat acara ulang tahun.
Padahal yang harus dilakukan lebih dari itu. Di antaranya, mencari akar sejarah, mengkaji, sekaligus mendokumentasikannya. Seperti perdebatan soal kematian Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby. Hingga ini, siapa yang menewaskan Mallaby tetap menjadi misteri.
Bagi bangsa yang punya sejarah panjang, momen penting seperti peringatan Hari Jadi Kota Surabaya sepantasnya lebih memiliki makna kenegaraan. Mengapa di setiap peringatannya momen bersejarah tidak digelar sidang paripurna?Â
Adanya sidang paripurna itu tentu akan memberikan kesan mendalam dan kesakralan. Betapa bangsa ini sangat menghargai arti dan perjuangan. Â Bisa menjadi cermin, refleksi, dan retrospeksi bagi pemangku kebijakan dan masyarakat. Tentang spirit dan arti penting sejarah Surabaya yang bukan bersifat "kebetulan". (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H