Saat pandemi, terjadi pula bencana. Seperti irama yang berulang. Tahun demi tahun bencana terjadi di berbagai daerah. Dari banjir sampai gempa bumi. Lazismu mengoptimalkan gudang-gudang kemanusiaan untuk memudahan mobilisasi logistik.
 Zainul yakin harus ada cadangan. Jangan bencana terjadi kita baru sibuk fundrising. Sehingga bisa segera action. Penangannya pekan pertama dengan tanggap darurat dan pasokan makanan. Berikutnya rehabilitasi yang tidak cuma bisa dilakukan sebulan atau dua bulan. Seperti Lazismu merehabilitasi sejumlah banguna di di NTT dan Palu, sampai sekarang masih berjalan.
 ***
Dalam memimpin Lazism,, Zainul Muslimin berprinsip seperti lokomotif kereta api. Lokomotif yang kuat akan bisa berjalan dan menarik gerbongnya. Sikap dan perilaku mereka yang di depan akan diteladani orang-orang di sekelilingnya. Â Â
 Pun Zanul yakin jika potensi untuk membunuh semua urusan dan pekerjaan adalah pimpinannya. Ketika pimpinan tidak bergerak, maka amanah itu pasti rontok.
 "Bagi saya, kunci menjalankan amanah ini ada empat, yakni serius, diurus, fokus dan terus menerus. Saya yakin akan ketemu kesuksesannya," tutur dia.
 Perubahan sebuah ketetapan. Setiap detik ada perubahan. Supaya tidak tertinggal, sikap dan perilaku adaptif sangat diperlukan. Seperti di masa pandemi, Zainul melihat tidak semua berhenti. Restoran yang semula tutup ahirnya bisa jualan online karena banyak orang takut keluar rumah. Ada temannya yang bisa mendulang rupiah setelah membuat pabrik masker.
 Pada titik ini, Zainul menilai, sejauh apa pun rasionalitas kita mengembara, ujungnya pasti pada "Rabbana ma khalaqta hadza bathilan subhanaka faqina 'adzaban nar." (Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa Neraka.) (Surat Ali Imran ayat 191) Â
 Menjalani sisa usia, Zainul tak pernah punya impian muluk-muluk.  Keinginannya pergi ke Tanah Suci sudah terpenuhi. Bahkan, tiap tahun sebelum pandemi, dia pergi ke Mekkah mendampingi jamaah haji.
Bagi Zainul, urusan dunia cukup di tangan, tak perlu dipendam ke hati. Dia selalu teringat perbincangan dengan Kiai Ahmad Zainuri asal Pasuruan, sebulan sebelum wafat. Kiai sepuh tersebut selalu aktif berkegiatan di Muhammadiyah.