Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dahlan Iskan, Jejak Jurnalistik, dan Harian DI's Way

3 Juli 2020   12:13 Diperbarui: 3 Juli 2020   14:13 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dahlan Iskan(KOMPAS/ALIF ICHWAN)

Dahlan Iskan mau bikin koran. Namanya Harian DI's Way . Koran tersebut akan dilaunching di Surabaya pada 4 Juli 2020. Event-nya dikemas dalam talkshow interaktif. Menghadirkan Dahlan Iskan dan Hemanto Tanoto (President Commisioner of PT Avia Avian) sebagai pembicara.

Saya mendengar kabar Dahlan Iskan mau bikin koran sejak dua tahun lalu. Setahun setelah Dahlan pensiun dari Jawa Pos, 2017. Ketika itu, seorang kawan-- yang sama-sama pernah gabung di Jawa Pos Group-- menghubungi  saya. Dia tanya soal tawaran bergabung dengan koran baru yang akan dibikin Dahlan Iskan. Dia mengira saya punya kedekatan dengan Dahlan. Terlebih, saat saya merilis buku Skesa Tokoh Suraboyo, 2006, Dahlan Iskan yang memberi kata pengatar.

Selama itu, saya mengira kabar Dahlan akan membuat koran hanya isapan jempol. Di mata saya, hidup Dahlan sudah "paripurna". Sukses sebagai jurnalis, pengusaha hebat, dan pernah menduduki jabatan strategis sebagai Menneg BUMN.

Toh, jika dia klangenan menulis, ada blog pribadi. Yang sekarang pembacanya cukup banyak. Bahkan yang terakhir, Dahlan dibikinkan podcast oleh anaknya, Azrul Ananda. Podcast tersebut dibuat Azrul agar Dahlan punya kesibukan dan tidak jadi bikin koran. Dahlan mengakui hal itu dan memilih senyum-senyum saja.

Azrul memang tak setuju Dahlan bikin koran lagi. Karena ongkosnya tidak sedikit. Butuh kertas, biaya cetak, operasional, maintenance, dan masih banyak lagi. Selain itu, zaman telah berubah. Tersedianya platform-platform digital telah menggeser perilaku masyarakat yang meninggalkan membaca koran. Ringkasnya, era kini tidaklah tepat menggerakkan bisnis koran.

Tapi, rayuan Azrul ternyata tak mempan. Dahlan kukuh tetap bikin koran. Terakhir, Dahlan merilis, kalau Harian DI's Way saham mayoritasnya dimiliki karyawan. Sampai 98 persen. Sisanya, 2 persen milik Dahlan sebagai penggagas dan penyedia dana.

Dalam "kampanye" jelang launching, Dahlan juga menulis, "Badan boleh dikurung --selama pandemi Covid-19. Tapi pikiran tidak bisa dibatasi. Ide tidak bisa dikekang. Terbitan Harian DI's Way ini adalah hasil lock down selama pandemi.

Inilah media yang diterbitkan tidak untuk tujuan bisnis. Inilah media yang tidak boleh disebut koran. Sebut saja media ini "harian", Harian DI's Way. Menerbitkan Harian DI's Way ini adalah cara saya berterima kasih kepada jurnalistik. Saya harus mempertahankan jurnalistik. Meski tidak lagi mudah.

Jurnalistik tidak boleh mati. Ia harus tetap hidup --dengan cara harus menyesuaikan diri dengan keadaan baru. Yang serba mudah dan elektronik itu."

***

Jejak Dahlan Iskan di dunia jurnalistik sangat panjang. Karir pria yang lahir di Desa Kebun Dalam Tegalarum, Kecamatan Bando, Magetan, Jatim, 17 Agustus 1951 itu, dimulai sebagai calon reporter Mimbar Masyarakat, surat kabar kecil di Samarinda, Kaltim, 1975. 

Dahlan datang ke Samarinda pada 1969, menyusul kakaknya yang menjadi guru di sana. Iskan di belakang namanya diambil dari nama ayahnya, yakni Mohamad Iskan yang menikahi Siti Khalisnah. Dahlan merupakan anak ketiga. Dua kakaknya, Chomsyatun, Sofiwati (almarhum), dan adiknya, Zainuddin.

Dahlan sempat kuliah di Untag dan IAIN (sekarang STAIN) Samarinda. Tapi, di kedua universitas itu, Dahlan tak menyelesaikannya. Dahlan memilih menggeluti dunia jurnalistik.

Di awal kariernya, Dahlan banyak dibantu Yunani Prawiranegara (kini sudah almarhum), sahabat sekaligus gurunya. "Dalam jurnalistik, Yunani itu guru saya. Dia juga mendorong saya untuk menjadi wartawan," cetus Dahlan. Yunani dulunya adalah wartawan freelance di Samarinda. Dia kemudian pindah ke Surabaya, lalu bergabung dengan Surabaya Post, koran terbesar di Jatim, saat itu. Pada 2006, Yunani memutuskan keluar dari Surabaya Post.

Kali pertama menulis, Dahlan berpolemik seru dengan Yunani soal razia rambut gondrong yang saat itu gencar-gencarnya digalakkan pemerintah Orde Baru. Yunani mendukung razia itu dengan menulis di mingguan BS Jaya. Sedang Dahlan menulis di Mimbar Masyarakat. Sejak itu Dahlan mulai getol menulis dan ia mulai ogah-ogahan kuliah. Selain pemberani, Dahlan dikenal punya analisis tajam.

Pada 1976, Dahlan pernah mengalami kejadian yang tak mungkin dilupakan. Ketika  ada serombongan warga mengusung keranda berisi jenazah di Jl Diponegoro, menuju ke pemakaman Kuburan Muslimin, di Jl KH Abu Hasan, Samarinda. Zikir dari masa yang mengusung keranda terdengan tiada habisnya.

Dahlan yang saat itu berusia 26 tahun, datang mengayuh sepeda dari arah berlawanan. Dahlan baru liputan di Balai Kota. Dia amat tergesa-gesa agar bisa segera tiba kantornya Mimbar Masyarakat di Jalan Yos Sudarso, yang terletak di bibir Sungai Mahakam.

Saat itu Dahlan agak melamun. Dia memikirkan membuat lead berita yang bagus. Jadinya, tanpa sadar ia sudah sangat dekat rombongan warga yang mengusung keranda. Seorang warga sontak mengejar Dahlan, kemudian memepetnya ke pinggir jalan. "Minggir-minggir..," teriak dia dengan suara keras. Dahlan terkaget-kaget. Dia kehilangan keseimbangan di atas sepeda. Lantas, brukkk.. Dahlan terjerembab ke dalam parit bersama sepedanya.

Kesal, tentu saja. "Tapi saya tidak marah. Saya malah gembira jadi gembira dengan kejadian itu. Saya memeroleh ilham untuk menulis. Ketika itu, saya lagi sumpek dan sama sekali belum punya bahan menulis tajuk rencana."

Dahlan kala itu menjabat redaktur pelaksana Mimbar Masyarakat. Lewat inspirasi keranda mayat, dia menulis mengenai pentingnya pemerintah daerah memikirkan mobil jenazah. "Sudah saatnya pemda memiliki mobil jenazah agar masyarakat bisa memanfaatkannya dan tidak lagi mengusung keranda jenazah berjalan kaki di tengah keramaian lalu lintas," tulis Dahlan.

Dahlan kemudian menjadi koresponden Majalah Tempo di Kaltim, 1976. Dia  ditugaskan oleh Tempo ke Surabaya untuk menjadi kepala biro Jatim, 1978. ia minta sahabatnya, Aan R Gustam untuk menggantikannya sebagai koresponden Tempo di Kaltim.

"Saya tidak begitu tahu seluk beluk Kota Surabaya. Bisa sukses nggak di sana?"

Sejak kecil, Dahlan hampir tak pernah keluar kampung. Ketika ia mau ke Samarinda, Dahlan langsung berangkat dari Magetan ke Pelabuhan Tanjung Perak. Makanya, bicara Surabaya, ya Tanjung Perak itu yang ia tahu.

Namun, Dahlan punya semanagt pantang luruh dalam memburu asa. Ini juga ditopang kebiasaannya yang tak bisa berlama-lama menganggur. Bahkan beberapa tahun di Surabaya, Dahlan tidak puas hanya menjadi kepala biro. Dia berambisi memimpin koran sendiri. Dia kerap ditegur Tempo karena diam-diam mengirim tulisan ke media lain.

Slamet Oerip Pribadi, orang dekat Dahlan yang ikut babat alas membangun di Tempo Biro Jatim, menuturkan ada dua alasan kenapa Dahlan menulis di media lain, selain di Tempo. Pertama, Dahlan menganggap ada berita yang dianggap kurang layak di majalah, tapi penting di media harian. "Yang kedua, masalah ekonomi," ungkap Slamet blak-blakan.

Kata Slamet, kehidupan Dahlan awal-awal datang ke Surabaya sangat pas-pasan. Bahkan boleh dibilang kekurangan. Dahlan berpikir keras untuk memenuhi periuk nasi, di samping merintis karirnya sebagai wartawan profesional.

Yang Slamet tahu, ada dua media yang biasa jadi jujugan Dahlan menyalurkan hasrat menulisnya yang menyala-nyala. Yakni, di Surabaya Post yang saat itu menjadi koran terbesar di Jatim dan Mingguan Ekonomi Indonesia.

Ketika itu, saking giatnya Dahlan nulis berita, Abdul Aziz (bos Surabaya Post yang kini sudah almarhum) memberikan apresiasi tersendiri. Dahlan kerap menerima honor lumayan bagus untuk ukuran wartawan saat itu.

Bukan itu saja. Suatu ketika Dahlan pernah terlilit kebutuhan hidup. Dia amat butuh uang. Setelah menetapkan hati, ia memberanikan diri meminjam uang ke Abdul Aziz. Setelah sekian lama, Dahlan mengembalikan uang itu kepada Abdul Aziz. Namun Abdul Aziz menolaknya. Uang itu diberikan kepada Dahlan lagi.

Saking seringnya Dahlan menulis di media selain Tempo, ternyata menjadi catatan tersendiri bagi pimpinan Tempo. Ketika Grup Tempo mengambil alih Jawa Pos tahun 1983, Eric Samola (kini sudah almarhum) dan Gunawan Mohammad menunjuk Dahlan membenahi penerbitan itu. Dahlan diberi modal awal sebesar Rp 40 juta untuk membenahi manajemen penerbitan Jawa Pos.

***

Saya dan juga banyak orang yang dulu pernah menjadi anak buah Dahlan Iskan, pantas penasaran. Seperti apa Harian DI's Way , koran bikinan Dahlan itu? Apalagi, seperti pengakuan Dahlan, lima hari jelang launching urusan kertas belum beres. Mesin juga begitu, belum kelar. Bahkan masih membuka rekrutmen wartawan.

Ada yang menyebut Harian DI's Way akan membuat koran seperti Jawa Pos. Ya, koran yang pernah dibesarkannya. Namun feeling saya berkata tidak. Karena Dahlan itu inovator dan trendsetter. Jawa Pos, bagi Dahlan, adalah masa lalu. Yang hingga kini masih dikenang. Jika menyebut Jawa Pos tentu tak lepas dari nama Dahlan Iskan.

Prestasi Dahlan membawa Jawa Pos menjadi besar sangat konkret. Koran beroplah kecil kemudian mampu menjadi market leader di Jawa Timur. Dahlan membenahi Jawa Pos dari tiras 6 ribu eksemplar dengan 8 halaman, dalam waktu lima tahun berkembang menjadi koran beroplah 300 ribu eksemplar.

Sayang, hingga sekarang, belum ada satu pun generasi penerus Dahlan di Jawa Pos yang punya terobosan dan leverage setara dengan dia. Yang melahirkan banyak kejutan sesuai dengan tagline "Selalu Ada yang Baru!". Bisa dibilang Dahlan memang cukup sukses dalam prestasi, tapi tidak dalam legacy.

Harian DI's Way akan menjadi pembuktian sekaligus pertaruhan reputasi Dahlan Iskan. Berikut keyakinan dirinya kalau koran masih bisa hidup di zaman serba digital. So, kita lihat saja nanti. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun