Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Syiir

7 April 2020   15:00 Diperbarui: 8 April 2020   05:13 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika melihat seisi rumah Syahran, Jarkoni bilang, jin itu ada dua: yang baik dan jahat. "Semua tersurat dalam Kitab Suci," ujarnya meyakinkan.

"Dan jin yang nangkring di rumahmu itu adalah golongan pertama. la tak buruk, tapi hanya menganggu. Santai saja," urainya, dengan suara datar.

Sesekali, mata Jarkoni tertumbuk pada dinding  dan pintu rumah Syahran. Dia lantas minta garam dan air putih. Sebagai syarat untuk mengusir roh halus. Garam itu ia tebar di sudut ruangan. Terutama di depan kamar mandi. Sedang air putih setelah ia doai, ia berikan kepada Syahran dan keluarganya agar diminum. Seketika itu juga.

Jarkoni menyambung. Katanya, kalau mau mengusir jin itu ada syaratnya. Harus dengan pelepasan. Jin yang ada di rumahmu mau pergi asal diberi cinderamata. Apa bentuknya? Batu kecubung merah hati.

"Batu itu hanya simbol dan tetap bisa kau simpan," cetusnya. Sesaat, Jarkoni menyelipkan empat bungkusan dalam kain putih besarnya separo jari kelingking ke sudut rumah Syahran.

Syahran tak berkomentar. la berusaha mengurai kembali semua komentar para orang pintar. Meski hanya dalam hati, tapi Syahran percaya, kekuatan dalam diri manusia jauh lebih dahsyat dibandingkan kekuatan orang lain. Karenanya, ia memilih tak mengamini, tapi juga tak membantahnya.

Tuhan membebankan ujian kepada manusia dengan jalan keluar. Apalagi urusannya barang gaib. Gaib itu ada, tapi bukan untuk ditakuti. Sesungguhnya banyak ketakutan dalam diri manusia yang tak nyata. Karena itu, manusia gampang bersedih. Tatkala menafakuri itu semua, Syahran memilih lebih banyak berdiam diri.

***

Malam ini, Ipang tertidur lebih awal. Pukul delapan malam lewat. Mulutnya menganga. Alis matanya lunglai, menempel rapat. Pipi dan hidungnya nampak kemerahan bak buah jambu. Pulas sekali. Ipang seperti terlepas dari kepenatan yang amat sangat.

Nyai Nafsiah masih memeluk erat tubuh Ipang. Tangan kanannya masih membelai rambut halusnya. Seraya terus menggerakkan tubuh Ipang, Nyai Nafsiah melantunkan syiir yang sama persis seperti dibawakan Syahran. Suaranya tertangkap agak serak. Nyai Nafsiah membungkus ketenangan cucunya itu.

"Syiir itu amat berbekas di hatiku, Bu. Aku merindukannya. Tiap kali syiir itu mengalun, Aku merasa nyaman. Seperti berada dalam taman firdaus," Syahran tak sabar meluapkan isi hatinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun