Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Lir Ilir dan Pesan Ibu Jangan Tidur setelah Subuh

23 Desember 2019   18:01 Diperbarui: 24 Desember 2019   16:41 934
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyediakan sarapan adalah tugas rutin yang masih saya ingat sampai sekarang. Ibu bangun jam tiga. Menunaikan Salat Tahajud. Kemudian nyambung Salat Subuh. Setelah itu ia membaca Alquran.   

Ibu selalu meminta anak-anaknya jangan tidur setelah Subuh. Dia bilang, "Turu mari Subuh iku nggarakno pekir ilmu, Nak. (Tidur setelah Subuh itu menyebabkan fakir ilmu, red)."   

Pesan itu amat bermakna. Beberapa referensi kesehatan bisa dipakai rujukan. Seperti ceramah dr Zaidul Akbar yang saya tonton di Youtube. Dia mengatakan, tidak dianjurkan tidur setelah subuh karena ada anti oksidan yang paling kuat pada waktu itu. Secara sains, pagi itu, antara waktu subuh ke waktu syuruq, ada satu bahan yang Allah keluarkan di udara ini yang namanya nitric oxide yang merupakan salah satu anti oksidan paling kuat. Adanya antara subuh sama syuruq, maka waktu itu jangan tidur. Sebab, kalau itu kita tidur lemah jantung kita. Nabi mencontohkan salah satu tidur yang paling buruk tidur ba'dah subuh. Karena ba'da subuh itu kita harusnya banyak jalan. Banyak gerak habis subuh. Kalau berdiam di masjid kita ambil salat syuruq lebih bagus.

Meski kebiasaan itu sulit dilakukan, sampai sekarang saya selalu berupaya mengingat pesan agar tidak tidur setelah Subuh. Kadang juga memaksakan diri. Bagi saya, untuk melakukan tindakan dan perbuatan baik memang butuh dipaksa agar menjadi kebiasaan.

***

Ketika kami beranjak dewasa, menikah, dan punya rumah, ibu memilih tetap tinggal di rumah induk. Dia selalu menolak diajak tinggal bersama anak-anaknya. Ibu juga kerap minta pulang lebih cepat bila diajak nginap di rumah anak-anaknya. Alasannya sih dia gak bisa meninggalkan warung kelontong dan mengajar ngaji. Tapi kami tahu ibu memang lebih nyaman tinggal di rumah sendiri. Karena harus ada yang merawat, salah seorang kakak perempuan mendampingi ibu di rumah induk.

Saat itu, tiap pekan, kami punya jadwal rutin mengunjungi ibu. Yang utama membawa anak-anak. Dia selalu gak tenang bila belum lihat cucu-cucunya. Mencium kening mereka. Sepekan saja kita absen, pasti ditelepon. "Kamu dan anak-anakmu sehat-sehat, kan?"

Yang tak terlupakan saat Lebaran. Rumah ibu selalu penuh. Saking penuhnya. Ibu selalu bagi-bagi duit. Belakangan, kami tahu ibu sengaja mengumpulkan uang yang kami berikan untuk dibagi-bagikan kepada cucu-cucunya.

Suatu ketika, ibu menyampaikan keinginan untuk bisa naik haji dan umrah. Kami spontan urunan. Kemudian buka tabungan haji di bank. Alhamdulillah, dilancarkan. Dua tahun kemudian, ibu bisa naik haji. Dia berangkat sendiri. Karena kondisi kesehatan, kami menyewa kursi roda untuk memperlancar ibadah ibu di Tanah Suci.

Ada cerita ibu yang masih saya ingat. Di dalam pesawat, dia sempat didatangi lima pramugari. Ibu sama sekali tak kenal. Mereka kemudian menuliskan namanya dalam secarik kertas. "Ibu tolong doakan saya segara ketemu jodoh di Tanah Suci, ya."

"Lha, kamu semua cantik-cantik kok masih cari jodoh."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun