Dia menyebut banyak hal yang bisa dilakukan stafsus milenial ikut membantu menuntaskan problem bangsa. Di antaranya, menekan angka pernikahan usia dini, mencari peluang dan membuka lapangan kerja baru, mendayagunakan hak politik menjadi social agent, mendorong tumbuhnya civil society yang kaya peran dan tidak menjadi generasi yang hanya mengharap kesempatan kerja di pemerintahan.
***
Kresnayana Yahya mengatakan, stafsus milenial harus punya keberanian menyuarakan suara milenial yang jumlahnya sangat besar. Bisa menciptakan peluang, kreasi kepeloporan, dan terobosan untuk menghadirkan kebijakan dan perubahan mindset kaum muda agar mampu berperan konstruktif.
"Melahirkan leaders di beragam bidang. Jangan sampai cuma merasa nyaman karena dapat fasilitas dan endorsement dari kerjaan pribadi mereka," sebut dia.
Jadi, harus seoptimal mungkin stafsus milenial jadi inspiratory dan support untuk bidang-bidang baru. Sebagai social entrepreneur, motivator untuk memelopori new mindset, dan bertindak bijak untuk mengubah pandangan birokrasi pada para milenial se-Indonesia.
Kresnayana menambahkan, bonus demografi akan menghadirkan 130 juta orang sampai 2030. Jumlah yang fantastis. Tidak akan banyak mengalami perubahan bila hanya mengandalkan keluarga, sekolah, dan kegiatan pendidikan formal.
Bonus demografi yang jumlahnya besar itu membutuhkan leaders, motivators, dan teladan baru. Agar mereka hidup di luar bayang-bayang generasi sebelumnya dan seniornya. Ruang berekspresi dan ruang pengaruh baru harus tersedia dan terbentuk. Hal itu  untuk menjadikan perubahan ekspektasi dan jalur baru untuk terbentuknya influencers baru. Juga pentingnya konsepsi strategis tentang masalah dan penyelesaian masa depan milenial.
Sekolah dan keluarga sebagian besar tidak punya kompetensi dan melahirkan pilihan alternatif untuk berkiprah. Milenial dan generasi alpha harus punya semangat dan pola pikir baru. Punya keberanian mengambil langkah-langkah positif.
Lalu, yang harus diprioritas mempercepat perubahan adalah menumbuhkan dan menguatkan nasionalisme. Kecintaan terhadap negara dan kesepahaman terhadap ideologi Pancasila. Orientasi pola pikir beragama yang tidak konstruktif menjadikan Indonesia sekarang perlu kekuatan untuk meremajakan semangat 1945.
Pada ujungnya, Kresnayana mengatakan, kehadiran negara dalam memacu pembangunan harus dikuatkan. Indonesia memerlukan leaders yang nasionalis, bercirikan kemandirian, dan mampu menumbuhkan kepercayaan masyarakat. Jika sekarang, kita sedang beranjak menjadi negara besar yang berperan di dunia global. (agus wahyudi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H