Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Pahlawan, Sidang Paripurna, dan Suparto Brata

8 November 2019   19:33 Diperbarui: 9 November 2019   16:50 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semasa hidup, Suparto Brata getol menggagas gerakan mendukung peringatan Hari Pahlawan dipusatkan di Surabaya. Dia aktif memberikan keterangan di media dan menulis di jurnal pribadi yang kemudian diviralkan di media sosial.

Pernyataan dan tulisan Suparto terkait sejarah Surabaya juga kerap mendapat respons banyak khalayak. Seperti saat perdebatan soal kematian Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby. Suparto mengatakan, hingga detik ini siapa yang menewaskan Mallaby tetap menjadi misteri.

"Tidak ada yang tahu atau saksi mata yang melihat siapa yang membunuh Mallaby."

Ya, Peristiwa 10 Nopember 1945 agaknya tak pernah menjadi goresan penting dari sejarah bangsa ini. Di banyak daerah di Indonesia, Hari Pahlawan biasanya lebih banyak diperingati dengan upacara bendera. Di instansi pemerintah ada kewajiban aparat sipil negara (ASN) memakai baju dan memutar lagu-lagu perjuangan. Sebagian warga ada mengekspresikan dengan tearikal, pergelaran musik, dan parade juang.

Bagi bangsa yang punya sejarah panjang, peringatan Hari Pahlawan sepantasnya lebih memiliki makna kenegaraan. Yang diusulkan Suparto Brata, mengapa di setiap peringatan Hari Pahlawan tidak digelar sidang paripurna?  Adanya sidang paripurna Hari Pahlawan tentu akan memberikan kesan mendalam dan punya "kesakralan". Betapa bangsa ini sangat menghargai arti dan perjuangan Pahlawan.   

Sidang paripurna itu, diharapkan bisa menjadi cermin, refleksi, dan retrospeksi bagi pemangku kebijakan dan masyarakat. Tentang spirit dan arti penting kepahlawanan. Jika Peristiwa 10 Nopember 1945 di Surabaya itu bukan bersifat "kebetulan". Melainkan pernyataan sikap Arek-Arek Suroboyo yang pantang menyerah. Menolak tunduk terhadap penindasan kaum kolonial.

Hari Pahlawan sepantasnya menyadarkan jika momentum itu bukan sekadar peristiwa kepahlawanan lokal atau nasional. Tapi telah mendunia dan pantas diingat dan diteladani.

Makna pentingnya, jika dulu perjuangan melawan kolonial untuk merebut kemerdekaan, sekarang berjuang membebaskan keterbelakangan, kemiskinan, dan keterpurukan.

Dan akhirnya, saya ingin mengutip cuplikan pidato Bung Tomo:

"Darah pasti banyak mengalir. Jiwa pasti banyak melayang. Tetapi pengorbanan kita ini tidak akan sia-sia, Saudara-saudara. Anak-anak dan cucu-cucu kita di kemudian hari, insya Allah, pasti akan menikmati segala hasil perjuangan kita ini."

 Selamat Hari Pahlawan...(agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun