Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Wayang Boneka

2 September 2019   09:57 Diperbarui: 4 September 2019   12:45 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ia memimpikan berada di dalam kelenteng, memainkan boneka-boneka itu. Hingga suatu saat The Bing Tjioe, seorang pengurus kelenteng, mengajaknya masuk, membiarkan dirinya memainkan boneka-boneka dan alat musik. 

Mampirlah tiap hari, Nak. Beri tahu orangtuamu supaya kamu tidak dicari-cari, kami sangat senang kamu mau belajar, begitu The Bing Tjioe menyapanya kali pertama mengajak Waskita masuk kelenteng.

Waskita kecil perlahan makin mencintai tontonan yang memainkan epos zaman kerajaan di Tiongkok. Ia berani nyantrik. Mulai belajar memainkan semua alat musik. Dari hanya melihat gurunya yang meninggal dalam usia 86 itu mentas, sampai 21 cerita dikuasainya. 

Meski dirinya tak pernah mahir berbahsa Tionghoa. Keberaniaan yang memukau. Kepercayaan dirinya terasah dengan daya ingat menghapal bagian-bagian penting dalam cerita. Tanpa terasa, di usia 15 tahun Waskita sudah berani mentas. Keadaan yang teramat memaksa. Sang guru berhalangan, jadwal manggung tak bisa ditolak. Manusia yang mengindahkan janji tergolong orang yang munafik.

Jadilah Waskita seorang dalang baru. Jadwal manggungnya lumayan padat. Dalam sehari, ia mampu bermain hingga tiga kali dalam petilan berbeda. Jika minimal sekali sehari satu petilan dimainkan, satu lakon utuh akan bisa tuntas dalam dua minggu. Kehidupan keluarganya terkerek naik Panggilan jiwanya menuntunnya untuk setia.

Hidup yang mapan itu ternyata tidak abadi. Kemapanan ekonomi rontok bersamaan dengan meletusnya peristiwa huru-hara. Kejadian yang sangat cepat. Seluruh harta benda Waskita dijarah perampok. Semua musnah. Istri dan anaknya harus membayar nyawa karena insiden kekerasan yang mengerikan itu.

Kengerian itu pun selalu terbayang. Tak mudah melewatkan masa-masa itu. Bersama boneka-boneka yang masih terselamatkan, Waskita pergi sejauh mungkin. Dia tak sanggup lagi membayar semua kegelisahan itu meski hanya sekadar bernostalgia. (agus wahyudi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun