Mohon tunggu...
AGUS WAHYUDI
AGUS WAHYUDI Mohon Tunggu... Jurnalis - setiap orang pasti punya kisah mengagumkan

Jurnalis l Nomine Best in Citizen Journalism Kompasiana Award 2022

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Insomnia

27 Agustus 2019   10:31 Diperbarui: 4 September 2019   12:27 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Tidurlah, manisku. Aku lagi gak mood bahas itu," Darwis memotong pembicaraan sebelum Virta melanjutkan membaca.

Darwis seolah membaca pikiran Virta. Belum sempat terlontar ucapan, ia beru-buru menyela, "Aku nanti  menyusul. Aku butuh berdiam diri, setidaknya setelah fajar menyapa. Aku baik-baik saja, manisku."

"Please, istirahatlah sayang. Jangan biarkan waktu membunuhmu. Banyak orang mengharapkan kehadiranmu. Tak terkecuali buat dia." Virta meraih tangan Darwis, kemudian menempelkan ke perutnya 

Darwis mengangguk. Namun, lagi-lagi, ia tak menjawab secuil kata pun. Hanya pelukan hangat yang ia berikan agar istrinya tenang. Darwis lalu merapatkan selimut, kemudian mengecup lembut kening perempuan itu.

***

"Berapa banyak lagi yang ingin kau nikmati?" Darwis tiba-tiba tersadar oleh deru ingatan dalam otaknya. Berbagai kemaksiatan, keculuasan, kenaifan, kesia-siaan. Semua hal yang melenakan. Berbarengan dengan dorongan nafsu insani.

Perasaan menggiring seolah menginsyafi, betapa betapa bodoh manusia dengan segala keangkuhannya. Dia yang luluh tanpa daya tatkala emosi dan akalnya memopor akal sehat, hingga jatuh dalam kebingungan dan kehampaan yang menyiksa.

Saat sedih begini, ia terlecut mengingat sejumlah referensi tentang seni mengatur pikiran. Betapa pikiran negatif itu memang selalu menghampiri di antara segunung impian, harap, dan asa. Yang mengerek setinggi mungkin untuk meraihnya.

Di saat yang sama, prasangka berbalut amarah dan cemburu melintas tanpa ampun. Mengabaikan semua kekuatan yang jauh lebih besar dari kealpaan dan kelemahan manusia.

Beban ini kelewat menggoncangkan hati. Seperti kabut tebal mengurung bumi. Bukankah kekalutan memang menjadi ladang empuk bagi setan untuk mengaduk-aduk perasaan manusia? Ah, kenapa aku selemah ini? Kerdil dan pandir?

Darwis mengambil air wudlu. Ini cara kesekian kali yang dilakukan untuk mengatasi ketidakyamanan hatinya. Dia membasuh kepala, muka, tangan, dan kakinya. Berharap mampu membasuh batin yang gersang. Menembus ruang batin yang tandus dari benaih-benih kebaikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun