Mohon tunggu...
Agus Tulastyo
Agus Tulastyo Mohon Tunggu... lainnya -

Praktisi periklanan, Pengamat media, Peneliti. "All Truth passes thru three stages: First, it is ridiculed. Second, it is violently opposed. Third, it is accepted as self-evident." - Arthur Schopenhauer; German Philosopher

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

“Renaissance” A la Presiden Jokowi; Salah Langkah Turun Tahta?

10 Desember 2014   20:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:36 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14181943351958298236

“It is well enough that people of the nation do not understand our banking and monetary system, for if they did, I believe there would be a revolution before tomorrow morning.”

- Henry Ford; American Businessman, 1863-1947.

APEC 2014; Presiden Jokowi mengundang para CEO’s dan mempresentasikan Gigantic Project yang ia ingin capai atau paling tidak bisa terlaksana pada masa jabatannya. Para investor dipersilahkan untuk mengambil bagian. Mulai dari proyek peningkatan daya tampung terminal Tanjung Priok, Waduk, Seaport dan Deep Seaport, MRT, hingga rel kereta di kelima pulau besar Indonesia; Sebuah Gigantic-Project yang sangat ambisius juga membanggakan. Jika semua itu terlaksana tanpa halangan berarti, Presiden Jokowi pantas mendapat gelar Bapak Pembangunan NKRI. Kitapun bisa memberi lebel masa pemerintahannya dengan era “RENAISSANCE” ala Presiden Jokowi. Apabila GiganticProject ini berhasil dilaksanaan dengan suksen, maka akan banyak perubahan besar dan mendasar yang terjadi; Pol-Ek-Sos-Bud-Hankamnas.

Dengan alasan keterbatasan dana pemerintah, Presiden mengajak para CEO’s untuk berinfestasi dan berjanji memberikan kemudahan. Hanya dalam hitungan minggu bahkan hari, Rusia, Jepang, China dan Korea Selatan menawarkan diri untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan beberapa proyek infrastruktur. Kita harus mengapresiasi keberanian Presiden untuk membuat terobosan baru; “Think Out of the Box”. Pemikiran dan keberanian politik seperti ini merupakan petunjuk, bahwa Presiden Jokowi tidak terbebani oleh berbagai hal dimasa lalu dan sekarang, yang sekiranya dapat memberatkan dan membelenggunya untuk melakukan sesuatu demi kemakmuran/kesejahteraan Rakyat, kemajuan/kedaulatan Bangsa dan Negara. Prsiden tidak memiliki beban sama sekali sehingga ia lebih leluasa untuk manjalankan tugas Kepersidenan secara utuh, serta mewujudkan cita-cita besarnya untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Bagaimanapun dibalik Cita Besar Presiden, ada kendala besar, yaitu: Dilema Pendanaan. Pendanaan bisa didapat dengan cara; PPP/P3 (Public-Private Partnership), G2G ( Govt. to Govt.) biasa disebut dengan kerjasama bilateral, Pemerintah mengeluarkan Global Bond, dan Pendanaan dengan batuan institusi keuangan global IMF/World Bank, dll. Penentuan cara pendanaan inilah terkadang menjadi satu dilema. Mengapa pendanaan harus menjadi sebuah dilema...? Karena, jika Presiden Jokowi salah menentukan pijakan, dampaknya memperburuk atau bahkan kehilangan persahabatan antar negara. Bahkan dalam kasus tertentu karena menolak penawaran pinjaman dari sebuah institusi keuangan global, posisi Presiden bisa saja dijatuhkan, melalui berbagai cara.

Dilema Pendanaan GiganticProject Presiden Jokowi

Untuk menentukan pendanaan berupa pinjaman luarnegri atau kerja sama atau apapun, tidaklah semudah yang kita fikir. Sedemikian kompleks, saling bergantung dan saling mempengaruhi antara satu dan lain, bagai sebuah rangkaian yang tidak dapat terpisahkan; Interdependency. Saling ketergantungan ini memerlukan perhatian secara penuh, sangat khusus dan kalkulasi yang sangat matang. Jika tidak akan dapat menimbulkan peristiwa yang kita tidak inginkan, misal: Pertumbuhan ekonomi memburuk, turbulensi politik, hingga pergantian rezim. Itulah resiko yang harus dihadapi oleh Presiden Jokowi jika salah dalam menentukan langkah kebijakan.

Dilemanya: Bentuk atau skema Kerjasama apapun jika Gagal/Digagalkan oleh pemerintah terhadap negara, IMF/World Bank, atau Perusahaan Multinational tertentu, akan dapat  menimbulkan dampak yang kurang menguntungkan, seperti: a) Perjanjian Investasi terbaru akan ditinjau, sementara investasi yang sudah ditanamkan tidak dikembangkan atau bahkan bisa ditutup/dihentikan. b) Export Import; Negara yang dikalahkan/gagal/digagalkan akan membuat peraturan atau kebijakan khusus Indonesia, yang akan mengurangi/menghambat eksport/import, diikuti oleh negara-negara sekutunya. c) Hubungan diplomatik merenggang, tidak akan mendukung dan meyetujui prakarsa apapun yang dikeluarkan oleh Indonesia di forum internasional, diikuti oleh aliansinya. d) Diciptakan turbulensi politik, Social Chaos, yang berujung pada jatuhnya pemerintahan dan pergantian rezim. e) Propaganda; Presstitute Media Local/Global, yang menciptakan opini buruk dan sangat buruk terkait dan berhubungan dengan Indonesia. f) Intinya akan ada Retaliation, dari negara-negara yang merasa digagalkan.

Fokus utama: World Bank...

Mengapa World Bank...? Apakah kita harus membenci/mencampakkan/membuang World Bank...? Tidak, tidak harus diapa-apakan. Sebab sistem perekonomian global yang diciptakan saat ini, menciptakan interdependency antara negara dan sudah terikat/terkunci oleh; IMF, World Bank, dan WTO. Jika sebuah negara mencoba keluar/melepaskan diri dari ketiganya, kemungkinan besar akan terjadi pergolakan besar atau ditimpakan sangsi ekonomi hingga mengalami kerusakan dan pembusukan di dalam negeri negara bersangkutan, pergantian rezim tak terelakan, yang berujung kembali bersandar pada ketiga lembaga tersebut; Global Conspiracy...!!! Tetapi ketiga badan dunia di atas, bukan berarti tidak mendapat perlawanan gigih dari beberapa negara yang perduli akan Kedaulatan, Kesejahteraan, Kebebasan, dan Kemandirian. Ini dibuktikan dengan terbentuknya BRICS; Brazil, Rusia, India, China, dan South Africa. BRICS, adalah pemegang global currency yang tidak bisa dianggap sebelah mata, oleh karena itu mereka sanggup Face-off atau Head to Head melawan IMF dan World bank. Faktanya: BRICS New Development Bank (NDB) dan Contingent Reserve Arrangement (CRA).

Sempat isu berkembang keseluruh dunia tentang Negeri Pertiwi yang diprekdiksi akan menjadi salah satu kandidat utama penambahan anggota BRICS, atau menggantikan kedudukan India (yang saat itu mengalami penurunan perekonomi sangat tajam, akibat serangan balik). Mengapa Rusia dan China memprakarsasi dan mem Back-up BRICS...? Jawabannya, sangat sederhana, berusaha: Memerangi Ketidakadilan, Memerangi Kesewenangan, Memerangi Limited Currency Domination (US $ and Euro), Mendukung Kesetaraan anggota yang tidak terjadi di dalam tubuh IMF dan World Bank, didominasi oleh USA dan Eropa. Tapi apakah tidak ada agenda lain yang melatar belakangi Perdirian BRICS dengan NDB dan CRA nya...? Tentu sebuah badan dunia didirikan untuk: Pertama, kepentingan ekonomi negara terkuat dibadan tersebut. Kedua, menciptakan New Global Empire, selama ini didominasi oleh USA dan Eropa. Sehingga tercipta dua block kekuatan ekonomi masing-masing dipimpin oleh Western Cabal dan Far-Eastern Cabal.

So...? Kembali ke dalam negeri, masih ingatkah kita, tentang penolakan Gubernur DKI Joko Widodo terhadap tawaran pinjaman dana dari World Bank...? (Baca lengkap artikelnya di http://politik.kompasiana.com/2014/11/15/presiden-jokowi-imfworldbank-dan-bbm-703397.html ). Apa lacur...? Demo buruh berurutan mengikuti dan menyusul peristiwa penolakan tersebut. Tapi mengapa BRICS Development Bank tidak ikut menawarkan atau berpartisipasi menawarkan pinjaman terkait GiganticProject Presiden Jokowi...? Semua bergantung pada keptusan bijak yang akan ditempuh oleh Presiden sendiri; WRONG STEP could be a CHAOS yang berakibat/berujung pada IMPEACHMENT.

Sejatinya pinjaman yang ditawarkan oleh World Bank juga tidak harus selalu bermasalah, terkadang permasalahan terjadi karena perilaku pejabat kita sendiri yang menempatkan dirinya berada di bawah telapak kaki World Bank. Seluruh pemimpin dan Rakyat Negeri tidak perlu menafikan dan mencampakkan badan-badan dunia seperti World Bank, yang dibutuhkan adalah Self Confidence, Dignity, Pride, Sovereignty, and How to manage all decisions and agreement with World Bank, for the benefit of the people of Indonesia;

Ada beberapa perkembangan baru yang terjadi setelah Gubernur Jokowi terpilih menjadi RI-1. Basuki Tjahaya Purnama yang saat ini menjadi Gubernur DKI menyetujui pinjaman dari World Bank, mudah-mudahan ini adalah hasil dari sebuah proses yang telah disebutkan di atas dan demi kepentingan masyarakat DKI. Selain dari itu keputusan ini juga akan memberikan dampak positif bagi kredibilitas, kenyaman dan keamanan dalam menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI.

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/12/08/18564711/Bank.Dunia.Bantu.Ahok.Wujudkan.Jakarta.Baru.

Perkembangan lain, seperti dikemukakan Menko Ekonomi Sofyan Djalil, bahwa World Bank tertarik untuk memberikan pinjaman dengan berbagai keuntungan dan kelebihan dibanding dengan pinjaman luarnegeri lain (We hope this is not a Tricky game), terutama dibanding dengan mengeluarkan Global Bond. Apabila kita mencermati dan menelaah dengan teliti pernyataan sang Menko, ia cenderung untuk lebih menyetujui skema yang diajukan World Bank. Pertanyaannya, mengapa tiba-tiba Menko mengeluarkan pernyataan tersebut...? Apakah presiden memonitor sepenuhnya pertemuan tersebut...?

http://finance.detik.com/read/2014/12/08/121114/2770641/4/menko-sofyan-sebut-bank-dunia-siap-beri-utang-ke-ri-untuk-bangun-infrastruktur

http://www.tempo.co/read/news/2014/12/08/090627039/p-World-Bank-Tawari-Jokowi-Utang-Baru

Jika memang benar World Bank menawarkan skema pinjaman lebih menguntungkan, seperti apa bentuk penawaran dan permintaan yang diajukan...? Mengapa tidak dipublikasikan saja sehingga rakyat dapat memberikan masukan dan penilaian atas rancangan yang di ajukan, sebab hal ini terkait dengan sebuah GiganticProject yang akan meninggalkan hutang tidak sedikit, dan berdampak pada anak cucu dimasa depan. Ada pepatah diluar sana yang mengatakan “The more Debt, The more we can Control the Government; Like a Drone” Terkadang juga, karena keadaan yang sudah diciptakan dan tercipta sedemikian rupa, pemerintah tidak memiliki banyak pilihan. Jika pemerintah berani menolak pinjaman dari sebuah lembaga atau badan dunia tentu dampaknya akan sangat serius dan tidak main-main.

Dibawah ini adalah kemungkinan beberapa hal yang akan terjadi jika penawaran ditolak  oleh Pemerintahan President Jokowi dari instsitusi keuangan global, berdasarkan pada pengalaman sejarah buruk bangsa ini. Fakta, pada Era Alm. Presiden Suharto:

Pre-Conditioning:


  1. Membangun dan membentuk Opini masyarakat menggunakan kepanjangan tangan PRESSTITUTE MEDIA/DickSucker MEDIA and EUNUCH JOURNALIST, melalui Propaganda; Derogatory, Mockery, Slander, Bias, Demonization, dengan bantuan PUNDITOCRACY (Pundit Wani-piro). Untuk melawan pemerintahan.
  2. Memanfaatkan krisis kepercayaan dan kebencian terhadap Istana Negera beserta inner-circle dan keluarga Presiden.


Conditioning:


  1. Membiarkan Perusakan dan Pembusukan institusi dan aparat negara melalui KKN secara terang-terangan tanpa rasa malu; Sangat dan terus  menjamur menyebar kesegala arah pada era orde baru. “The More Corrupt the Government, the More Saver  and Easy to us” (Quote: salah satu dialog dari film Syiriana)
  2. Melumpuhkan perekonomian; Presiden Suharto saat itu dihadapkan pada larinya para investor dan penarikan uang besar-besaran (rush). Karena tidak dapat menahan gempuran, nilai rupiahpun terkulai lemas dan jatuh, terjadilah Chaos.
  3. Pengorganisasian tokoh Oposisi dan NGO; Para tokoh Nasional berpengaruh (saat ini sebagian besar masih sehat) berkumpul/dikumpulkan/dipertemukan dan membuat deklarasi yang menuntut Reformasi dan Presiden turun dari Tahtanya.


Launch:


  1. Destabilitasi politik dan social welfare; Benturan-benturan politik terjadi hingga meningkatkan tensinya, mulai dari partai pendukung pemerintah, Golkar, kemudian  merambah tubuh TNI, dan isu SARA. Disisi lain harga dan stok kebutuhan pokok tak terkendali, memicu...
  2. Gerakan Massa dan perpecahan di tubuh TNI; Demonstrasi bergelombang diskenariokan mulai dari satu Universitas kemudian menyebar keseluruh Universitas, ditambah dengan Ormas dan NGO, kemudian berubah menjadi gerakan nasional (diawali oleh ditembak matinya beberapa mahasiswa) yang tidak terkendali sama sekali, dan ancaman Kudeta, Negeri Pertiwi terluka parah dan hancur lebur.
  3. Pergantian rezim; Presiden Suharto dipaksa mengundurkan diri, namun sebelum itu terjadi ia terlebih dahulu dipaksa/terpaksa menanda tangani sebuah perjanjian; IMF.
  4. Keuntuntungan dipihak mana...? IMF. Diatas itu semua yang memenangkan pertarungan adalah mahluk paling hina di dunia, bernama Michel Camdessus.


Other Method (Classic):


  1. Economic Hitman; Datang untuk menjalin persahabatan dan menawarkan jasa bantuan. Dalam massa sekarang bisa dilakukan oleh siapun yang terkait dengan institusi keuangan global. (Baca buku; The Confession of Economic Hitman). Bertemu Presiden, mengucapkan selamat dan membawa “Bingkisan”. Jika “Bingkisan” dan penawaran bantuan dan kerjasama ditolak, maka...
  2. Deploy Jackal; Dikirim orang yang diberikan wewenang untuk memutuskan atau melakukan metode apapun untuk memberi “Warning Signal”agar sang penguasa menyadari situasi yang ia hadapi;(Main Mission; Assassination). Kemudian...
  3. Second Approach by Economic Hitman; Pertemuan kedua kalinya antara Prsiden dengan seorang perwakilan dari lebaga keuangan global. Merupakan penawaran kedua dan terakhir yang ditawarkan kembali untuk bekerjasama dengan lembaga tersebut. Jika tidak ada titik temu, maka...
  4. Switch On the green light signal” for the Jackal; Jackal akan bertindak untuk menghabisi, Extermination, sang kepala negara bersangkutan; Jika diperlukan seluruh keluarganya, dan seluruh kolega dekatnya sirna dari muka bumi. Namun jika metode ini sulit dan hampir tidak mungkin dilaksanakan (Saddam Hussein), maka...
  5. Deploy Troops or “Troops”; Mengirim pasukan dengan misi khusus (Black Ops) untuk menghancurkan dan mendemolisasi infrastuktur utama, seperti: Pusat Tenaga Listrik, Sabotase BBM, Radio dan Televisi milik pemerintah, Bank Sentral dan Bank Pemerintah, dll. Sehingga dapat melumpuhkan jalannya pemerintahan. Untuk “Troops” dengan tanda (“.”) petik dimaksud, penggunaan dan memberdayakan para pelaku kriminal atau kelompok tertentu yang diberi pangkat terhormat sebagai “Terrorist Group” atau “Freedom Fighters”.


Jadi bagaimanakah mencegah dan menghadapi ancaman-ancaman yang mungkin saja bisa terjadi kedua kalinya di Negeri Nyiur Tercinta ini...? Seperti telah diungkapkan di atas, sikap bijak dan pengambilan keputusan yang tepat; Setelah melalui berbagai proses analisis dan kalkulasi dampak. Berdayakan seluruh elemen masyarakat untuk membangun dan mempertahankan persatuan dan kesatuan, juga semua unsur lembaga pemerintah, partai politik, mahasiswa dan organisasi masyarakat. Dengan demikian dapat lebih mudah mereduksi, serta memetakan lalu menetralisir titik-titik panas. Apakah kita harus menetralisir World Bank atau Institusi Keuangan Global...? Sekali lagi Tidak Perlu!!!!! Negeri ini pelu membangun dan menciptakan kesejahteraaan bagi seluruh rakyat, dan itu membutuhkan dana yang sangat besar. Yang diperlukan hanyalah “How to Manage/Control them; Never give them a chance to get a loophole”

“I believe that banking institutions

are more dangerous to our liberties than standing armies.”

– Thomas Jefferson; (1743–1826), 3rd president of the US 1801–09

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun