Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Slobodan Milosevic: Sarjana Hukum dan Presiden yang Dihukum karena Genosida Bosnia

12 Juli 2024   06:10 Diperbarui: 12 Juli 2024   12:04 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Slobodan Milosevic/kibrispdr.org

Masih ingat Slobodan Milosevic? Dia adalah Presiden Serbia yang menjabat antara 1989-1997 atau bertepatan dengan masa-masa pemusnahan massal (genosida) oleh Serbia di Kosovo dan Bosnia-Herzegovina. 

Meski berperan menjadi arsitek genosida, ia tetap melenggang menduduki kursi kepresidenan Yugoslavia pada tahun 1997 hingga 2000. Saat itu federasi Yugoslavia tinggal menyisakan dua negara bagian yaitu Serbia dan Montenegro plus satu provinsi otonom Vojvodina. Empat negara bagian lainnya yaitu Kroasia, Slovenia, Macedonia dan Bosnia-Herzegovina serta provinsi otonom Kosovo telah menyatakan melepaskan diri dari federasi Yugoslavia.

Penulis tertarik saat membaca biografi Milosevic. Ia ternyata berlatar belakang pendidikan Ilmu Hukum. Lebih menarik lagi karena hal itu ia raih dalam keadaan serba keterbatasan sebagai anak yatim-piatu. Hal menarik lainnya adalah manuvernya di tengah gejolak persaingan ideologi Komunis dan Nasionalis. Berikutnya, meskipun ia berada di balik genosida di Kosovo dan Bosnia-Herzegovina ia tetap melenggang nyaman ke kursi kepresidenan Yugoslavia.

Manuvernya baru berhenti setelah ia turun dari kursi kepresidenan Yugoslavia. Ironi politik pun terjadi saat dirinya pertama kali ditangkap justru oleh negara yang pernah dipimpinnya. Ia tidak berdaya menahan kehendak zaman yang memaksanya menghuni ruangan di balik jeruji besi. Di sana pulalah ia menghembuskan nafas terakhir, di dalam ruangan yang sempit dan lembab. Bukan di istana kepresidenan mewah yang pernah dinikmatinya selama lebih dari satu dasawarsa.

Lalu bagaimana kisah hidup Milosevic? Meski lebih singkat dari biografi sesungguhnya, kami mencoba menyusunnya secara sistematis dan kronologis dengan tujuan mendapatkan pelajaran berharga. Bagi mereka yang saat ini menduduki kursi kepresidenan, belajarlah dari kisah hidup Milosevic. Seseorang yang pernah menjadi pemimpin tertinggi negara justru ditahan oleh negara yang pernah dipimpinnya.

Milosevic adalah contoh anak muda yang mestinya bisa menikmati perjuangan hidupnya di usia tuanya sehubungan dengan karirnya yang cemerlang meski di tengah keterbatasan. Milosevic adalah representasi pemimpin yang tenggelam dalam lautan ambisi yang ombaknya ia ciptakan sendiri. Padahal andaikan ambisi itu ia ubah menjadi cita-cita mulia dengan menghargai kemanusiaan maka ia bisa saja bersantai di atas bahtera yang berlayar di samudera yang tenang. Lalu namanya dikenang abadi dari generasi ke generasi, layaknya pendahulunya, Josip Broz Tito. Berikut kami sajikan kisah hidup Slobodan Milosevic yang kami sarikan dari beberapa sumber.

Masa Kecil yang Tak Bahagia

Slobodan Milosevic---akrab dipanggil Slobo di keluarganya---dilahirkan  di Pozarevac, Serbia pada 20 Agustus 1941. Ayahnya yang bernama Svetozar bekerja sebagai guru Teologi Ortodoks Timur di Montenegro. Meski berdarah Montenegro dari garis ayah, tetapi Slobo jarang sekali menjenguk keluarganya di sana. Ibu Slobo bernama Stanislava, juga seorang guru sekaligus aktivis Partai Komunis.

Nama Slobo sendiri bermakna kebebasan atau kemerdekaan. Itulah sebabnya sejak kecil, orang tuanya sudah memperdengarkan puisi-puisi kepahlawanan kepada Slobo, begitupun kisah-kisah kepahlawanan. Slobo kemudian mengagumi sosok pahlawan pembebas seperti Pangeran Marko yang mampu membunuh naga dan prajurit-prajurit Turki. Saat kuliah, Slobo mengagumi Pangeran Milos Obrenovic, seorang pejuang anti-Turki. Kelak, nama Marko dan Milos kemudian dilekatkan pada dirinya dan putranya, Slobodan Milosevic dan Marko Milosevic.

Kita kembali pada kehidupan keluarga Slobo kecil yang bisa dikatakan kurang bahagia. Sejak usia 5 tahun, ayah dan ibunya sudah berpisah. Ayahnya memutuskan pergi dan tinggal di Montenegro bersama saudara laki-laki Slobo, sedangkan Slobo tetap tinggal bersama ibunya di Serbia.

Ayahnya yang seorang guru Teologi pernah belajar menjadi Imam di Gereja Ortodoks, tetapi tidak pernah ditahbiskan hingga ia memutuskan bunuh diri saat Slobo masih kuliah. Hanya berselang sepuluh tahun dari kematian tragis sang ayah, Slobo harus menerima kenyataan tragis lainnya saat ibunya juga memutuskan gantung diri. 

Tidak diketahui motif dibalik bunuh diri yang dilakukan oleh kedua orang tua Slobo, sebab ternyata adik ibunya yang seorang tentara juga melakukan bunuh diri. Salah satu sumber hanya menyebut faktor ekonomi keluarga yang serba kekurangan yang menjadi penyebab orang tua Slobo melakukan bunuh diri.

Mirjana Markovic: Istri Sekaligus Guru Politik

Mungkin kita bertanya bagaimana seorang Milosevic remaja meneruskan perjuangan meraih cita-citanya tanpa kedua orang tua di sampingnya? Bahkan dengan trauma mendalam pasca bunuh diri yang dilakukan oleh ayah, ibu dan pamannya. Jawabannya adalah keberadaan Mirjana Markovic yang dinikahi oleh Slobodan Milosevic setelah tamat SMA. Mirjana inilah yang menjadi satu-satunya teman dekat Milosevic saat SMA.

Entah karena persamaan nasib atau bukan, Mirjana menjadi akrab dengan Milosevic yang juga mengalami nasib sama yaitu orang tua yang bercerai. Mirjana inilah yang menyalakan semangat Milosevic di tengah keterbatasan ekonomi dan keluarga yang tidak harmonis. Milosevic remaja tetap meneruskan pendidikan untuk meraih mimpi-mimpinya. Pengalaman keluarga yang tidak harmonis berujung bunuh diri kedua orang tua membuat Milosevic tumbuh menjadi siswa yang tidak banyak tingkah. Ia lebih banyak menulis artikel atau puisi dan diterbitkan oleh majalah sekolah. Ia tergolong siswa yang pendiam bahkan bisa dikatakan tidak mempunyai teman dekat. Satu-satunya teman terdekatnya saat SMA hanyalah Mirjana yang kemudian dinikahinya setamat SMA.

Milosevic yang sejak kecil sudah mengenal Partai Komunis dari sang ibu yang merupakan aktivis partai, sejak remaja juga sudah bergabung di Partai Komunis atau disebut juga Liga Komunis. Mirjana yang ibunya juga mantan aktivis Partai Komunis menjadi pendukung dan tandem setianya. Sambil aktif di Liga Komunis, Milosevic dan Mirjana yang sudah menikah meneruskan pendidikan di Universitas Beograd, Yugoslavia. Milosevic memilih Ilmu Hukum sedangkan Mirjana memilih Jurusan Filsafat Politik. Keduanya berhasil menyelesaikan pendidikan pada tahun 1964. Saat itu usia Milosevic 23 tahun sedangkan Mirjana 22 tahun.

Setelah berkarir di dunia politik, Mirjana bukan hanya menjadi pendamping atau motivator tetapi sekaligus menjadi inspirator bagi Milosevic. Ia juga menjadi pendukung utama Milosevic dalam mewujudkan Serbia Raya. Begitupun setelah suaminya menduduki kursi kepresidenan, Mirjana memiliki andil besar dalam pengambilan keputusan-keputusan politik. Tentu ini juga didukung oleh latar belakang keilmuan Mirjana sebagai sarjana Filsafat Politik.

CEO dan Presiden Liga Komunis

Sebagaimana umumnya anak muda yang baru menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi, tentu target selanjutnya adalah mencari pekerjaan. Meski berlatar belakang pendidikan hukum, tetapi Milosevic muda justru tertarik bekerja di perusahaan. Hal ini disebabkan cita-cita Milosevic memperbaiki kehidupan ekonomi keluarganya. Kita masih ingat bagaimana ayah, ibu dan pamannya melakukan bunuh diri karena keterbatasan ekonomi.

Hanya butuh waktu lima tahun setelah menyelesaikan studinya, pria muda berumur 28 tahun itu sudah menduduki kursi Wakil Chief Executive Officer (CEO) di perusahaan Tehnogas. Ia mendampingi rekan satu partainya, Ivan Stambolic yang menjabat CEO. Empat tahun berselang, karir Milosevic naik satu anak tangga menjadi CEO, menggantikan Stambolic yang terpilih menjadi pemimpin Partai Komunis Serbia.

Lima tahun menduduki kursi empuk CEO, lagi-lagi karir Milosevic semakin menanjak. Ia mendapat tawaran menjabat Ketua Beogradska Banka (Bank Beograd). Posisi ini membuatnya sesekali tinggal di New York mengurus perwakilan resmi bank di luar negeri. Meski sudah berkarir di bisnis selama lebih sepuluh tahun sejak menjabat Wakil CEO hingga menjadi Ketua Bank, mimpi-mimpi politik Milosevic belum memudar. Masih terngiang-ngiang puisi dan kisah-kisah kepahlawanan

Lima tahun menjabat Ketua Bank, saat berusia 42 tahun, Milosevic memutuskan kembali meniti karir politik. Milosevic yang memang sejak remaja telah dikader di Partai Komunis hanya butuh waktu setahun untuk menjadi Presiden Komite Kota Beograd dari Liga Komunis.

Bermanuver di Antara Dua Ideologi hingga Memimpin Partai Komunis

Saat menjabat Presiden dari Komite Kota Beograd, usia Milosevic sudah 43 tahun. Pengalaman organisasi dan lebih sepuluh tahun berkarir sebagai pemimpin perusahaan telah membentuk rasa percaya dirinya. Representasi komunis sejati diperlihatkannya saat menentang Nasionalisme dan menghalangi penerbitan sebuah buku yang ditulis oleh Slobodan Jovanovic. Ia tidak merasa canggung, meskipun Jovanovic adalah sejarawan Serbia yang terkemuka, yang juga adalah profesor hukum sekaligus politikus dari golongan nasionalis.

Pendirian Milosevic sebagai pembela sejati Komunisme semakin tampak ketika ia dengan lantang menyuarakan agar Marxisme tetap dipertahankan sebagai sebuah mata pelajaran sekolah. Ia juga secara terbuka mengecam para remaja di kota Beograd karena minimnya kehadiran mereka saat perayaan Hari Pemuda Komunis.

Menjelang pertengahan 1987, Milosevic telah menjelma menjadi satu tokoh berpengaruh yang patut diperhitungkan dalam kancah politik Serbia. Luar biasanya, ia sesekali tampil sebagai pengusung Nasionalis, dan di lain waktu tetap mengibarkan bendera Sosialisme dan Internasionalisme yang memang menjadi ciri ideologinya.

Meskipun demikian, mantan CEO di perusahaannya, yang memang lebih duluan berkarir di dunia politik, Ivan Stambolic masih selangkah lebih maju dari Milosevic. Stambolic bukan hanya terpilih menjadi pemimpin partai dari Serbia dari Liga Komunis tetapi pada paruh akhir 1987, ia melenggang ke kursi kepresidenan Serbia. Lalu lagi-lagi Stambolic mempromosikan Milosevic menjadi calon ketua partai yang baru menggantikan posisinya. Meski beberapa tokoh senior partai merasa khawatir, Milosevic berhasil menang tipis dalam kontestasi pemilihan ketua Partai Komunis Serbia.

Mengamankan Kursi Kepresidenan Serbia 

Pasca menduduki posisi ketua Partai Komunis Serbia, Milosevic sudah bersinggungan dengan persoalan menyangkut etnis Muslim Albania di Kosovo. Ia bahkan mengecam penggantinya di pucuk pimpinan Komite Beograd yang dianggapnya terlalu lunak terhadap kelompok radikal Albania. Bersama para pendukungnya, Milosevic berhasil membuat penggantinya itu tersingkir. Termasuk mentor politiknya, Stambolic yang juga mengundurkan diri dari kursi kepresidenan.

Seperti sudah diduga, Milosevic mengambil alih kursi kepresidenan Serbia dari mentor sekaligus promotor yang membantunya meniti karir, baik di perusahaan maupun di dunia politik. Milosevic menjadi Presiden Serbia sejak tahun 1989 saat usianya 58 tahun. Tahun 2000, Stambolic diculik dan mayatnya ditemukan tiga tahun kemudian. Meski Milosevic dituduh terlibat, tetapi nyatanya yang dinyatakan bersalah adalah sejumlah anggota polisi rahasia dan gang kriminal di Beograd.

Milosevic juga punya cara tersendiri menyingkirkan lawan-lawan politiknya di negara bagian atau provinsi di Yugoslavia. Demonstrasi-demonstrasi yang disponsorinya berhasil melengserkan pemimpin Vojvodina, Montenegro dan Kosovo. Milosevic juga berhasil memaksakan amandemen konstitusi untuk membatasi otonomi dua provinsi.

Ambisi Serbia Raya dan Awal Genosida

 Di antara ambisi Slobodan Milosevic yang akan menentukan perannya sebagai arsitek genosida adalah mewujudkan Serbia Raya. Milosevic bercita-cita menempatkan etnis Serbia sebagai pemimpin negara-negara bagian Yugoslavia. Demi mewujudkan visi ini, Milosevic mulai menempuh jalur konstitusional.

Hal pertama yang dilakukan adalah melalui mekanisme Kongres Liga Komunis Yugoslavia. Saat kongres ke-14 tahun 1990 itu, delegasi Serbia yang dipimpin Milosevic mendesak dikembalikannya Konstitusi 1974 yang memberi kekuasaan lebih kepada negara-negara bagian saat pemilihan. Konstitusi ini akan memberi peluang kepada etnis mayoritas untuk memenangkan kontestasi, berbeda dengan konstitusi yang sedang berlaku yakni "satu orang satu suara". Usulan delegasi Serbia ini mendapat penentangan terutama dari delegasi Slovenia dan Kroasia. Delegasi kedua negara bagian ini memutuskan walk out meninggalkan kongres. Ini juga menandai perpecahan di internal partai penguasa di Yugoslavia.

Perpecahan di internal partai penguasa ini diperparah dengan instabilitas politik nasional di Yugoslavia pasca meninggalnya Presiden Josip Broz Tito. Yugoslavia yang saat itu dipimpin oleh lembaga kepresidenan yang berjumlah delapan orang semakin menuju jurang perpecahan. Apalagi empat anggota kepresidenan itu merupakan pendukung Milosevic.

Akibat dari instabilitas politik yang tidak lepas dari manuver Milosevic, pada 25 Juni 1991, Slovenia dan Kroasia yang delegasinya walk out saat kongres Liga Komunis Yugoslavia (1990) memutuskan memisahkan diri dari Yugoslavia (25 Juni 1991). Menyusul Macedonia (8 September 1991), dan Bosnia-Herzegovina (1 Maret 1992). Provinsi otonom Kosovo mengikuti langkah keempat negara bagian tersebut pada Mei 1992. Tersisa Serbia, Montenegro dan provinsi otonom Vojvodina yang tetap ingin mempertahankan bentuk federasi.

Meskipun ada empat negara bagian yang memisahkan diri dan satu provinsi otonom, Milosevic hanya mengarahkan pandangan mautnya ke Kosovo dan Bosnia-Herzegovina. Etnis Muslim Albania di Kosovo yang pertama merasakan tangan besi Milosevic, menyusul etnis Muslim di Bosnia-Herzegovina. Perbedaannya, di Kosovo, Milosevic langsung memerintahkan agresi yang menimbulkan genosida, sedangkan di Bosnia-Herzegovina, Milosevic mendukung milisi etnis Serbia dengan memberikan bantuan tentara.

Meski demikian, saat PBB dan NATO memediasi konflik untuk mengkhiri genosida yang sudah terjadi tiga tahun, Milosevic bersedia hadir. Milosevic lantas dipuji karena bersedia menghadiri Perundingan Dayton (1995). Ia mendapatkan apresiasi dari Dunia Barat sebagai salah satu pilar perdamaian di Balkan.

Presiden Yugoslavia

Puncak karir Slobodan Milosevic diraihnya pada tahun 1997 saat berhasil menduduki kursi kepresidenan Yugoslavia. Peluangnya meraih posisi tertinggi Yugoslavia juga ditunjang oleh komposisi negara bagian yang menyisakan Serbia dan Montenegro plus provinsi otonom Vojvodina. Dengan demikian, ambisinya mewujudkan Serbia Raya gagal total karena Slovenia, Kroasia, dan Macedonia terlanjur memisahkan diri. Tindakan keras ke Kosovo dan Bosnia-Herzegovina ternyata juga tak mampu meluluhkan mereka untuk bergabung kembali dengan Yugoslavia. Justru yang tersisa adalah kehancuran secara fisik dan mental serta penderitaan tiada tara.

Kelompok separatis etnis Albania yang sejak lama tidak pernah setuju dengan manuver Milosevic masih tetap menjadi ancaman. Puncaknya adalah perang yang terjadi tidak sampai setahun pasca Milosevic menjabat. Milosevic menggunakan kembali tangan besinya atas Kosovo sehingga memaksa NATO membombardir tentara Yugoslavia antara Maret hingga Juni 1999. Milosevic terpaksa menarik pasukannya dari Kosovo.

Ditangkap dan Diadili

 Tanda-tanda memudarnya karir Slobodan Milosevic sudah terlihat saat perolehan suara nyaris imbang pada Pemilu Yugoslavia tahun 2000, dengan kemenangan pemimpin oposisi Vojislav Kostunica. Meski awalnya sempat menolak kemenangan oposisi, tetapi tekanan publik membuat Milosevic menyerah. Akhirnya, Milosevic tumbang oleh kekuatan oposisi yang didukung oleh NATO.

Setelah kehilangan kekuasaan, mantan Presiden Serbia dan Presiden Yugoslavia ini harus menerima kenyataan pahit. Ia harus memanen apa yang telah ia tanam saat berkuasa. Ironisnya, perintah penangkapan dirinya dikeluarkan oleh otoritas pemerintahan negara yang pernah dipimpinnya. Ia ditangkap pada 31 Maret 2001 oleh polisi Serbia dengan tuduhan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, tetapi ia kemudian dialihkan ke pengadilan International Criminal Tribunal for for Former Yugoslavia (ICTY). Awalnya pengadilan ICTY yang berpusat di Den Haag, Belanda menuntutnya atas kasus genosida di Kosovo, kemudian ditambah kasus genosida di Bosnia.

Banyaknya Pendukung Tak Mampu Menghindarkan dari Maut

Proses pengadilan Milosevic tidaklah mudah sehingga membutuhkan waktu hingga dua tahun. Sebagai sosok yang pernah sangat kuat dan berpengaruh, ia tentu memiliki tim pembela yang kuat, juga popularitas di kalangan rakyat atau etnis Serbia yang masih mendukungnya.  Sejumlah ilmuwan, penulis dan wartawan bahkan mantan Perdana Menteri Soviet, Nikolai Ryzkhov berada di barisan pendukungnya. Sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa tuduhan kejahatan perang terhadap Milosevic adalah rekayasa dan cenderung dilebih-lebihkan.

Meski memiliki banyak pembela dan pendukung serta popularitas yang belum mereda, Slobodan Milosevic tak mampu melawan kehendak Tuhan. Vonis memang belum dijatuhkan atasnya, tetapi namanya terlanjur masuk dalam daftar hamba yang harus mengakhiri masa hidupnya. Ia selanjutnya akan menghadapi pengadilan di mahkamah tertinggi di akhirat tanpa seorang pun pembela. Slobodan Milosevic ditemukan meninggal dalam ruang tahanannya pada 11 Maret 2006 dalam usia 65 tahun.

Kisah hidup Slobodan Milosevic yang berfokus pada proses pengadilan dirinya telah diabadikan dalam sebuah film dokumenter yang tayang sejak 2007 atau tidak lama setelah kematiannya. Film berjudul Milosevic on Trial itu Michael Christoffersen. Sutradara asal Jerman ini mengikuti persidangan Milosevic sejak tahun 2002 hingga kematiannya pada tahun 2006.

Belajar dari Kisah Slobodan Milosevic

Kita belajar dari kisah hidup Slobodan Milosevic, pemimpin yang bisa dikatakan menjalankan pemerintahannya menggunakan tangan besi. Pemimpin yang bersembunyi di balik genosida yang menyebabkan ratusan ribu korban jiwa, terutama etnis Muslim di Kosovo dan Bosnia-Herzegovina. Pemimpin berkarakter megalomania sebagaimana Adolf Hitler di Jerman, Josip Stalin di Soviet, Mussolini di Italia atau Mao Zedong di Tiongkok.

Selanjutnya kita belajar bagaimana dominannya peran Mirjana Markovic, istri Presiden Slobodan Milosevic. Ia adalah ibu negara yang banyak membentuk karakter politik Slobodan Milosevic, bahkan ada yang menyebut bahwa ibu negara inilah yang sesungguhnya berada di balik pemikiran politik suaminya termasuk ambisi Serbia Raya. Sesuatu yang tentu tidak mengherankan mengingat Mirjana adalah seorang sarjana filsafat politik. 

Mirjana mengingatkan kita pada wanita-wanita tangguh dalam sejarah dunia atau wanita-wanita yang "bersembunyi" di balik panggung politik suaminya yang mengusung impiannya sendiri. Sebagaimana seorang Maria Antoinette, permaisuri Kaisar Prancis, Louis XIV. Wanita di balik krisis keuangan Prancis yang ikut andil menjerumuskan Prancis dalam revolusi berdarah abad ke-18.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun