Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Augustin, Jolande dan Cecile: Kisah Cinta dan Persahabatan Beda Suku dalam Genosida Rwanda

25 Juni 2024   05:47 Diperbarui: 25 Juni 2024   05:56 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Augustin Kehilangan Jolande

Sepandai-pandainya tupai melompat, suatu ketika akan jatuh juga. Inilah peribahasa yang bisa menggambarkan aksi Augustin. Seringnya ia menghindar dari aksi pembantaian, membuat Emile dan milisi bersenjatanya mulai mencurigai komitmen kesukuan Augustin, bahkan mereka mulai mencurigainya sebagai pengkhianat. Emile semakin yakin saat melihat sepupunya ini membiarkan seorang wanita bersuku Tutsi meloloskan diri dari kepungan mereka. Padahal ketika itu, Augustin sedang berhadapan dengan calon korbannya sambil memegang parang.

Tindakan Augustin membuat Emile dan komplotannya marah. Mereka lantas memukuli sepupu pimpinan mereka ini, lalu diseretnya Augustin menuju rumahnya. Emile juga berteriak keras bahwa dirinya akan membunuh Jolande.

Setibanya di rumah Augustin, Emile dan anak buahnya berteriak meminta Jolande keluar dari rumah. Cecile yang masih bersembunyi bersama putrinya di loteng, meminta Jolande menyembunyikan Monique bersama mereka. Sayangnya, belum sempat Monique diangkat ke loteng, gerombolan Emile semakin mendekati pintu rumah. Demi menjaga keselamatan Cecile dan putrinya, Jolande mengurungkan niatnya menyembunyikan Monique bersama mereka. Ia memutuskan keluar dari rumah sambil mendekap erat putrinya.

Menyaksikan istri dan putrinya berjalan keluar rumah, Augustin yang tak berdaya karena terikat dan ditodong senjata hanya bisa menyuruh mereka segera melarikan diri. Di luar dugaan, Jolande sama sekali tidak memperlihatkan rasa takut. Masih dengan tatapan tajam, tanpa sedikit pun rasa gentar, Augustin berjalan mendekati Emile. Saat Emile memintanya memberitahukan persembunyian orang Tutsi, secara tiba-tiba Jolande menikam perut sepupu suaminya dengan pisau dapur. Hal ini semakin meyakinkan Emile, bahwa Jolande menyembunyikan orang Tutsi di rumahnya. Emile semakin murka dan melepaskan tembakan ke arah perut Jolande. Augustin hanya mampu berteriak histeris melihat istrinya memegang perutnya yang terluka lalu ambruk ke tanah.

Meski demikian, Augustin masih mampu berpikir jernih dan segera meminta Monique, putrinya untuk segera berlari menyelamatkan diri sebelum Emile juga membunuhnya. Monique pun segera bangkit dan berlari kembali masuk ke dalam rumahnya. Sementara Emile yang masih diliputi amarah kembali memukuli Augustin sambil menyakan keberadaan orang Tutsi. Pukulan Emile di kening Augustin dengan menggunakan gagang pistol membuat Augustin kembali tersungkur. Emile lantas memerintahkan anak buahnya masuk ke dalam rumah Augustin untuk menangkap Monique dan mengeksekusinya.

Monique yang berlari masuk ke rumah dalam keadaan menangis ketakutan membuat Cecile iba. Ia lantas segera mengangkat putri sahabatnya ini ke atas loteng. Tidak lupa ia membuka jendela belakang untuk memberi kesan mereka telah meloloskan diri. Siasat mereka manjur karena anak buah Emile menduga Monique telah berhasil menyelamatkan diri. Anak buah Emile berjalan keluar rumah bermaksud melaporkannya kepada pimpinan mereka, tetapi mereka justru disuguhkan pemandangan tragis juga. Pimpinan mereka itu terlihat memegangi perutnya dengan tangan kirinya sebelum ambruk ke tanah. Menyaksikan pimpinan mereka tewas, anak buah Emile segera beranjak meninggalkan rumah Augustin.

Persahabatan Cecile dan Augustin Menyelamatkan Suku Tutsi

Beberapa saat berselang setelah anak buah Emile meninggalkan rumah, Cecile memutuskan turun dari loteng bersama putrinya dan Monique. Mereka berjalan keluar rumah menghampiri Augustin yang belum sadarkan diri. Akhir kisah, persahabatan Cecile dari suku Tutsi dan Augustin yang bersuku Hutu berhasil menyelamatkan banyak orang Tutsi meski harus berdesakan di atas loteng rumah.

Genosida suku Tutsi oleh ekstremis Hutu baru berakhir setelah lebih dari tiga bulan pembantaian berdarah. Gerilyawan Tutsi yang tergabung dalam Front Patriotik Rwanda berhasil mendesak milisi Hutu Interahamwe. ke perbatasan Tanzania pada tahun yang sama dengan awal terjadinya genosida.

Kisah cinta Augustin dan Jolande yang berbeda suku dan persahabatan Augustin dan Cecile yang juga berasal dari suku yang berbeda seharusnya menjadi inspirasi untuk kita semua bahwa persahabatan tidak perlu memandang suku. Semoga kisah ini menjadi pelajaran bagi bangsa Indonesia yang beberapa kali juga merasakan kelamnya konflik bernuansa SARA (suku, agama, ras dan antar-golongan). Mari hilangkan perasaan dan pikiran suku kita yang terbaik sementara suku lain lebih rendah. Damai Indonesiaku, damai negeriku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun