Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kekerasan terhadap Relawan: Intimidasi, Ketidaknetralan atau Kekerasan Tidak Terkait Pilpres?

8 Januari 2024   13:20 Diperbarui: 8 Januari 2024   13:24 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Letkol Wiweko saat menunjukkan pedoman netralitas aparat (sumber: Tempo.co)

Dalam historiografi politik, istilah relawan sudah diperkenalkan sejak pertengahan abad ke-18 di Prancis. M. Fr. Voluntaire memperkenalkan istilah relawan untuk mereka yang memberikan pelayanan kepada para tentara yang sedang berperang. Maka sejak itu dikenal luas istilah volunteer yang diambil dari nama M. Fr. Voluntaire. Meski demikian, istilah relawan yang dikenal hari ini terambil dari bahasa Jerman "activismus" yang muncul pada akhir Perang Dunia I. Istilah "aktivisme" kemudian dipergunakan untuk menandai keterlibatan politik secara aktif oleh kaum intelektual. Aktivitas itu bukan hanya terbatas pada pemikiran, tetapi bagaimana membela dan mewujudkan pemikiran tersebut.

Dalam konstalasi pemilihan di Indonesia, relawan politik biasanya disinergikan dengan partai politik pengusung calon legislatif atau pasangan capres-cawapres. Relawan bukan hanya bentuk partisipasi politik masyarakat sipil, tetapi merekalah yang berada di garda terdepan untuk mempengaruhi pemilih sebab pergerakan mereka lebih masif.

Dengan posisi demikian, relawan menjadi rentan untuk menjadi sasaran serang kelompok anti-demokrasi. Maka pada kesempatan ini kami mencoba mengulas penyerangan terhadap relawan secara historis dengan data-data yang dapat diuji kevalidannya di media-media yang antihoaks. Lalu menjawab pertanyaan: apakah setiap penyerangan terhadap relawan pasti terkait dengan pemilihan?

Pembakaran Posko Relawan Jokowi-JK di Pilpres 2014 

Seperti banyak kita ketahui bahwa pada Pemilu-pemilu yang digelar pada masa Orde Baru tidak pernah kita dengar adanya penyerangan terhadap relawan. Bisa jadi karena pada saat itu pasangan presiden-wakil persiden belum dipilih secara langsung sehingga masyarakat juga tidak terlibat interaksi langsung dalam dinamika Pilpres. Lalu bagaimana dengan Pemilu sejak Reformasi khususnya Pemilu atau Pilpres 2014 dan 2019?.

Kita mulai dengan Pilpres 2014. Diberitakan oleh beberapa media pada 26 Mei 2014 tentang pembakaran posko relawan Jokowi-Jusuf Kalla (JK) di Jl. Sultan Agung, Setia Budi, Jakarta Pusat. Akibatnya ratusan dokumen relawan yang dukung Jokowi-JK hangus terbakar. Dalam waktu hampir bersamaan, sebuah baliho berukuran 4x6 bergambar wajah Ketua Umum PDIP, Megawati Sukarnoputri ikut dibakar di depan markas pendukung PDI-P Satgas Nasional Cakra Buana, Cideng, Jakarta Pusat.

Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK saat itu, Tjahyo Kumolo mendesak Kapolres Metro Jakarta Selatan untuk mengusut tuntas dan menangkap pihak-pihak yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dengan melakukan aksi-aksi teror menjelang Pilpres 9 Juli 2014. Tjahyo bahkan mengimbau Kapolri, Jenderal Sutarman agar menginstruksikan jajarannya untuk melakukan langkah-langkah antisipatif mencegah teror serupa tidak terjadi lagi.

Jokowi sendiri saat itu berkomentar bahwa jika betul posko itu dibakar, maka itu adalah bentuk politik intimidasi yang bertujuan menakut-nakuti. Lebih lanjut Jokowi mengajak kedua kubu Capres-Cawapres untuk meninggalkan politik intimidasi, tetapi politik ide adu gagasan, menyelesaikan masalah mencari solusi masalah kota, bangsa dan rakyat. Jika Jokowi menyebut pembakaran itu sebagai politik intimidasi, pasangannya Jusuf Kalla menyebut tindakan itu sebagai bentuk anarkistis dan pelakunya tidak mengerti demokrasi.

Pihak PDIP yang melaporkan kebakaran itu ke Panwaslu dan kepolisian mencurigai adanya kesengajaan dalam pembakaran tersebut, sebab seminggu sebelumnya dalam acara car free day sempat terjadi saling ejek antara pendukung Jokowi-JK dengan Prabowo-Hatta. Partai Gerindra yang mengusung pasangan Prabowo-Hatta juga mengimbau kepolisian agar segera menangkap pelaku pembakaran. Sekjend Partai Gerindra, Muzani menyampaikan hal itu di rumah pemenangan Prabowo-Hatta di Polonia, Jakarta Timur.

Posko Jokowi-JK yang terbakar di Jl. Sultan Agung Setia Budi (sumber: Okezone.com)
Posko Jokowi-JK yang terbakar di Jl. Sultan Agung Setia Budi (sumber: Okezone.com)

 Pihak Bawaslu menyatakan belum bisa menindak kasus tersebut karena belum ada penetapan Capres-Cawapres 2014 secara defenitif oleh KPU, jadi belum bisa dikategorikan sebagai Posko Pemenangan Capres-Cawapres. Begitupun pihak KPU yang mengatakan bahwa orang-orang yang menghuni Posko itu belum tentu relawan resmi yang didaftarkan ke KPU. Jadi ranahnya merupakan pidana umum yang menjadi tanggung jawab kepolisian.

Meski pembakaran posko relawan Jokowi-JK begitu ramai diberitakan oleh banyak media, tetapi pemberitaan tentang tertangkapnya pelaku pembakaran sangat sepi pemberitaan, bahkan meski kita mengetik di pencarian google "penangkapan pelaku pembakaran posko Jokowi-JK" tidak ada informasi yang berhubungan dengan hal tersebut. Apakah pola yang sama akan terulang lagi di Pilpres selanjutnya? Bahwa hanya berita penyerangan yang ramai diperbincangkan tetapi pelaku penyerangan sepi pemberitaan, kita tunggu ulasan berikutnya.

Penembakan terhadap Relawan Prabowo-Gibran

 Penyerangan terhadap relawan terulang pada Pilpres 2024. Kali ini, bukan pembakaran posko tetapi penembakan terhadap relawan Prabowo-Gibran di Madura. Penembakan terhadap relawan yang diketahui bernama Muarah itu dilakukan oleh orang tak dikenal pada Jumat, 22 Desember 2023. Korban diketahui merupakan tokoh masyarakat di Sampang, Madura. Ia ditembak oleh dua orang yang turun dari sebuah motor, saat ia mengobrol bersama beberapa warga di sebuah toko di Banyuates. Korban mengalami dua luka tembak di perut sehingga harus dirujuk dari rumah sakit Bangkalan ke RSUD Soetomo, Surabaya.

Berselang empat hari kemudian, Capres Prabowo Subianto menyatakan bahwa kasus ini sudah diserahkan kepada kepolisian. Ia juga mengungkap bahwa kondisi korban sudah  mulai stabil setelah menjalani perawatan di rumah sakit. Ia meyakini bahwa motif penyerangan ini akan mudah diselidiki jika korban sudah mulai pulih. Pihak Kepolisian sendiri telah memeriksa 11 saksi terkait kasus penembakan ini. Untuk membantu mengungkap motif penembakan ini, Polda Jawa Timur telah mengirimkan tim khusus dari laboratorium forensik (labfor) ke Resor Sampang.

Dua pekan setelah penembakan, polisi diberitakan berhasil menangkap tiga terduga pelaku dan ditahan sejak 3 Januari 2023 oleh Polda Jatim. Diketahui salah satu pelaku merupakan oknum kepala desa di Sampang, Madura. Berdasarkan hasil penyelidikan, motif penembakan tidak terkait sama sekali dengan politik menjelang Pilpres 14 Pebruari 2024.

Petikan keterangan Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol. Dirmanto (sumber: video Kompas.com)
Petikan keterangan Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol. Dirmanto (sumber: video Kompas.com)

Penganiayaan terhadap Relawan Ganjar-Mahfud

Hanya berselang sepekan dari insiden penembakan terhadap relawan Prabowo-Gibran di Madura, relawan Ganjar-Mahfud di Sleman, Yogyakarta diberitakan mengalami tindakan penganiayaan oleh oknum anggota TNI pada Sabtu, 30 Desember 2023. Dugaan penganiayaan itu terekam video dan tersebar di media sosial. Akibatnya, lima orang harus rawat jalan, dan dua harus dirawat intensif.

Motif penganiayaan masih didalami oleh Komandan Kodim 0724/Boyolali, Letkol (Inf) Wiweko Wulang Widodo dengan memeriksa 15 anggotanya yang melakukan pengeroyokan. Ia juga menambahkan bahwa peristiwa ini sudah ditangani oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) IV Surakarta. Meski demikian, Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud (Daerah dan Nasional) tetap akan melakukan pendampingan hukum terhadap para korban.

Kita masih menunggu hasil penyelidikan aparat kepolisian dan internal TNI apakah tindakan kekerasan itu ada hubungannya dengan Pilpres atau persoalan lainnya, misalnya masalah pribadi atau spontanitas karena suatu masalah yang tidak berkaitan dengan Pilpres. Soalnya jika berdasarkan penuturan Dandim 0724/Boyolali saat konferensi pers kita mengetahui bahwa sebelum pengeroyokan itu, anggotanya sedang olahraga bersama di asrama Kompi Senapan B Yonif 408/Sbh. Lalu mereka merasa terganggu oleh suara bising knalpot brong dari kendaraan yang terus menerus melintas di depan asrama. Itulah sebabnya, Letkol Wiweko menyebutnya sebagai salah paham. Letkol Wiweko juga menepis isu bahwa pengeroyokan itu bisa menyulut prasangka TNI tidak netral dalam Pemilu 2024. Menurutnya, tidak ada unsur politis dalam kasus penganiayaan itu. Ia bahkan memperlihatkan buku pedoman netralitas TNI saat konferensi pers di Makodim Boyolali pada Ahad, 31 Desember 2023.

Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa menolak anggapan salah paham dalam kasus tersebut. Menurut Mantan Panglima TNI ini, dalam rekaman video tidak ada proses salah paham melainkan langsung aksi penganiayaan atau murni tindakan kekerasan. Ia menambahkan bahwa hal ini diperkuat oleh keterangan yang disampaikan oleh dua korban saat dijenguk oleh Capres Ganjar Pranowo. Meski demikian, ia mengapresiasi langkah Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang merespon cepat masalah ini dengan meminta para pelaku diperiksa melalui Denpom IV Surakarta.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis juga menanggapi kasus penganiayaan terhadap relawan Ganjar-Mahfud. Koalisi yang terdiri dari beberapa lembaga seperti Imparsial, PBHI, Kontras, YLBHI, ICW, Elsam, Setara Institute dan lainnya menyebut tindakan ini sebagai bentuk kesewenang-wenangan hukum (above the law) karena penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas kepolisian atau perhubungan, bukan TNI. Hal ini disampaikan merespon keterangan Dandim 0724/Boyolali bahwa sebelum pemukulan ada kesalahpahaman karena kendaraan relawan itu mengeluarkan suara bising akibat knalpot brong. Selain itu koalisi juga menyinggung karena massa politik sedang berkampanye politik maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Kepala Staf AD, Jenderal Maruli Simanjuntak dalam acara ROSI Kompas TV (5/1/2024) juga sudah menekankan bahwa berdasarkan penyelidikan kekerasan yang dilakukan anggotanya sekitar pukul 11.19 siang itu tidak terkait dengan Pilpres. Ia meminta kepada banyak pihak agar menganalisa peristiwa itu jangan hanya dari video pendek yang beredar. Menurutnya mereka sudah berputar-putar sejak jam 09.00 pagi dan telah delapan kali pulang-pergi di depan batalion. Mereka juga sudah sering diingatkan, tetapi sekian persen di antara mereka juga dalam kondisi mabuk. Jadi adanya aksi mereka ini menyebabkan terjadinya reaksi dari anggota. Itulah sebabnya ia membantah jika dikatakan bahwa aksi anggotanya sudah direncanakan. Ia menilai berlebihan jika masalah ini dikaitkan dengan netralitas TNI.

Kepala Staf TNI AD, Jenderal Maruli Simanjuntak dalam acara ROSI (sumber: video Kompas TV)
Kepala Staf TNI AD, Jenderal Maruli Simanjuntak dalam acara ROSI (sumber: video Kompas TV)

Di kesempatan dialog ROSI, Kasad  Jend. Maruli Simanjuntak juga mengapresiasi respon positif dari pasangan Ganjar-Mahfud, tetapi ia menyayangkan justru yang "pinggir-pinggir" itu yang "ribut". Jadi ia meminta agar semua pihak terkait melakukan evaluasi, misalnya mereka itu dalam keadaan mabuk tetapi berkendara. Hal ini seharusnya menjadi evaluasi pihak penyelenggara kampanye. Pihaknya sendiri sudah melakukan penindakan dengan langsung menahan para pelaku pada malam hari, lalu sepekan kemudian di antara mereka sudah jadi tersangka. Ia lalu menyerahkan prosesnya di persidangan termasuk kesempatan anggotanya untuk membela diri, meskipun ia tidak membenarkan aksi pemukulan. Sebab aksi pemukulan---meskipun itu defensif---tetap dianggap salah.

Sebuah Pesan Meningkatnya Eskalasi

Meski terkesan insidensial atau spontanitas dan dianggap tidak berhubungan dengan Pilpres, tetapi terkait penyerangan terhadap relawan Ganjar-Mahfud ini, sejumlah pengamat memprediksi eskalasi kekerasan terhadap relawan Capres-Cawapres akan meningkat jelang pencoblosan Pilpres 2024 jika aparat lamban menindak pelaku dan mengungkap motifnya. Eskalasi kekerasan itu kemungkinan besar terjadi di daerah rawan yang memiliki kantong suara besar dan potensi perebutan suaranya sangat kuat, seperti Sleman, Yogyakarta.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun