Wakil Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Jenderal TNI (Purn) Andika Perkasa menolak anggapan salah paham dalam kasus tersebut. Menurut Mantan Panglima TNI ini, dalam rekaman video tidak ada proses salah paham melainkan langsung aksi penganiayaan atau murni tindakan kekerasan. Ia menambahkan bahwa hal ini diperkuat oleh keterangan yang disampaikan oleh dua korban saat dijenguk oleh Capres Ganjar Pranowo. Meski demikian, ia mengapresiasi langkah Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) yang merespon cepat masalah ini dengan meminta para pelaku diperiksa melalui Denpom IV Surakarta.
Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu Demokratis juga menanggapi kasus penganiayaan terhadap relawan Ganjar-Mahfud. Koalisi yang terdiri dari beberapa lembaga seperti Imparsial, PBHI, Kontras, YLBHI, ICW, Elsam, Setara Institute dan lainnya menyebut tindakan ini sebagai bentuk kesewenang-wenangan hukum (above the law) karena penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tugas kepolisian atau perhubungan, bukan TNI. Hal ini disampaikan merespon keterangan Dandim 0724/Boyolali bahwa sebelum pemukulan ada kesalahpahaman karena kendaraan relawan itu mengeluarkan suara bising akibat knalpot brong. Selain itu koalisi juga menyinggung karena massa politik sedang berkampanye politik maka seharusnya dianggap sebagai dugaan pelanggaran yang masuk ranah penindakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Kepala Staf AD, Jenderal Maruli Simanjuntak dalam acara ROSI Kompas TV (5/1/2024) juga sudah menekankan bahwa berdasarkan penyelidikan kekerasan yang dilakukan anggotanya sekitar pukul 11.19 siang itu tidak terkait dengan Pilpres. Ia meminta kepada banyak pihak agar menganalisa peristiwa itu jangan hanya dari video pendek yang beredar. Menurutnya mereka sudah berputar-putar sejak jam 09.00 pagi dan telah delapan kali pulang-pergi di depan batalion. Mereka juga sudah sering diingatkan, tetapi sekian persen di antara mereka juga dalam kondisi mabuk. Jadi adanya aksi mereka ini menyebabkan terjadinya reaksi dari anggota. Itulah sebabnya ia membantah jika dikatakan bahwa aksi anggotanya sudah direncanakan. Ia menilai berlebihan jika masalah ini dikaitkan dengan netralitas TNI.
Di kesempatan dialog ROSI, Kasad  Jend. Maruli Simanjuntak juga mengapresiasi respon positif dari pasangan Ganjar-Mahfud, tetapi ia menyayangkan justru yang "pinggir-pinggir" itu yang "ribut". Jadi ia meminta agar semua pihak terkait melakukan evaluasi, misalnya mereka itu dalam keadaan mabuk tetapi berkendara. Hal ini seharusnya menjadi evaluasi pihak penyelenggara kampanye. Pihaknya sendiri sudah melakukan penindakan dengan langsung menahan para pelaku pada malam hari, lalu sepekan kemudian di antara mereka sudah jadi tersangka. Ia lalu menyerahkan prosesnya di persidangan termasuk kesempatan anggotanya untuk membela diri, meskipun ia tidak membenarkan aksi pemukulan. Sebab aksi pemukulan---meskipun itu defensif---tetap dianggap salah.
Sebuah Pesan Meningkatnya Eskalasi
Meski terkesan insidensial atau spontanitas dan dianggap tidak berhubungan dengan Pilpres, tetapi terkait penyerangan terhadap relawan Ganjar-Mahfud ini, sejumlah pengamat memprediksi eskalasi kekerasan terhadap relawan Capres-Cawapres akan meningkat jelang pencoblosan Pilpres 2024 jika aparat lamban menindak pelaku dan mengungkap motifnya. Eskalasi kekerasan itu kemungkinan besar terjadi di daerah rawan yang memiliki kantong suara besar dan potensi perebutan suaranya sangat kuat, seperti Sleman, Yogyakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H