Mohon tunggu...
Agussalim Ibnu Hamzah
Agussalim Ibnu Hamzah Mohon Tunggu... Penulis - Historia Magistra Vitae

Mengajar sambil belajar menulis beragam tema (sejarah, pendidikan, agama, sosial, politik, hingga kisah-kisah inspiratif). Menerbitkan sejumlah buku tunggal atau antologi bersama beberapa komunitas seperti AGUPENA, SATUPENA, MEDIA GURU, KMO, SYAHADAH, AGSI dan SAMISANOV.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sosok Penting di Balik Dukungan Internasional terhadap Kemerdekaan Indonesia (1945-1950)

27 September 2023   12:14 Diperbarui: 27 September 2023   12:35 438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Jawaharlal Nehru (tengah berkopiah) bersama pemimpin-pemimpin Asia di sela-sela Konferensi Inter Asia (kompas.com)

Trio Diplomat H. Agus Salim-A.R. Baswedan & H. M. Rasyidi (new.republika.co.id)
Trio Diplomat H. Agus Salim-A.R. Baswedan & H. M. Rasyidi (new.republika.co.id)

Delegasi luar negeri berikutnya yang datang ke Indonesia adalah Mufti Agung Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husaini (1948). Saat Indonesia belum merdeka ia telah menyatakan dukungannya terhadap kemerdekaan Indonesia ketika sedang berada di Jerman. Dukungan itu ia sampaikan melalui siaran radio Berlin (6 September 1944). Selain Mufti Agung Al-Husaini, seorang pengusaha Palestina bernama Muhammad Ali Taher bahkan bersimpati dengan cara menyumbangkan seluruh tabungannya di Arabia Bank untuk mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Selain ke negara Asia, upaya lain menembus blokade ekonomi Belanda adalah misi diplomatik ke negara Amerika Latin (1948). Misi yang bertujuan mengembangkan hubungan perdagangan dengan negara-negara Amerika Latin ini dipimpin oleh Menteri Kemakmuran, Dr. A.K. Gani. Pada tahun yang sama, Indonesia berhasil menandatangani kontrak dagang dengan pengusaha asal Amerika Serikat dan membina hubungan dengan Bank Dunia.

Dukungan Australia, Amerika Serikat dan Vatikan 

Dukungan yang paling terkenal dari Australia adalah Black Armada atau Armada Hitam. Istilah ini merujuk pada peristiwa pemboikotan kapal-kapal Belanda (dagang dan militer) di pelabuhan-pelabuhan Australia. Pemboikotan ini telah berlangsung sejak September 1945. Tidak kurang dari 400 kapal Belanda yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Australia selama kampanye Black Armada ini tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Indonesia.

Dukungan Australia berikutnya diperlihatkan setelah Belanda melakukan agresi militer pertama (21 Juli 1947). Hanya berselang 10 hari kemudian, Australia bersama India mengajukan masalah Indonesia agar dibahas dalam agenda Dewan Keamanan PBB. Hasilnya PBB mengeluarkan resolusi penghentian tembak-menembak pada 1 Agustus 1947 disusul perundingan Indonesia-Belanda pada 14 Agustus 1947. Kuatnya dukungan Australia juga dibuktikan dengan kesediaan negara ini menjadi wakil Indonesia dalam Komisi Tiga Negara (KTN). Meski demikian, Australia baru secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia kelak setelah Konferensi Meja Bundar, tepatnya 27 Desember 1949.

Konferensi Meja Bundar (kompas.com)
Konferensi Meja Bundar (kompas.com)

Sehubungan dengan pengakuan kedaulatan oleh Belanda, maka secara jujur kita harus mengakui dukungan Amerika Serikat yang memberikan tekanan kepada Belanda untuk segera meninggalkan Indonesia. Amerika Serikat memang bukan hanya berperan menjadi penengah dalam perundingan-perundingan di KTN dan UNCI tetapi juga berperan memberikan tekanan kepada Belanda untuk menerima poin-poin dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). Hal ini sebagaimana diungkap oleh sejarawan Amerika Serikat dari Ohio State University, Prof. Robert J. McMahon. 

Ia mengatakan dukungan kemerdekaan Amerika terhadap Indonesia baru terwujud pada rentang 1948-1949 dan mencapai puncaknya pada Konferensi Meja Bundar. Menurutnya sebab dukungan Amerika itu di antaranya disebabkan karena kuatnya perlawanan gerilya terhadap Belanda serta kebijakan politik Presiden AS, Harry S. Truman kala itu. Presiden Truman mengancam akan menghentikan bantuan ekonomi bagi Belanda jika negara itu tidak segera mengakui kemerdekaan dan kedaulatan Indonesia. Belanda memang termasuk negara yang menerima bantuan Marshall Plan untuk memulihkan ekonominya pasca Perang Dunia II.

Dukungan yang paling terkenal dari Australia adalah Black Armada atau Armada Hitam. Istilah ini merujuk pada peristiwa pemboikotan kapal-kapal Belanda (dagang dan militer) di pelabuhan-pelabuhan Australia. Pemboikotan ini telah berlangsung sejak September 1945. Tidak kurang dari 400 kapal Belanda yang berlabuh di pelabuhan-pelabuhan Australia selama kampanye Black Armada ini tidak dapat melanjutkan perjalanannya ke Indonesia.

Dukungan Australia berikutnya diperlihatkan setelah Belanda melakukan agresi militer pertama (21 Juli 1947). Hanya berselang 10 hari kemudian, Australia bersama India mengajukan masalah Indonesia agar dibahas dalam agenda Dewan Keamanan PBB. Hasilnya PBB mengeluarkan resolusi penghentian tembak-menembak pada 1 Agustus 1947 disusul perundingan Indonesia-Belanda pada 14 Agustus 1947. Kuatnya dukungan Australia juga dibuktikan dengan kesediaan negara ini menjadi wakil Indonesia dalam Komisi Tiga Negara (KTN). Meski demikian, Australia baru secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia kelak setelah Konferensi Meja Bundar, tepatnya 27 Desember 1949.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun