Mohon tunggu...
Agustinus Wahyono
Agustinus Wahyono Mohon Tunggu... Arsitek - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009; asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan pernah belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari). Buku tunggalnya, salah satunya adalah "Belum Banyak Berbuat Apa untuk Indonesia" (2018) yang berisi artikel non-fiksi dan berstempel "Artikel Utama" di Kompasiana. Posel : agustinuswahyono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Soal Demonstrasi Mahasiswa, Mungkinkah Menteri Riset Masih Perlu Melakukan Riset?

2 Oktober 2019   02:23 Diperbarui: 2 Oktober 2019   03:17 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Soal demonstrasi mahasiswa sejak 23/9 di beberapa daerah di Indonesia untuk menolak RUU KPK, RKUHP, dan RUU lainnya, komentar menteri satu ini aneh. Padahal jelas, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Republik Indonesia.

Gelarnya pun tidak tanggung-tanggung lho. Profesor (Prof.) di depan, dan Doctor of Philosophy (Ph.D) di belakangnya.

Anehnya apa, sih?

"Siapa yang menghalangi berpendapat? Pendapat apa itu harus di jalan? Di kampus apa tidak bisa berpendapat? 'Kan, gitu, ya? Berarti kita nggak akan menghalangi berpendapat. Bebas," ujar Menristekdikti M. Nasir usai membuka Kontes Robot Terbang Tingkat Nasional- KRTI 2019 di Kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Jalan Lidah Wetan, Selasa (1/10/2019).

Sebelumnya, kamis, 26/9 di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, M. Nasir merencanakan pemberian sanksi kepada rektor perguruan tinggi (PT) yang mengerahkan mahasiswa di kampusnya untuk turun ke jalan melakukan demonstrasi.

"Nanti akan kita lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa. Kalau dia mengerahkan ya dengan sanksi yang kita lakukan sanksi keras yang kami lakukan ada dua, bisa dalam hal ini peringatan, SP1, SP2," kata Nasir.

Mengenai sejarah pergerakan mahasiswa dan demonstrasinya, kok, sepertinya, menteri ini baru pertama mengetahui adanya aksi semacam itu, ya?

Kalau tulisan sepele ini mengungkapkan lagi dengan uraian panjang-lebar-tinggi mengenai hal tersebut (sejarah tadi), kok, seperti "mengajari ikan paus berenang di laut atau samudera", ya?

Bukankah sejarah Indonesia tidak pernah terlepas dari aksi mahasiswa, termasuk yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi atau berunjuk rasa?

Apakah dulu (1983-1988), sewaktu masih menjadi mahasiswa S-1 Fak. Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, beliau hanya suntuk berkuliah di kampus tanpa pernah membaca atau mendengar kabar mengenai aksi mahasiswa turun ke jalan?

Apakah juga ketika menempuh pascasarjana di Megister Sains Universitas Gadjah Mada (1993) beliau semakin suntuk dengan kuliah tanpa pernah mendengar atau membaca aksi mahasiswa turun ke jalan?

Ah, tidaklah perlu repot "mengajari ikan paus berenang di laut atau samudera". Tidak perlu pula menganjurkan si beliau untuk melakukan riset atau sejenisnya.

Hanya saja, tetap terkesan aneh, baik komentar maupun "ancaman" (SP 1, SP2) si beliau. Apakah karena menjadi bagian dari pemerintah, lantas aneh begitu, ya? Entahlah.

*******
Kupang, 2 Oktober 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun