Soal demonstrasi mahasiswa sejak 23/9 di beberapa daerah di Indonesia untuk menolak RUU KPK, RKUHP, dan RUU lainnya, komentar menteri satu ini aneh. Padahal jelas, Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Republik Indonesia.
Gelarnya pun tidak tanggung-tanggung lho. Profesor (Prof.) di depan, dan Doctor of Philosophy (Ph.D) di belakangnya.
Anehnya apa, sih?
"Siapa yang menghalangi berpendapat? Pendapat apa itu harus di jalan? Di kampus apa tidak bisa berpendapat? 'Kan, gitu, ya? Berarti kita nggak akan menghalangi berpendapat. Bebas," ujar Menristekdikti M. Nasir usai membuka Kontes Robot Terbang Tingkat Nasional- KRTI 2019 di Kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Jalan Lidah Wetan, Selasa (1/10/2019).
Sebelumnya, kamis, 26/9 di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, M. Nasir merencanakan pemberian sanksi kepada rektor perguruan tinggi (PT) yang mengerahkan mahasiswa di kampusnya untuk turun ke jalan melakukan demonstrasi.
"Nanti akan kita lihat sanksinya ini. Gerakannya seperti apa. Kalau dia mengerahkan ya dengan sanksi yang kita lakukan sanksi keras yang kami lakukan ada dua, bisa dalam hal ini peringatan, SP1, SP2," kata Nasir.
Mengenai sejarah pergerakan mahasiswa dan demonstrasinya, kok, sepertinya, menteri ini baru pertama mengetahui adanya aksi semacam itu, ya?
Kalau tulisan sepele ini mengungkapkan lagi dengan uraian panjang-lebar-tinggi mengenai hal tersebut (sejarah tadi), kok, seperti "mengajari ikan paus berenang di laut atau samudera", ya?
Bukankah sejarah Indonesia tidak pernah terlepas dari aksi mahasiswa, termasuk yang turun ke jalan untuk berdemonstrasi atau berunjuk rasa?
Apakah dulu (1983-1988), sewaktu masih menjadi mahasiswa S-1 Fak. Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang, beliau hanya suntuk berkuliah di kampus tanpa pernah membaca atau mendengar kabar mengenai aksi mahasiswa turun ke jalan?
Apakah juga ketika menempuh pascasarjana di Megister Sains Universitas Gadjah Mada (1993) beliau semakin suntuk dengan kuliah tanpa pernah mendengar atau membaca aksi mahasiswa turun ke jalan?
Ah, tidaklah perlu repot "mengajari ikan paus berenang di laut atau samudera". Tidak perlu pula menganjurkan si beliau untuk melakukan riset atau sejenisnya.
Hanya saja, tetap terkesan aneh, baik komentar maupun "ancaman" (SP 1, SP2) si beliau. Apakah karena menjadi bagian dari pemerintah, lantas aneh begitu, ya? Entahlah.
*******
Kupang, 2 Oktober 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H