Mobil Esemka sudah diluncurkan.Â
Pabriknya, PT Solo Manufaktur Kreasi (Esemka) di Jl. Raya Demangan Km 3,5, Desa Demangan, Kec. Sambi, Boyolali, Jawa Tengah sudah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat, 6/9. Mobil ini murni kreasi putera-puteri Indonesia, khususnya siswa-siswi sekolah menengah kejuruan di Solo.
Berita ramainya sudah lewat, 'kan? Kok saya baru menuliskannya sekarang (11/9)?
Ya, maaf, kemarin-kemarin saya sibuk mencari jenis dan spesifikasinya, siapa tahu ada yang cocok buat saya. Tidak lupa pula saya mendiskusikannya dengan orang rumah.
Saya pun berkhayal. Kalau jenis pikap, bisa untuk usaha kedai kopi berjalan sekaligus menjual buku-buku tunggal saya. Kalau saya membawanya ke lapangan Merdeka Balikpapan saban Minggu, tentunya aduhai, 'kan?
Lalu, kalau jenis sport, bisa untuk melihat-lihat lokasi calon ibu kota baru di Kaltim, karena jaraknya tidak terlalu jauh dari Balikpapan. Siapa tahu, suatu saat saya kebagian proyek pembangunan di sana. Boleh, 'kan, saya berkhayal?
Saya berkhayalnya cukup lama sampai-sampai saya lupa menuliskannya. Saya bisa berhenti berkhayal setelah saya menyadari kondisi keuangan saya.
Oh, astaga! Saya tidak memiliki uang untuk membeli mobil Esemka. Padahal, kata Jokowi, harganya murah. Murah menurut ukuran rekening Jokowi, 'kan? Aduhai memang!Â
Ah, sudahlah. Biarkan saja khayalan saya digilas motor bebek kesayangan saya. Sekarang saya mau menuliskannya saja.
Mobil Dinas Wali Kota "Bodoh"
Pamor mobil Esemka pertama kali diorbitkan oleh Jokowi pada 3 Januari 2012, meskipun proses awalnya pada 2007. Pengorbitan ini dengan cara menjadikan mobil bermerek Kiat Esemka tersebut sebagai kendaraan dinas Jokowi semasa menjabat wali kota Solo.
Jenisnya Sport Utility Vehicle (SUV), dan bernomor pelat "AD 1 A". 80% merupakan rakitan lokal siswa SMK Negeri 2, SMK Negeri 5, dan SMK Warga, Solo, di bawah binaan bengkel mobil Kiat Motor, Klaten, Jateng.
Kemunculan mobil Esemka itu langsung terkenal secara nasional. Betapa tidak. Dengan adanya mobil Esemka sebagai mobil dinasnya, Jokowi pun "mengandangkan" mobil dinas mewahnya, Toyota Camry.
Wuih, hebiat tenin, Esemka iki!
Saya terheran-heran sambil membayangkan, kok bisa sampai "mengandangkan" Toyota Camry. Dan, seandainya saja Toyota Camry tadi dihibahkan untuk saya, pasti saya terima dengan senang hati.
Di samping membayang-bayang tadi, saya juga teringat pada kota berslogan "Solo Berseri" itu. Bukan kota yang asing bagi saya.
Ketika masih tinggal di Jogja, saya sering mudik ke kampung halaman leluhur (dari Ibu) di "Karanganyar Tenteram" dan "Sragen Asri" dengan berhenti sejenak di Terminal Tirtonadi. Leluhur mbah saya di Madiun (dari Ayah) adalah salah satu laskar Mataram kuno.
Sebenarnya saya pun hampir menjadikan kota yang diplesetkan menjadi "Oslo" itu sebagai tempat saya melanjutkan SMA. Saudara-saudara Ibu tinggal di sana, dan Ibu sempat beberapa tahun berada di sana sebelum pindah ke Bangka. Hanya saja takdir berkata lain, dan saya tertambat di Kota Pelajar.
Meski sejak 2009 saya pindah ke Balikpapan, Kaltim, nama kota tepian Sungai Bengawan itu tiba-tiba menyita perhatian saya lagi. Pada 27 Juni 2011 muncul berita seputar "perseteruan" antara wali kotanya dan "atasan"-nya (gubernur Jawa Tengah), dan si wali kota Solo divonis "bodoh" oleh gubernur Jawa Tengah.
"Wali kota Solo itu bodoh, kebijakan Gubernur kok ditentang. Sekali lagi saya tanya, Solo itu masuk wilayah mana? Siapa yang mau membangun?" ujar orang nomor satu di Jawa Tengah.
Vonis "bodoh" itu karena wali kotanya menolak rencana pembangunan mal di atas lahan bangunan kuno bekas Pabrik Es Saripetojo yang berlokasi di Purwosari, Laweyan. Padahal, gubernur sudah menyetujui rencana tersebut.
Tak hanya itu, gubernur juga menganggap kawasan yang akan dibangun mal tersebut adalah aset milik Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sehingga Pemerintah Kota Solo, termasuk wali kota, tidak berhak melarangnya.
Si wali kota mempunyai alasan kuat sehingga berani "mbalelo" terhadap sang gubernur. Menurutnya, jika dibangun mal, rakyat kecil yang sudah puluhan tahun berdagang di kawasan itu akan tersingkir dan kehilangan penghasilan.
Ya, wali kota itu adalah Jokowi. Sedangkan gubernur Jateng ketika itu Bibit Waluyo. Polemik "bodoh" itu justru mengorbitkan nama sekaligus pamor Jokowi sekaligus menggerogoti pamor Bibit Waluyo.
2011 pamor Jokowi moncer di jagat pemberitaan, 2012 asyik mengendarai mobil Esemka sebagai mobil dinas sekaligus satu-satunya kepala daerah yang menggunakan mobil karya putera-puteri daerahnya.
Melengganglah ia menuju kursi nomor satu di DKI Jakarta, bahkan sampai menjadi orang nomor satu di Indonesia sejak 2014 sampai mengulangi lagi pada 2019. Jokowi dan mobil Esemka seakan sudah "berjodoh" secara resmi pada 6/9 di Boyolali.
Bukan Mobil Nasional
Meski "jodoh", Jokowi tidak mengklaim bahwa mobil Esemka sebagai mobil nasional. Dan dari media, melalui pengakuan pemilik perusahaan itu, saya mengetahui bahwa mobil Esemka bukan mobil nasional (mobnas).
"Kami adalah perusahaan swasta nasional yang 100 persen dimiliki swasta dan kami bukan mobil nasional seperti yang dipahami orang selama ini. Lebih tepatnya mobil buatan Indonesia karya anak bangsa sendiri," ujar Presiden Direktur PT Solo Manufaktur Kreasi Eddy Wirajaya pada 6/9.
Soal mobil nasional, seketika ingatan saya meloncat ke mobil "Timor". Mobil "Timor" yang merupakan singkatan dari Teknologi Industri Mobil Rakyat yang diproduksi oleh PT Timor Putra Nasional (TPN) pernah dilegalisasi oleh pemerintah ORBA sebagai mobil nasional berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996. PT TPN adalah perusahaan milik Tommy Suharto alias anak bungsu presiden ketika itu.
Kemunculan mobil sedan yang meniru seutuhnya mobil Proton Perdana Sei bikinan Malaysia itu telah menggagalkan proyek mobil Maleo yang diketuai oleh Menristek B.J. Habibie * pada tahun yang sama. Dana proyek mobil berkapasitas 1200 cc itu tersedot untuk program mobnas Timor.
Di lain kesempatan, kemunculan mobnas Timor pernah disambut olok-olokan (kini: nyinyiran) dari Permadi SH-kalau tidak keliru ingatan. "Timor itu singkatan dari 'Tom, Tom, iki mobil opo rongsokan'," ujarnya.
Meskipun mobil Timor merupakan mobil nasional, saya tidak pernah membaca berita bahwa keluarga Cendana, kalangan menteri, dan kolega mereka menggunakan mobil itu untuk keperluan sehari-hari. Tetap saja mereka menggunakan mobil bermerek luar negeri.
Kemudian terjadilah krisis moneter di seluruh dunia hingga Indonesia pada 1998, lengsernya Suharto. Beberapa perusahaan besar-nasional di Indonesia mengalami kebangkrutan, karena nilai hutang menjadi berlipat.
Kebangkrutan itu justru memperkaya para petani sahang (lada) di Bangka, karena harga sahang mencapai Rp150.000,00 per Kg. Sebagian petani sahang pun membeli mobil Timor yang harga Rp35 jutaan.
Untuk apa petani sahang membeli mobil Timor? Salah satunya adalah untuk pergi ke kebun sahang, atau mengangkut tuaian.
Mobil Bisnis Keluarga Presiden
Mobil Esemka memang bukan mobil nasional. Pamornya sudah moncer sejak 2012. Keberadaannya dalam skala nasional tergenapi pada 2019 atau 7 tahun sejak dipakai Jokowi sebagai kendaraan dinas di Solo.
Pamor yang moncer karena "dipromosikan" secara langsung oleh orang nomor satu, baik ketika masih di daerah maupun kini negara, juga mengingatkan saya pada tulisan para pakar pemasaran di media-media Jogja. Dulu saya suka membaca ulasan mereka, walaupun saya bukan mahasasiswa Manajemen Ekonomi.
Kalau saya tidak keliru, ada artikel yang isinya mengembangkan teori Bauran Pemasaran (Marketing Mix) milik Philip Kotler dengan jurus mautnya "Empat P" (Product, Place, Promotion, and Price). Pengembangannya adalah dengan menambahkan satu "P", yaitu Power (kekuatan, kekuasaan, pengaruh, atau pamor). Posisi tawarnya pun sangat menyakinkan.
Yang mungkin cukup bisa menjadi contoh adalah mobil Proton Malaysia. Mobil nasional Malaysia yang didirikan pada masa pemerintahan Perdana Menteri Mahathir Mohamad pada 1983, mengalami puncak kejayaan pada 1993 dengan pangsa pasar domestik mencapai 74%.
Mereka nyaris bangkrut, tetapi diambil alih oleh raksasa otomotif China, Zhejiang Geely Holding Group. Mobil itu sudah dua kali "ditumpangi" Jokowi (9/8/2019, dan Feb' 2015) yang disopiri langsung oleh perdana menteri Malaysia.
Memang bukan gagasan segar apalagi cerdas kalau mobil Esemka menjadi mobil dinas kepresidenan. Beberapa waktu lalu hal ini sudah disinggung-singgung oleh banyak kalangan, misalnya Politikus Partai Gerindra Fadli Zon, Politikus PKS Nasir Djamil, dan lain-lain.
Entah singgungan itu sebagai usulan yang terbaik atau sebenarnya terbalik sebagai usilan alias nyinyiran.
Mobil Esemka yang banyak diproduksi itu baru dengan jenis pikap, seperti yang dikatakan oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto (10/9). Masak, sih, mobil pikap untuk mobil kepresidenan?
Memang tidak aduhai kalau pikap untuk mobil kepresidenan. Kalaupun kelak muncul jenis SUV, tentu saja "wajib" berstandar internasional sebagaimana umumnya. PT Esemka bisa lebih giat lagi dalam berimprovisasi dan berinovasi, 'kan?
Akan tetapi, untuk semakin mendongkrak pamor mobil Esemka dengan "model" penggunanya adalah Jokowi sendiri, mungkin sebaiknya untuk keluarga besar presiden, khususnya saudara-saudari Jokowi yang memang memiliki bisnis kecil-kecilan. Atau, malah bisnisnya Gibran dan Kaesang tuh?
Waduh, kula nyuwun pangapunten, lho, Pak. Punika namung ajeng urun rembug kemawon. (Rada sumelang menawi mangke kula dijotaki)
Saya bergagas begitu karena mengingat mobnas Timor yang sama sekali tidak menjadi mobil kebanggaan keluarga presiden ORBA dalam keseharian. Lha wong mereka sendiri ogah memakai dan bangga, bagaimana bisa Timor menjadi alat transportasi yang bisa berjaya seperti Proton, 'kan?
Selain itu, bagaimana kalau sebagian disumbangkan kepada warga di perbatasan atau yang berdekatan dengan jalan tol baru di daerah pelosok pulau untuk berbisnis hasil bumi, misalnya sayur, bumbu dapur, dan sekitarnya? Aduhai, tidak, kira-kira, gagasan saya ini?
Demikian saja yang bisa saya tuliskan. Semoga semua aduhai pada waktunya.
*******
Kupang, 11 september 2019
*) Turut berduka atas wafatnya B.J. Habibie, Rabu, 11/9, pkl. 18.05 WIB ini
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H