Utusan dari India yang hadir terdiri dari 30 pimpinan perusahaan alias CEO yang bergerak di sektor infrastruktur dengan fokus pada otomotif, penambangan, pelabuhan, listrik, bandara, manajemen sumber daya air, sistem manajemen rumah sakit, industri 4.0 dan solusi TI untuk proyek infrastruktur.
Lho, apa urusan seorang menteri kemaritiman dengan otomotif, penambangan, listrik, bandara, manajemen sumber daya air, sistem manajemen rumah sakit, industri 4.0, dan solusi TI untuk proyek infrastruktur, ya?
Tidak hanya berita itu, tetapi juga berita lainnya, "Datang ke Pantai Palabuhanratu, Luhut Dicurhati Nelayan" pada hari yang sama (9/3). LBP melakukan kunjungan kerja ke Kampung Nelayan Cikahuripan, Desa Cisolok, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Di sana LBP melihat lokasi dermaga nelayan yang mangkrak selama 6 tahun.
Soal dermaga nelayan, dalam pikiran saya, tergambar wajah Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Mengapa di berita itu justru LBP, ya?
Ada lagi berita sebelumnya, "Panggil Badan Siber Nasional, Luhut Bahas Keamanan", 18/3. LBP melakukan koordinasi dengan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Djoko Setiadi di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman. Â
Soal siber dan sandi negara, dalam pikiran saya tergambar wajah Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Â Rudiantara, dan Menteri Koordinator Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto. Mengapa yang muncul di berita justru LBP?
Bersamaan pada hari itu, ada berita "Luhut: Kita di Jalur yang Benar Dalam Pengembangan Pariwisata". Di Gedung Bank Indonesia, Jakarta dan didampingi oleh Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya dan Gubernur BI Perry Warjiyo, LBP menyatakan pemerintah dalam jalur yang benar dalam pengembangan pariwisata. Demi devisa di 2019.
Mengapa LBP harus muncul lagi, ya? Tidak cukupkah Menpar Arief Yahya? Apakah Menpar Arief Yahya kurang becus dalam bekerja?
Juga berita "Neraca Perdagangan Surplus, Luhut Sebut Migas Masih Tekor" (18/3). Berita yang bertempat di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat itu ada tertulis, LBP belum begitu puas dengan surplus neraca perdagangan Indonesia pada Februari 2019. Pasalnya, masih menyisakan pekerjaan rumah mengenai neraca perdagangan di sektor migas.
Saya justru heran, sampai urusan perdagangan dan migas pun harus muncul LBP. Entah di mana menteri yang terkait di bidang itu. Dan, masih ada lagi berita yang muncul dengan nama LBP di segala bidang kementerian, misalnya sawit, pesawat terbang Airbus, dan lain-lain.
Sepengetahuan saya, kata "kemaritiman" sebagai bidang seorang menteri terkaitan dengan urusan maritim atau laut, yang berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Hal-hal laut itulah wewenang seorang pembantu presiden. Bagaimana bisa seorang menteri koordinator kemaritiman  sampai memasuki wilayah bidang kementerian lainnya, ya?