Sementara "Perang Infantri" dicetuskan Rommahurmuziy yang merupakan Ketua Umum PPP, dimana partai itu berkoalisi dengan kubu Jokowi pada Pilpres 2019, dan sebelumnya, Pilpres 2014 berkoalisi dengan kubu Prabowo.
"Bukan untuk bersantai-santai, ini bukan perang udara lagi, jadi hari ini sampai 17 April adalah perang infanteri, perang darat yang pasukan terdepannya adalah saudara-saudara sekalian," kata Rommy dalam Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke IV di Hotel Grand Mercure, Kemayoran, Jakarta, Selasa, 26/02/2019.
Dari "Perang Badar" ala AR yang ditabuh ulang oleh NW, lalu "Perang Total" ala Moeldoko, "Perang Infantri" ala Rommy, sampai ke "perang" selanjutnya, yaitu "Perang Politik". Istilah "perang politik" ini dicetuskan oleh AR di kantor KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Jumat, 01/03/2019.Â
"Kalau sampai terbukti nanti ada kecurangan yang sistematik, kemudian masif, terukur, maka jangan pernah menyalahkan kalau kita akan melakukan aksi-aksi politik, bukan perang total ala Moeldoko, bukan, tapi kita perang politik, mengawasi demokrasi bahwa kebenaran harus ditegakkan," ujar AR.
"Tidak ada pesta yang tidak usai," kata pepatah usang yang berasal dari Tiongkok yang kalimatnya berbunyi "Mei you bu shan di yan xi". Kalau Pemilu, khususnya Pilpres, merupakan "pesta demokrasi", tentu saja, suasana akan usai setelah pencoblosan.
Akan tetapi, tidaklah begitu realitas dan faktanya di Indonesia. Sejak Pilpres 2014 suasana "perang" masih berlangsung dalam situasi sosial-politik Indonesia hingga Pilpres 2019. Perang yang benar-benar sengit terjadi di ranah media sosial.
Masing-masing kubu atau pendukung saling menembakkan kata tajam-berbahaya, dari "dungu", "bodoh", "goblok", atau "tolol" hingga binatang "kampret" dan "cebong" (kecebong). Ada yang awalnya berteman atau malah bersaudara, akhirnya berpisah karena terlibat atau korban "perang politik". Semua situasi panas semacam itu seolah mengabarkan "Beda pilihan berarti musuh".
Situasi semacam itu sangat bertolak belakang dengan apa yang ditampilkan oleh kedua calon presiden (capres). Pada perhelatan olah raga tingkat Asia, yaitu Asian Games, yang digelar di Indoensia pada 18 Agustus s.d. 2 September 2018, Jokowi dan Prabowo sudah menunjukkan sikap peserta pesta yang sudah usai. Paslon 01 dan 02 berjalan bersama bahkan berangkulan ketika Pesilat Indonesia Hanifan Yudani Kusumah menang dalam Cabang Pencaksilat di Asian Games 2018, Rabu, 29/08/2018.
"Kita boleh berbeda pendapat diantara kita, tapi satu, kalau menyangkut kepentingan nasional kita harus bersatu," tulis Prabowo dalam akun Instagramnya.
Usai Debat II Pilpres 2019, 17/02/2019, pun keduanya bisa berangkulan. Artinya, Capres 01/Jokowi dan capres 02/Prabowo sama sekali tidak berada dalam situasi "perang". Dan, sejak Pilpres 2014 hingga situasi kampanye Pilpres 2019, tidak satu kata "perang" pun yang dicetuskan oleh Jokowi atau Prabowo.
Lantas, siapakah yang sebenarnya sedang berpesta, dan siapa yang sebenarnya sedang berperang?