Ternyata sebutan "pendukung Ahok" itu keliru waktu. RS mendukung Ahok, bahkan ketika itu cagubnya Jokowi, yaitu pada Pilgub 2012. Kalau Pilgub 2012, jelas belum ada istilah "Ahoker", PDIP dan Gerindra sedang aduhai berduaan saja, dan justru PKS sedang bergerombol dengan Demokrat, PAN, Hanura, PKB, PBB, PMB, dan PKNU.
Putusnya hubungan politik antara RS dan Ahok terjadi pada 2016. RS merasa, apa yang dilakukan Ahok tidak sesuai dengan pandangannya.
"Enggak lama memerintah, malah urusan agama saya diacak-acak. Soal kurban lah dicampuri, dan itu saya mulai terganggu. Tetapi yang paling mengganggu saya adalah kekerasan di Kampung Pulo," kata RS di Gedung DPRD DKI, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (18/4/2016), yang ketika itu kedatangannya untuk mengadukan masalah penertiban kawasan Pasar Ikan, Penjaringan, Jakarta Utara.
"Dan sejak itu pula dia merasa bahwa aku adalah musuhnya. Biarin saja, tetap saja itu tidak akan menghentikan saya melawan kekerasan yang dia buat," pungkasnya.
Ratu Hoaks
Pertama kali gelar "Ratu Hoaks" pada RS disematkan oleh seorang anggota BPN lainnya, yaitu Ferdinand Hutahaean. Ferdinand juga menjabat sebagai Ketua Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
"Ratna layak dinobatkan sebagai ratu hoaks karena mampu membohongi kami semua dan membawa kami ke dalam kondisi tidak mengenakkan," ujar Ferdinand kepada SINDOnews, Kamis (4/10/2018)
Penyematan atau penobatan "Ratu Hoaks" dilakukan pasca-pengakuan RS atas kebohongannya soal penganiayaan yang dialaminya. Pengakuan atas kebohongannya sendiri dilakukan melalui konferensi pers di kediamannya pada Rabu, 3/10/2018.
"Kali ini saya pencipta hoaks terbaik ternyata menghebohkan semua negeri. Mari kita ambil pelajaran dan bangsa kita ini dalam keadaan tidak baik seperti ini," ungkapnya.
Ratna juga meminta maaf kepada capres 02 dan Amien Rais. Karena dalam pertemuan itu dirinya berbohong seolah-olah luka yang ia dapat akibat adanya penganiayan. Sementara para "korban" hoaksnya, semisal Rizal Ramli, tidak disebutkannya.
"Teraniaya" dan "Terbuang"
Sebelum acungan dua jari RS direspons HNW dengan perkataan "tidak perlu menampilkan satu jari, dua jari, tiga jari" sebagai sebuah ungkapan "kurang simpati", selama berada dalam Rumah Tahanan (Rutan) Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, tidak seorang pun dari elite kubu 02 yang sudi menjenguknya.
"Memang enggak ada niat, sih (jenguk). Kami nih, 'kan, keki, jengkel sekali merasa dibohongi kok," ujar Anggota Dewan Pengarah BPN Fadli Zon (FZ) di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (1/2/2019).